-13- Beban Sebuah Rahasia

1.2K 160 16
                                    

Beban Sebuah Rahasia

Hari sudah menjelang malam dan Saka sedang asyik membaca di kamar ketika pintu kamarnya diketuk. Saka meletakkan bukunya dan menoleh ke pintu tepat ketika pintu dibuka dan mama Irina muncul. Mama Irina masuk pelan-pelan, seolah ia melakukan kesalahan.

Wanita paruh baya itu lantas duduk di tepi tempat tidur dan menatap sekeliling kamar. Saka berusaha membaca ekspresi wanita itu.

"Mama kenapa?" tanya Saka curiga.

Mama Irina berdehem. "Tadinya Mama nggak mau ngasih tahu kamu dulu," ucapnya.

Saka mengangkat alis. Apa maksudnya?

Mama Irina menghela napas dalam. "Irina, sebenarnya ... Nenek ..." Mama Irina menghentikan kalimatnya lagi.

"Nenek kenapa, Ma?" tanya Saka.

Satu hal yang Saka tahu tentang nenek Irina, perempuan yang rambutnya sudah hampir semuanya memutih itu sangat menyayangi Irina. Hubungan mereka tampak dekat. Bahkan meski saat ini jiwa Sakalah yang berada di tubuh Irina, tapi nenek Irina tak pernah sekali pun mengomentari tentang perubahan sikap cucunya. Nenek Irina selalu menerima Irina apa adanya.

"Nenek kenapa, Ma?" ulang Saka.

Mama Irina menghela napas berat. "Maafin Mama karena nggak ngomong tentang ini lebih awal ke kamu. Mama tadinya berniat nyembunyiin ini juga. Tapi ... nenek pengen ketemu kamu."

Saka mengerutkan kening. "Nenek mau ketemu aku? Tiba-tiba? Kenapa Nenek nggak ke sini? Kan, biasanya juga Nenek yang ke sini."

Mama Irina terdiam sejenak, tampak sedih. "Ini ... bisa jadi terakhir kalinya kamu ketemu Nenek ..."

Saka mengernyit. Apa maksudnya? Apa sesuatu terjadi? Namun, saat ini bukan Irina yang berada di tubuh ini. Irina yang seharusnya ada di sini. Irina yang seharusnya menemui neneknya.

"Nenek ... kenapa, Ma?"

Mama Irina menggenggam tangan Saka. "Nenek sakit, sebenarnya udah cukup lama. Tapi, Nenek nggak mau kamu tahu. Nenek nggak mau bikin kamu khawatir. Mama juga ... mikir lebih baik kamu nggak tahu."

Saka menatap tangan mama Irina yang masih menggenggam tangannya.

"Dulu, waktu kamu SMP, Nenek sempat sakit parah. Kamu sampai nangis terus karena takut kehilangan nenekmu. Kamu juga dulu sampai sakit berhari-hari dan baru sembuh begitu keadaan Nenek membaik. Mama ... takut kamu kayak gitu lagi. Apalagi, saat ini ... keadaan Nenek lebih parah lagi."

Saka tertegun. Sekarang ia harus bagaimana? Memberitahu Irina?

Tidak. Jika Irina tahu, gadis itu akan hancur. Saka akan melihat sendiri keadaan nenek Irina. Nanti, begitu keadaan neneknya sudah membaik, Saka akan memberitahu Irina. Nanti. Toh, ini demi kebaikan gadis itu juga.

***

Ketika Irina kembali dari mengantarkan masakan bunda Saka ke rumahnya, dilihatnya bunda Saka masih duduk di meja makan, tampak melamun. Irina menghampiri bunda Saka dan duduk di seberang meja.

"Bunda ngapain malah ngelamun di sini?" tanya Irina.

Bunda Saka tampak terkejut, tapi kemudian tersenyum. "Udah kamu antar ke rumah Irina makanannya?"

Irina mengangguk. Saka yang tadi membukakan pintu dan menemuinya. Meski pria itu tampak agak aneh tadi. Ia seolah ... menghindari tatapan Irina. Mungkin dia masih sensi karena tamu bulanannya. Atau, mungkin dia malu atas apa yang terjadi siang tadi.

"Saka," panggil bunda Saka pelan.

"Ya, Bun?"

Bunda Saka tampak ragu beberapa saat.

TrappedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang