-18- Penggemar

1.2K 159 20
                                    

Penggemar

Irina merasa lebih baik ketika akhirnya bisa pergi bekerja dan tak lagi mendapat sikap manis Saka. Keselamatan jantungnya dipertaruhkan setiap kali pria itu bersikap baik padanya.

"Ky!" panggil Irina ketika melihat Eky yang sudah di dalam lift.

Eky menahan lift untuk Irina sambil melambaikan tangan. Irina bergegas masuk lift yang sudah hampir penuh itu.

"Lo ke mana aja, Ka? HP lo nggak aktif dan Bu Irina bilang lo sakit. Lo sakit ngomongnya ke Bu Irina doang?" cibir Eky.

"Gue sakit parah, nggak bisa bangun dari tempat tidur. Nggak bisa HP-an," beritahu Irina.

"Ah, lemah lo. Kalau gue yang sakit, pasti gue udah puas-puasin main HP di rumah," sebut Eky.

"Namanya juga sakit, nggak bisa bangun dari tempat tidur. Coba aja ntar lo yang sakit kayak gue kemarin. Ngesot-ngesot lo ke kamar mandi."

Eky mendesis kesal. "Doanya jelek lo."

"Kan, elo yang tadi minta."

"Ya nggak minta ngesot juga kali ke kamar mandi," sengit Eky.

Irina nyengir. "Trus, ada kabar apa aja di kantor?"

Mata Eky seketika berbinar penuh semangat. "Ada kabar gembira banget buat lo."

Irina menngerutkan kening. "Kabar gembira apaan?"

"Akhirnya, musuh bebuyutan lo pergi juga!"

Irina makin bingung. "Musuh bebuyutan?"

"Pak Tiyo! Pak Tiyo yang sering nindas elo itu!"

Irina terbelalak. "Lo serius?"

Eky mengangguk mantap. "Gila, Bu Irina. Keren banget dia. Katanya, dia yang ngelaporin Pak Tiyo atas tuduhan pelecehan," sebut Eky.

Irina kaget. "Bu Irina ... dilecehin sama Bandot Tua itu?"

Eky menggeleng. "Karyawan lain, anak baru, tapi pas Bu Irina lihat. Langsung direkam dan dikirim deh, ke atasan. Tamat tuh si Bandot Tua!" Eky tertawa puas.

Irina tersenyum. Khas Saka.

"Senang banget lo kayaknya," senggol Eky.

Irina lagi-lagi hanya tersenyum. Ketika lift berhenti di lantai mereka, Eky bertahan di sisi lift dan menahan lift terbuka, membiarkan yang lain turun lebih dulu, Irina menemaninya. Sampai ketika hampir semua karyawan di lift yang turun di lantai itu sudah keluar, barulah mereka akan keluar. Namun, seseorang yang melewati mereka kemudian membuat Irina dan Eky menghentikan langkah. Mereka saling pandang.

"Itu tadi ... Bu Irina, kan?" tanya Eky.

"Lo tadi nggak ngomongin yang jelek-jelek tentang dia, kan?" Irina memastikan.

Eky menggeleng cepat sambil mengelus dadanya. "Untung aja tadi gue ngomongin hal-hal baik tentang dia. Salah ngomong dikit aja, bisa nyusul Pak Tiyo gue," kata Eky ngeri.

Irina tergelak. "Makanya, jangan suka ngomongin Bu Irina sembarangan."

Irina menatap ke depan, ke arah Saka yang berjalan tegas melewati koridor, cuek menanggapi sapaan hormat karyawan-karyawan lain. Namun, Irina justru tersenyum melihat itu. Karena ia tahu, di balik sikap dingin itu, Saka bisa bersikap sangat manis. Cukup untuk mengacaukan degup jantung Irina.

Di sebelahnya, Eky tiba-tiba berkata, "Ka, kayaknya gue jatuh cinta sama Bu Irina, deh."

Irina menoleh kaget. "Apa?"

Eky nyengir. "Bu Irina keren banget, sih."

Irina tak bisa untuk mendebat itu. Jangankan Eky, Irina pun ... merasa begitu.

***

Saka mengernyit tak nyaman. Ia tak salah dengar, kan?

"Kamu ... bilang apa barusan?" tanya Saka.

Seorang pria dengan penampilan tak rapi menatap Saka dan mengulangi dengan lebih tegas,

"Saya suka Bu Irina! Apa Bu Irina mau jadi pacar saya?"

Apa pertanyaan itu bahkan butuh jawaban?

"Silakan pergi dan saya anggap saya nggak dengar apa pun," tegas Saka.

Pria itu tampak kecewa, tapi dia mengangguk dan akhirnya pergi. Saka mendengus tak percaya. Ia baru saja keluar dari ruangannya untuk pergi makan siang dan dicegat pernyataan cinta yang konyol barusan.

Saka hendak melanjutkan langkah, tapi Irina tiba-tiba melompat di depannya dan nyengir lebar.

"Ciyeee ... yang habis ditembak," godanya. "Udah punya penggemar sekarang." 

Saka menyipitkan mata. "Kayaknya kamu udah beneran sembuh, ya, udah bisa ngomong seenak jidat." Saka mendorong Irina minggir dan melanjutkan langkah. Namun, Irina mengikutinya. "Kamu mau kita digosipin lagi?" Saka mengingatkan.

"Aku cuma mau tanya, manajer baruku siapa?" tanya Irina.

Saka menghela napas kesal. "Harusnya kamu, kalau kamu ngasih aku ide buat konsep event ulang tahun mall ini. Tapi, karena kamu nggak kasih ide yang berguna, aku nggak bisa rekomendasiin kamu dan dari atas udah manggil orang dari luar."

Irina mengangguk-angguk. "Kapan dia mulai masuk?"

"Harusnya hari ini, tapi dia belum ke ruanganku juga," sebut Saka.

Mereka berhenti di depan lift tepat ketika pintu lift terbuka dan wajah yang dikenal Saka sebagai marketing manager barunya, muncul sambil tersenyum padanya. Pria itu memiliki tinggi yang sama dengan Saka. Maksudnya, tubuh Saka.

"Bu Irina?" sapa pria itu ketika dia keluar dari lift.

Saka mengangguk.

Pria itu mengulurkan tangan dengan penuh percaya diri. "Saya Ferdian, marketing manager SC Mall yang mulai bekerja hari ini."

Saka tak membalas uluran tangan pria itu dan membalas, "Temui saya setelah jam makan siang dan jelaskan keterlambatan Anda nanti."

Setelah mengatakan itu, Saka masuk ke lift. Irina bergegas menyusul Saka. Begitu pintu lift tertutup dan hanya ada mereka berdua di lift, Irina langsung heboh,

"Gila! Itu tadi manajer baruku? Masih muda dan ganteng banget! Vitamin A banget, deh!"

Saka menarik napas dalam dan mengembuskannya perlahan. Ia harus mempertimbangkan untuk mengganti manajer baru itu.

***

TrappedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang