-5- Problem Solver

1.4K 167 28
                                    

Problem Solver

Irina tersentak kaget ketika mendengar suara berkas dibanting di meja. Irina menoleh ke sumber suara, ke meja Pak Tiyo, manajernya.

"Kenapa lagi, tuh, si bandot?" bisik Eky di sebelahnya.

Irina menggeleng.

"Saka!" Panggilan keras Pak Tiyo itu membuat Irina seketika berdiri.

"Iya, Pak?"

"Hari ini kamu selesaiin urusan komplain toko di blok F lantai 3, dan komplain-komplain lain yang masuk!"

Irina mengerutkan kening. "Tapi, itu kan, bukan tugas divisi kita, Pak?"

"Bu Irina ngelimpahin tugas itu ke saya!" galak Pak Tiyo. "Pokoknya, besok pagi laporannya harus udah ada di meja saya!"

Irina mengerjap. Kenapa dia? Jangan-jangan, Saka sudah membocorkan pada Pak Tiyo jika Irina yang memberitahunya tentang masalah Pak Tiyo yang mengabaikan komplain kemarin. Ugh, titisan patung es itu!

"Baik, Pak," jawab Irina pelan. Dirasakannya Eky menepuk pundaknya.

"Yang kuat, Bro. Tapi, malam ini gue ada janji sama cewek gue, gue nggak bisa bantu, ya," kata Eky.

Irina mendecak kesal. "Pacaran mulu, lo!" desis Irina.

"Daripada elo, jomblo mulu, Bro," balas Eky sembari menahan tawa.

Irina menabahkan diri. Dalam hati, ia mengumpat titisan patung es sialan itu sepuasnya.

***

Saka menghentikan langkah di ujung lorong ketika melihat Irina. Gadis itu tampak mengintip ke dalam salah satu toko yang tutup dari dinding kaca di samping rolling door. Wajahnya menempel di kaca seperti orang bodoh.

Saka mendengus tak percaya. Jangan bilang, dia di sini untuk menggantikan tugas yang diberikan Saka pada manajernya?

Saka menghampiri Irina dan menarik gadis itu, melepas wajahnya dari kaca. Irina menoleh dan seketika melotot kesal melihat Saka. Dengan kasar, ia menghempas tangan Saka.

"Jadi gini, caramu balas dendam? Kamu sengaja kasih tahu Pak Tiyo tentang aku yang ngaduin ke kamu kalau dia nggak ngelaporin komplain yang dia terima dari aku, kan?" tuduh Irina.

Saka mengangkat alis. "Dia ngomong gitu ke kamu?"

"Huh, nggak usah dia ngomong juga aku tahu! Jelas-jelas dia sengaja nunjuk aku ngurusin masalah komplain di blok ini."

"Trus, kamu nggak terima? Toh, itu kebenarannya," balas Saka.

Irina mendesis kesal, lalu berjalan melewati Saka dengan menabrak bahunya. Samar didengarnya Irina menggerutu kesal, "Dasar licik!"

Saka berbalik, hendak menahan Irina, tapi dilihatnya di ujung lorong blok ada Pak Tiyo mengawasi mereka. Irin juga berhenti di depan pria tua itu dan menjelaskan tentang kondisi toko yang barusan diceknya.

Saka menyipitkan mata ketika Pak Tiyo mengomeli Irina sambil menunjuk-nunjuk wajah Irina, menyebutnya tidak kompeten. Melihat tubuhnya diperlakukan seperti itu, kepala Saka terasa panas. Namun, ia menahan diri. Semakin dia beraksi, semakin parah pria tua itu menindas Irina. Saka harus menahan diri atau reputasinya akan semakin jatuh. Apa boleh buat? Saat ini, reputasinya dipegang oleh gadis ceroboh dan bodoh seperti Irina.

Saka berjalan ke arah mereka, seperti biasa, ia tak membalas anggukan sopan pria tua itu dan langsung melenggang pergi bahkan tanpa melirik Irina. Tahu, sedikit perhatian saja ia berikan pada Irina, akan membuat pria tua itu semakin di atas angin.

***

Irina menghela napas sembari menjatuhkan kepala ke meja. Ia menatap jam di pojok layar laptopnya. Sudah jam delapan malam dan ia masih terjebak di sini dengan semua laporan komplain ini.

Irina refleks memegangi perutnya yang berbunyi. Entah kenapa, tubuhnya selalu merasa lemas jika ia melewatkan jam makan. Irina memejamkan mata.

"Jangan berani-berani kamu tidur di sini!"

Suara dingin dan tajam itu membuat mata Irina seketika terbuka. Ia mengangkat kepala dan menoleh ke sumber suara di belakangnya.

"Kamu ke sini mau ngeledekin aku?" sinis Irina.

"Makan nih, sebelum kamu bikin badanku sakit," ketus Saka sembari melempar sebuah kantong plastik ke meja kerja Irina.

"Apa cuma badanmu yang kamu khawatirin?" gusar Irina. "Dasar manusia nggak punya perasaan!"

Saka tak menanggapi dan malah duduk di kursi Eky di sebelah Irina. Pria itu mengecek jam tangan dan berkata, "Kalau sampai jam sembilan kamu belum sampai rumah, jangan harap kamu bisa tidur di rumah."

Irina menggeram kesal. "Tidur di sini nggak boleh, tidur di rumah nggak boleh. Trus, aku harus tidur di mana? Di jalan? Bagus deh, biar semua orang tahu Saka Renaldo jadi gelandangan!"

Saka menatap Irina tajam. "Daripada kamu ngomong nggak jelas, buruan makan dan selesaiin kerjaanmu biar bisa pulang sebelum jam sembilan," sengitnya.

"Mana bisa aku kelarin laporan komplain sebanyak ini sendirian?!" Irina mendorong tumpukan berkas komplain di depannya hingga tumpukan itu berserakan di mejanya.

"Bisa, kalau aku yang ngerjain," sahut Saka sembari memindahkan berkas-berkas itu ke meja Eky, lalu ia menyalakan laptop Eky.

Irina sempat terkejut, tapi kemudian mendengus meledek. "Makanya, jangan sok-sokan mau bikin aku susah. Pada akhirnya, yang susah juga kamu karena aku sekarang lagi ada di tubuhmu, tubuh seorang Saka Renaldo yang katanya pintar, cerdas, dan ..."

"Berhenti ngoceh dan buruan kerja," potong Saka dingin.

Irina mendesis kesal. Ia menyambar salah satu berkas dan lanjut bekerja.

***

Saka meletakkan berkas terakhir yang telah ia selesaikan dan menoleh ke samping. Ia mendengus kesal melihat Irina tertidur dengan kepala terteleh di atas meja. Saka sudah akan membangunkan gadis itu ketika melihat satu tangan gadis itu masih menggenggam bolpoin dan tangan satunya memegang berkas. Saka melongok dan mengecek berkas itu.

Terdapat tanda centang kecil di pojok berkas, menandakan jika Irina sudah memasukkan laporan berkas itu ke laptopnya. Sepertinya, itu juga berkas terakhir. Tampaknya, gadis itu langsung menelehkan kepala begitu pekerjaannya selesai dan akhirnya tertidur.

Saka mendengus pelan. Ia sudah akan membangunkan Irina dengan menepuk lengannya, tapi tangannya terhenti di udara. Ia menatap wajah lelah yang lelap di hadapannya. Alih-alih membangunkan Irina, Saka akhirnya melepas jas longgarnya dan menutupkannya ke bahu Irina.

Saka mengecek jam tangannya. Lima menit. Ia akan memberi waktu Irina lima menit sebelum membangunkan gadis itu. Saka melipat lengan di dada sembari bersandar di kursi yang ia duduki.

***

TrappedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang