-8- The Girl in Action

1.4K 170 31
                                    

The Girl in Action

Ketika Irina tiba di rumah, dilihatnya Saka berbaring di sofa ruang tengah, tangan kanannya mencengkeram perut sementara lengan kirinya melintang menutupi mata.

"Kamu nggak nangis gara-gara kram hari pertama, kan?" tanya Irina hati-hati.

Saka menggeram kesal. "Harusnya kamu tahu aku nggak suka diganggu kalau lagi dapat tamu bulanan."

Irina mengangguk mengalah. Serius, Saka bahkan lebih mengerikan dari cewek PMS mana pun yang pernah ia temui.

"Mau kubuatin minuman hangat?" tawar Irina.

Saka menurunkan tangan dan menatap Irina tajam. "Kalau kamu bikin teh pakai garam, aku benar-benar akan nyiram tehnya ke mukamu," ancam pria itu sungguh-sungguh.

Irina mengangkat tangan. Sekitar empat bulan lalu, Irina melakukan keisengan itu ketika Saka sedang datang bulan dan membuat Saka mengamuk seperti Hulk. Setelahnya, Irina memutuskan untuk selalu menjauh dari Saka yang sedang PMS. Sampai hari ini. Pria itu tampak kesakitan.

Irina sudah akan pergi ke dapur ketika Saka berbicara tajam, "Ganti baju dulu, trus cuci tangan."

Irina menyipitkan mata. "Kamu makin lama makin kayak cewek beneran, tahu nggak? Bawel."

"Kamu makin lama juga makin kayak cowok beneran, tahu. Jorok," tandas Saka.

Cih, pria itu masih bisa mengatakan hal kejam pada Irina meski Irina sudah berniat baik. Kali ini, Irina menahan diri karena ia merasa kasihan. Juga, karena selama sepuluh tahun Saka sudah menggantikan penderitaan hari pertama tamu bulanannya yang dulu sampai membuat Irina berguling-guling saking sakitnya.

Irina pergi ke kamar dan berganti pakaian dan mencuci tangan sebelum pergi ke dapur.

"Kamar mandiku kapan dibenerin?" tanya Irina.

"Besok," jawab Saka.

Irina mengangguk-angguk. Ia segera membuat teh lemon hangat untuk Saka. Namun, ketika Saka akhirnya meminum teh itu, ia mendesis kesal.

"Apa lagi, apa lagi?" prote Irina.

Saka menatapnya kesal. "Ini teh panas, bukan teh hangat!"

"Ya udah sih, tinggal ditiup. Sini, sini ..." Irina sudah akan meniup teh di gelas yang dibawa Saka, tapi pria itu menahan kening Irina dengan tangannya.

"Enak aja! Yang ada malah kuman sama bakteri di mulutmu yang masuk ke minumanku."

Irina mendengus tak percaya dan mundur. "Aku ngerti kamu lagi PMS, tapi aku sakit hati, lho! Aku tuh, cuma berniat baik."

"Aku nggak peduli, jadi sana, jauh-jauh dari aku. Tiap kamu di dekatku, kamu selalu bikin masalah," desis pria itu.

Irina mendecih kesal dan duduk di sofa lain. "Dasar nggak tahu terima kasih," dumel Irina.

"Apa kamu bilang?" sembur Saka.

Irina berdehem, tapi tak menjawab, dalam hati mengingatkan dirinya jika Saka siap menjadi Hulk kapan saja ketika PMS.

"Selama sepuluh tahun, aku harus nanggung sakit perut sialan ini setiap bulan! Bukannya kamu yang harusnya berterima kasih?"

"Makanya aku nggak ngomong apa-apa lagi," Irina mengalah. "Kamu mau makan apa malam ini? Aku traktir, deh."

"Aku nggak lapar! Perutku sakit kayak gini, kamu masih bisa nawarin kau makan?" Saka mendelik galak. "Kamu ngeledek?"

"Kalau kamu kayak gini, kayaknya mending aku pura-pura mati, deh," balas Irina seraya menjatuhkan tubuh ke sandaran sofa dan memejamkan mata.

Sepi. Hening. Irina perlahan membuka mata dan melihat Saka sedang meniup minuman di tangannya. Irina menahan senyum geli, tak ingin membuat si Hulk mengamuk karena dia baru saja memasukkan kuman dan bakteri ke gelas minumnya. Yah, setidaknya itu kuman dan bakteri dari mulutnya sendiri.

***

Saka sedang asyik menikmati teh lemon hangat buatan Irina ketika gadis itu kembali berbicara, "Tapi, kamu kenapa peduli banget sama aku?"

Saka melayangkan tatapan tajam. Tuduhan gila apa lagi itu?

"Aku peduli sama kamu?"

Irina mengangguk, lalu menunjuk tubuh yang dihuni Saka ini. "Seenggaknya, ke tubuhku. Aku aja nggak peduli."

Saka mengernyit. "Jadi, kamu nggak peduli apa pun yang aku lakuin ke tubuhmu ini? Kamu nggak peduli apa pun yang orang lain omongin tentang tubuhmu?"

Irina mengedik. "Selama ini toh, aku nggak peduli."

Saka ingin berteriak, tidakkah gadis itu sadar jika dia seorang perempuan? Saka tahu, dulu Irina punya banyak teman laki-laki. Namun, ia tahu mereka hanya berteman. Dulu, setidaknya tak ada yang blak-blakan membicarakan tubuh Irina di depannya. Namun, kali ini ...

"Aku lebih khawatir sama sikapmu ke orang-orang di sekitarmu," sambung Irina. "Bayangin aja, nanti begitu aku balik ke tubuhku, tiba-tiba aku punya ribuan musuh."

Saka mendengus tak percaya. "Kamu pikir aku nggak khawatir kalau balik ke tubuhku? Kamu kenapa temenan sama sembarang orang? Kamu tuh harusnya cari teman yang pintar, cerdas, sukses, jadi dia bisa bawa energi positif buat kamu. Bukannya malah ..."

"Apa? Apa? Kamu ada masalah apa sama teman-temanku?"

"Dalam satu bulan, aku bisa bikin mereka semua dituntut karena pelecehan. Mau taruhan?"

"Saka!" teriak Irina kesal. "Awas aja kalau kamu macam-macam, aku akan langsung kencan sama Fifin pakai tubuhmu ini."

Saka mengerutkan kening. "Fi ... siapa?"

Irina mendengus tak percaya. "Cewek itu beruntung, aku yang ada di tubuhmu pas dia nembak."

Saka mendengus. "Itu, aku setuju. Kalau itu aku, aku pasti kesal banget harus buang-buang waktu ngeladenin perempuan kayak dia."

"Ck, ck, ck." Irina menggeleng-geleng prihatin. "Jangan-jangan, kamu sekarang nggak suka lagi sama cewek dan ..."

"Jangan ngomong sembarangan!" potong Saka kesal. "Kalau sampai ada rumor aneh lagi tentang aku atau tentang kamu, awas aja!"

"Kemarin ada rumor itu kan, gara-gara kamu," ledek Irina. "Lagian, ngapain coba pakai sok-sokan nyelimutin aku pakai jasmu."

"Aku cuma khawatir sama tubuhku!"

"Yakin?" cibir Irina. "Jangan-jangan, kamu diam-diam suka sama aku, ya? Makanya, kamu sampai peduli banget sama aku, sama tubuhku." Irina senyum-senyum dengan sorot usil tertuju pada Saka.

Sorot usil sialan itu!

"Kalau itu kamu, apa kamu bisa suka sama cewek jorok, bodoh, ceroboh, usil, nyebelin kayak kamu?" sembur Saka tak terima.

Irina mengerjap. "Aku ... kayak gitu?"

"Ya!"

Irina mendesis kesal, lalu berdiri dan berjalan ke tempat Saka. Saka sempat khawatir akan apa yang dilakukan gadis itu padanya, tapi Irina kemudian merebut gelas minuman Saka dari tangannya.

Dia tidak mungkin menyiramkannya ke kepala Saka, kan?

Tidak. Lebih buruk dari itu, Irina membawa gelas itu dan meletakkannya di rak buku teratas di pojok ruangan. Setelahnya, Irina masuk ke kamarnya dan membanting pintu.

Saka seketika berteriak kesal, "Irina! Ngapain kamu naruh minumaan di rak buku? Ambil!"

Namun, bukan itu saja masalahnya. Saat ini, Saka tak tahu bagaimana ia akan mengambil gelas minuman itu dari sana.

Sialan Irina! Sialan tubuh pendek ini!

***

TrappedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang