-21- Super Girl

1.2K 159 24
                                    

Super Girl

"Ini yang kamu bilang nge-date?" Irina tak bisa menahan kesinisan dalam suaranya. "Dari tadi kita cuma keliling SC Mall sambil ngecek outlet-outlet di sini. Kayaknya, ini lebih cocok dibilang kalau kita kerja."

Saka tak menatap Irina dan fokus memperhatikan outlet-outlet yang mereka lewati ketika menjawab, "Menurutmu, aku ngajak kamu nge-date karena aku suka? Dan ini tempat sempurna buat kita nge-date. Di sini, semua orang kantor bisa lihat kita kencan dan gosip tentang aku yang suka laki-laki itu bisa hilang."

Irina mendengus. Benar juga. Sepertinya hampir semua karyawan sempat bertemu Saka dan Irina yang sedang 'nge-date' ketika jam pulang tadi. "Aku takjub sama keegoisanmu, seriusan deh."

"Aku juga takjub sama kemampuanmu bikin masalah," sahut Saka.

Irina yakin, Tuhan menciptakan Saka dengan 50% sikap dingin dan 50% sikap menyebalkan.

Saka menghentikan langkah ketika melihat salah satu outlet di ujung koridor. Sebuah outlet sepatu. Irina mengikuti tatapan Saka ke arah koridor samping toko itu dan melihat beberapa karyawan merokok di sana. Padahal, sudah jelas aturan di mall ini ada larangan merokok. Di setiap lantai bahkan sudah disediakan smoking room sendiri.

Irina tak kaget kita Saka langsung menghampiri karyawan-karyawan toko itu, mengambil rokok di tangan salah satu dari mereka, lalu menjatuhkannya ke bawah dan menggilasnya dengan sepatunya.

Irina mendengar karyawan yang rokoknya direbut Saka tadi mengumpat kesal, tapi ketika mendongak dan melihat Irina, dia langsung panik. Karyawan lain pun langsung mematikan rokok mereka dan berdiri tegak. Saka lalu menatap beberapa toko dan berkata,

"Saya akan mengirim SP untuk toko kalian."

Lalu, Saka pun berjalan pergi. Irina menggaruk kepala bingung melihat kepanikan karyawan-karyawan itu, tapi akhirnya pergi mengikuti Saka.

"Apa nggak terlalu kejam ngasih mereka SP? Ditegur aja dulu kan, nanti nggak akan diulangi," usul Irina.

"Nggak akan diulangi? Manusia terlalu bodoh buat nggak ngelakuin itu," balas Saka. "Kamu contohnya. Berkali-kali kamu juga ngulangin ngelakuin kesalahan yang sama, kan?"

Irina merengut. "Kok jadi aku?"

"Daripada kamu sibuk belain mereka, mending kamu pikirin gimana caranya orang-orang bisa tetap belanja di mall kita meski sekarang musim hujan," tandas Saka.

Irina mendengus. "Jadi, ini tadi beneran kita kerja, bukan nge-date?"

Saka menoleh sekilas pada Irina. "Kan udah jelas, kenapa pakai tanya?" balasnya dingin.

Irina mendesis kesal. Tahukah Saka betapa berdebarnya hati Irina ketika pria itu membicarakan tentang date tadi? Meski ia tadi kesal, tapi sebenarnya, ia hanya ... takut, cemas, khawatir, dan ... semakin berdebar-debar. Seolah ia mengharapkan kencan sungguhan.

Kenapa Irina tak menyadari lebih awal? Saka bukan jenis pria yang akan mengajak wanitanya berkencan. Pria itu tak punya sedikit pun jiwa romantis dalam dirinya. Tidak secuil pun. Dasar GM Lampir!

***

"Aku beneran ngerasa kalau hari ini aku lembur, bukan nge-date." Lagi-lagi Irina menyindirnya ketika mereka berjalan di basement parkir menuju mobil Saka.

"Harusnya kamu bersyukur karena sekarang nggak perlu jalan dulu ke luar, atau turun di luar, tiap jam pulang dan berangkat kerja."

Irina tertawa sarkatis. "Aku pengen nangis saking bahagianya," sarkasnya.

Saka mengabaikan itu. Mereka sudah hampir tiba di mobil Saka ketika tiba-tiba serombongan orang melewati mereka dan berhenti di depan mereka.

"Tolong jangan kasih SP ke toko kami," ucap salah satu dari mereka.

Saka mengangkat alis. "Kalian sudah melanggar peraturan," sebutnya.

"Kami nggak akan ngulangin itu lagi, jadi tolong jangan kasih kami SP. Kalau kami dapat SP, kami bisa dipecat."

"Memangnya, siapa suruh kalian melanggar peraturan?" balas Saka dingin.

Ketiga karyawan yang ada di depannya itu saling pandang, memberi isyarat tanpa kata, lalu karyawan yang tadi bicara padanya melanjutkan,

"Kalau Ibu tetap kasih kita SP, saya nggak bisa jamin Bu Irina bisa keluar dari sini dengan selamat."

Saka mengedik cuek. "Keputusan saya nggak berubah."

Mereka kembali saling menatap, lalu mengangguk kecil dan tiba-tiba, mereka mengelilingi Saka dan Irina. Saka mendengar erangan kesal Irina.

"Udah lah, nggak usah bikin masalah lagi dan tarik aja SP-nya," Irina berbicara.

Saka tak membalas, menunjukkan penolakan. Detik berikutnya, ia merasakan tubuhnya didorong ke depan, keluar dari kepungan karyawan-karyawan pelanggar peraturan itu. Saka berbalik dan melihat Irina berada di tengah orang-orang itu dengan kedua tangannya dipegangi dan seorang lagi melayangkan tinju ke arah perut Irina.

Saka mengernyit ketika tinju pertama berhasil mendarat di perut Irina. Gadis itu mengerang pelan. Saka sudah hendak maju dan menarik penyerang Irina, tapi kemudian, di depan sana, Irina tiba-tiba melayangkan tendangan keras ke wajah penyerangnya. Seketika, penyerangnya jatuh dan pingsan.

Dua orang yang memegangi Irina terkejut, lengah. Irina menarik kedua tangannya mendekat, membuat dua orang yang memeganginya bertubrukan. Setelahnya, Irina menendang salah satunya, membuatnya terjengkang dan melepaskan pegangan di lengan Irina. Namun, saat itu satu orang yang tersisa melepaskan pegangan di tangan Irina hanya untuk mendaratkan tinju keras ke wajah Irina. Saka mengernyit melihat darah di sudut bibir Irina akibat tinju barusan.

Irina tampak kesal ketika membalas dengan tinju cepat ke wajah lawannya. Terdengar teriakan kesakitan diikuti tubuh lawan terakhirnya jatuh berlutut di depan Irina.

"Satu-satunya hal bagus jadi cowok itu adalah tenaganya," Irina berkata gusar, lalu memberikan tendangan berputar ke leher lawan terakhirnya. Seketika, lawannya tumbang di depannya.

Tatapan kesal Irina kemudian terarah pada Saka. "Kamu tuh ngerepotin banget sih jadi cowok!"

Saka berdehem. "Aku mau telepon polisi dulu buat ngelaporin mereka," ucap Saka sembari mengeluarkan ponselnya. Namun, Irina merebut ponsel pria itu.

"Bahkan setelah kejadian kayak gini, kamu nggak sadar juga kalau kamu itu harusnya bersikap lebih baik ke orang-orang sekitarmu?"

"Aku cuma ngelakuin hal yang benar."

"Kamu cuma ngelakuin hal yang kamu suka tanpa makai perasaan. Kamu pikir, otak aja cukup?"

Saka mengangkat dagu menantang. "Kamu pikir, perasaan aja cukup? Lihat apa yang terjadi sama kamu! Kalau bukan karena aku nendang manajer lamamu, kamu masih jadi karyawan yang dijadiin kambing hitam sama dia! Apa kamu nggak sadar betapa menyedihkannya itu?"

Irina mendengus kasar. "Lebih menyedihkan mana dengan punya banyak musuh di mana aja? Mau pulang kerja aja pakai dicegat kayak gini! Berapa banyak sebenarnya orang yang kamu bikin benci sama kamu? Aku bahkan nggak bisa ngitung lagi."

Irina kemudian pergi lebih dulu setelah menyorongkan ponsel Saka kembali ke tangan Saka, lalu meninggalkan Saka yang masih bertahan di tempatnya. Mendadak, ada yang terasa tak nyaman di dadanya. Sialan Irina. Gadis itu terlalu banyak bicara.

***

TrappedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang