-20- Date?

1.3K 161 30
                                    

Date?


Setelah mengurung diri di kamar sejak pulang kerja kemarin sore, pagi itu Irina keluar dari kamarnya untuk sarapan. Alasan Saka membiarkannya meski semalam gadis itu tidak makan bersamanya di ruang makan adalah kedatangan ojek online yang mengantarkan makanan untuk gadis itu lewat jendela kamarnya. Saka sempat mengintip dari jendela depan ketika mendengar suara motor berhenti di halaman rumahnya. Terkadang, kemampuan bertahan hidup Irina memang sangat menakjubkan hingga membuat Saka tak bisa berkata-kata.

Pagi itu pun, Irina masih tampak marah pada Saka. Ia tak mau menatap Saka bahkan ketika mereka duduk di meja makan berhadapan. Saka mengabaikan itu dan mengisi air minum ke gelasnya sebelum makan. Namun, setelah gelas itu terisi penuh, sebuah tangan menyambar gelas itu.

Saka menatap Irina takjub. Kemampuan bertahan hidup Irina ini mengesalkan juga. Saka hanya mendengus kasar untuk mengungkapkan kekesalannya. Ia mengambil gelas baru dan mengisi air untuknya sendiri. Di depannya, Irina tampak santai menikmati sarapan, tak sedikit pun merasa bersalah.

Ketika Irina selesai sarapan lebih dulu pun, gadis itu langsung membawa piring kotornya ke tempat cucian piring, lalu pergi lebih dulu ke luar. Saka bru saja berpikir, apa lagi yang akan dilakukan gadis itu, ketika ia mendengar suara klakson tak sabar dari luar. Saka baru saja selesai makan, belum minum. Gadis itu tak pernah gagal menemukan cara terbaik untuk membuat Saka kesal sejak pagi.

Saka meneguk habis isi gelasnya sebelum menyambar tas dan blazernya, lalu pergi menyusul Irina. Gadis itu duduk di kursi penumpang dengan tangan di atas klakson. Mobilnya bahkan masih di garasi. Saka yang baru masuk ke mobil langsung menepis tangan Irina yang hendak menekan klakson lagi.

"Nggak usah bikin gara-gara sepagi ini, deh," sembur Saka.

Irina tak menjawab, hanya melengos cuek dan bersenandung asal. Namun, tiba-tiba dia berkata, "Ah, suaraku jelek banget."

Tentu saja, yang dia maksud suara Saka. Namun, Saka mengabaikan itu dan menyalakan mesin mobil, mengeluarkannya dari garasi, lalu melajukannya meninggalkan rumah. Ah, paginya dimulai dengan buruk. Irina memang paling berbakat dalam hal itu.

***

Tatapan penuh permusuhan Eky adalah hal pertama yang menyambut Irina ketika ia masuk ke ruangannya. Irina mengangkat tangan.

"Sori, Bro," ucapnya tulus.

Eky kemudian menerjang ke arahnya dan merangkulnya, memiting kepalanya. "Dasar ya lo, diam-diam udah pacaran sama Bu Irina. Kemarin bilangnya enggak! Jago banget emang nikungnya lo!"

Saka mengerang kesakitan sembari berusaha melepaskan diri dari pitingan Eky. "Ya lo tahu sendiri gimana Bu Irina. Kalau gue nolak, bisa habis gue."

Eky melepaskan rangkulannya, menatap Saka kaget. "Lo dipaksa pacaran sama dia?"

Saka meringis. Tak ingin ada gosip lagi, ia membalas, "Nggak juga, sih."

Eky menjitak kepala Saka kesal. "Tapi, beruntung banget lo, Bro. Meski cewek lo galak, tapi dia kan, seksi, pinter, cantik ..."

Seandainya saat ini Irina ada di tubuhnya, ia akan dengan senang hati menerima semua pujian itu. Ia hanya bisa manggut-manggut setuju.

"Yah, seenggaknya sekarang gue yakin akan satu hal penting tentang lo," sebut Eky.

Irina mengangkat alis.

"Lo nggak suka sama gue." Eky nyengir.

Ganti Irina yang menjitak Eky kesal. "Gara-gara elo tuh, jadi kesebar gosip yang nggak-nggak tentang gue."

"Sori, sori," sesal Eky. "Jadi, lo kemarin itu curhat tentang Bu Irina, tapi lo pasti takut ketahuan makanya nyebut dia cowok, gitu?"

Irina berdehem dan mengangguk. Eky tersenyum usil dan menyenggol bahunya. "Ternyata, lo juga nggak kebal dari pesona Bu Irina, ya? Gitu sok-sokan cuek dan gak peduli," cibirnya.

Irina meringis. Eky tak tahu saja, Irina yang lebih dulu suka pada Saka. Dan gara-gara insiden ciuman kemarin, Irina tak bisa menatap mata Saka. Jantungnya selalu berdebar tak keruan setiap mengingat pria itu. Kalau begini terus, bisa-bisa jantungnya berhenti berdetak karena terlalu lelah bekerja, dan itu gara-gara Saka.

***

Ketika Saka pergi ke ruangan Irina jam makan siang itu, ia bisa merasakan semua tatapan karyawan di ruangan itu tertuju padanya. Tak terkecuali Irina yang melotot kaget melihatnya. Gadis itu segera berdiri dari kursinya dan menghampiri Saka, lalu menariknya keluar dari ruangan itu.

"Kamu ngapain ke sini?" protes gadis itu kesal, tanpa menatap Saka.

"Karena kita pacaran, bukannya harusnya kita makan siang bareng, ya?"

Irina mendesis kesal. "Kamu tuh emang ..."

"Dan sepulang kerja nanti kita nge-date," potong Saka.

Irina seketika terbelalak kaget. Gadis itu menatap Saka sekilas, sebelum mengerang frustrasi dan mengacak rambutnya. Saka mengernyit melihat rambutnya yang berantakan.

"Jangan protes. Kamu yang bikin aku terpaksa ngelakuin ini," singgung Saka. "Makanya, sebelum kamu ngelakuin sesuatu, pikirin dulu baik-baik. Otakmu tuh suruh kerja seaktif kalau kamu bikin masalah, bisa?"

Irina menatap Saka penuh permusuhan. "Kamu akan nyesel ngelakuin ini ke aku."

Saka mendengus pelan. "Aku udah nyesal sejak awal. Sejak aku harus terlibat sama pembuat masalah kayak kamu."

Saka sempat melihat sorot terluka di mata Irina, tapi detik berikutnya sorot itu sudah berganti kemarahan. Saka pasti salah lihat. Seorang Irina bukan tipe orang yang mendengarkan perkataan orang lain. Jangankan sakit hati, peka juga tidak.

***

TrappedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang