-26- Kehilangan

1.4K 199 29
                                    

Kehilangan

Irina baru akan naik ke kamarnya untuk mandi ketika mendengar suara bel di pintu depan.

"Siapa tuh, pagi-pagi udah ke sini?" tanya mama Irina.

"Biar aku yang bukain, Bun ... eh, Ma," jawab Irina, sempat terpeleset karena terbiasa memanggil bunda Saka.

Irina menggumamkan 'Mama' terus-menerus untuk membiasakan diri sembari berlari ke pintu depan. Ketika Irina membuka pintu, Saka sudah berdiri di depan pintu rumahnya dan tampak ... marah?

"Saka, kenapa ...?"

"Apa yang udah kamu lakuin selama di tubuhku?" Suara Saka tidak keras, tapi penuh kemarahan.

Irina mengerjap. "Kamu ngomong apa, sih? Aku ..."

"Kenapa kamu bilang kayak gitu ke bundaku?" tuntut Saka. "Kenapa kamu minta bundaku buat nggak ngebahas masalah itu lagi? Biar aku nggak pernah tahu selamanya?"

Irina tersentak. "Kamu ... tahu?"

Saka mendengus kasar. "Kamu pikir, dengan kamu nyembunyiin itu semuanya akan baik-baik aja? Jangan sok tahu! Ini hidupku! Gara-gara kamu, aku udah nyakitin bundaku. Jadi, jangan pernah lagi ikut campur urusanku!"

Setelah mengatakan itu, Saka berbalik dan pergi begitu saja, meninggalkan Irina yang masih mematung di tempatnya. Terkejut, terluka, sekaligus merasa bersalah. Irina seketika berjongkok di depan pintunya, menenggelamkan wajah di lututnya dan menangis tanpa suara.

Apa yang telah ia lakukan pada Saka dan bundanya?

***

Setelah Saka mandi dan turun lagi, dilihatnya bundanya duduk melamun di meja makan. Dengan semua makanan yang ia siapkan belum tersentuh. Hati Saka sakit melihat itu.

Perlahan Saka menghampiri bundanya dan mengambil tempat duduk di hadapan bundanya. Bunda Saka segera memasang senyum ketika melihat Saka. Bundanya selalu seperti itu. Meski Saka selalu bersikap dingin dan cuek padanya, tapi bundanya hanya menunjukkan senyum seperti itu. Tak pernah sekali pun bundanya marah atau mengomeli Saka.

"Besok-besok, jangan biarin aku bersikap dingin lagi kayak sebelum-sebelumnya," ucap Saka.

Bunda Saka menggeleng. "Bunda nggak pa-pa."

"Kenapa Bunda ngebiarin aku ngelakuin semuanya sesukaku? Kalau Bunda kesal, Bunda bisa kesal ke aku. Kalau Bunda marah, Bunda harusnya marah ke aku. Semua ibu di luar sana ngelakuin itu ke anaknya, kenapa Bunda ... nggak pernah kayak gitu ke aku?"

Di depannya, Saka melihat bundanya menunduk, lalu terisak. "Maafin Bunda, Saka."

Saka mengerjap ketika matanya terasa panas. Sekuat tenaga ia menahan air matanya. "Kenapa Bunda minta maaf? Bukan Bunda yang salah," ucap Saka. Suaranya goyah.

Bunda Saka menggeleng. "Maafin Bunda ... karena nggak bisa jadi ibu yang baik buat kamu." Bunda Saka terisak semakin keras.

Saka berdiri dari duduknya, lalu berlutut di samping bundanya. Ia meraih tangan bundanya, hal yang paling jarang ia lakukan selama ini. Tangan bundanya sehangat ini. Seharusnya ia lebih sering menggenggam tangan ini.

"Aku yang harusnya minta maaf," Saka berkata. "Maaf, karena nggak bisa jadi anak yang baik buat Bunda dan cuma nyakitin Bunda."

Bunda Saka menggeleng, masih sambil terisak, tangannya terangkat mengusap wajah Saka lembut. "Kamu yang terbaik buat Bunda."

Saka tersenyum haru mendengarnya. "Selama beberapa tahun terakhir, aku mungkin agak beda dari sebelum-sebelumnya. Tapi, mungkin mulai hari ini, aku akan bersikap dingin lagi kayak dulu. Bunda nggak pa-pa?"

TrappedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang