-7- His True Intention

1.4K 171 38
                                    

His True Intention

Setelah sepagian digoda dan disindir Eky tentang hubungannya dengan Saka, –Bu Irina si GM Lampir, Irina berhasil melarikan diri ketika jam makan siang. Alih-alih ikut pergi Eky ke kafetaria, Irina malah kabur ke toilet. Ia sengaja berlama-lama di toilet demi menghindari Eky.

Namun, ketika Irina akan meninggalkan toilet setelah sepuluh menit bersembunyi di bilik toilet, ia mendengar suara-suara yang menyebutkan namanya.

"Jadi, Bu Irina semalam itu godain Saka?"

Irina mengerutkan kening. Ia menggoda Saka? Tak sudi! Namun, ia mengingatkan dirnya jika yang orang-orang itu bicarakan adalah Saka yang berada di tubuh Irina.

"Iya! Kalau nggak, ngapain coba semalam dia datang ke ruangannya Saka pas dia sendrian?" sambung yang lain.

"Gitu sok-sokan mecat orang gara-gara kasus pelecehan, lah! Padahal, dianya yang ternyata suka genit," cibir suara lain.

Irina memutar mata. Lihat itu! Irina selama ini selalu berhati-hati agar hubungannya dengan Saka tak diketahui orang lain. Namun, ternyata malah Saka yang mengacaukan segalanya. Irina keluar dari bilik bersamaan dengan sosok gadis yang sangat dikenalnya masuk ke toilet pria. Seketika, para karyawan pria yang ada di sana berteriak panik dan membalikkan badan dari si gadis untuk menutup celana mereka.

Irina menatap Saka meminta penjelasan, tapi pria itu malah mengabaikan Irina. Dengan tubuh Irina, pria itu mendekati salah satu karyawan yang tadi membicarakannya, memutar bahu pria itu dan membaca kalung name tag-nya.

"Deni Hendarko, finance," sebut Saka dengan nada dingin. "Aku tahu kamu ngelakuin ini karena perempuan siapa itu namanya, anak finance yang suka Saka, kan?"

Deni mengerjap panik sembari menarik name tag-nya. "Bu-bukan, Bu. Saya ..."

"Saya nggak butuh penjelasan apa pun. Sampaiin aja ke perempuan bodoh yang bahkan nggak bisa diajak ngomong baik-baik itu, saya nggak akan tinggal diam." Saka lalu mengangkat ponselnya. "Pembicaraan kalian udah saya rekam dan ini kasus pencemaran nama baik." Saka mengedik ke arah Irina yang masih mematung di depan pintu bilik toilet. "Saksi ada di sini, baik buat kejadian semalam dan kejadian di sini tadi." Saka menunjuk wajah-wajah karyawan di sana yang tampak memucat dan berkata kejam, "Dan saya akan ingat wajah-wajah kalian."

Saka lalu berbalik dan pergi begitu saja. Seketika, para karyawan itu sibuk saling menyalahkan dan menanyakan apa yang harus mereka lakukan. Irina sendiri segera mencuci tangan dan menyusul Saka.

"Saka!" panggil Irina dalam desisan ketika jarak mereka sudah dekat.

Saka menghentikan langkah dan berbalik untuk menatap Irina kesal. "Harus berapa kali aku ingatin buat nggak manggil aku dengan nama itu di sini?" Sepertinya, Saka benar-benar marah sekarang.

Irina menarik Saka menepi. "Kamu ngapain sih, berlebihan banget. Pakai ngancam si Fifin sama karyawan di toilet tadi."

Saka mendengus kasar. "Kamu sendiri, gimana kamu bisa diam aja dengar mereka ngomong kayak gitu tentang kamu?"

Irina mengerutkan kening. "Yang mereka omongin kan, kamu, bukan aku."

"Ini tubuhmu, kalau kamu lupa," desis Saka geram.

"Tapi, aku nggak masalah sih, toh yang mereka omongin kan, nggak benar."

Saka menggeram kesal. "Ini masalahmu! Kamu tuh, selalu kesal kalau aku bersikap dingin ke orang, tapi kamu nggak pernah peduli gimana orang mandang atau memperlakukan tubuhmu! Meski kamu sekarang ada di tubuhku, tapi kamu itu perempuan! Nggak seharusnya kamu biarin siapa pun ngelecehin kamu, sekecil apa pun."

Irina mengerjap. "Tapi ... mereka kan, cuma bercanda. Apa reaksimu nggak terlalu berlebihan?"

Saka lagi-lagi mendengus kasar. "Bercanda itu kalau lawannya juga tertawa dan nganggap itu lucu. Tapi, itu sama sekali nggak lucu. Apa menurutmu, kamu disebut penggoda itu lucu? Apa menurutmu, mereka ngomongin tubuhmu itu lucu?"

Irina menggeleng pelan. Tidak. Itu tidak lucu. Meski ia memutuskan untuk memaklumi karena harus membiasakan diri dengan itu, tapi menurutnya, itu sama sekali tidak lucu untuk disebut sebuah candaan.

Saka menghela napas lelah. "Hari ini aku pulang dulu. Kayaknya aku mau datang bulan. Perutku rasanya nggak enak dari tadi," ucap Saka sebelum pria itu pergi.

Sementara, Irina masih termenung di tempatnya. Ia terkejut, karena Saka lebih peduli pada dirinya, lebih dari Irina peduli pada dirinya sendiri. Irina menatap punggung Saka yang semakin jauh dan perlahan tersenyum.

Meski selalu bersikap dingin, tapi ia tahu, sebenarnya Saka itu pria yang baik. Mungkin karena dia memang titisan patung es, makanya dia bisa sedingin itu.

***

Saka menatap foto dirinya yang menyelimuti Irina dengan jas dari layar ponselnya. Saka memejamkan mata dan menggeleng. Sungguh, ia menyesal karena melakukan hal ceroboh seperti itu di kantor.

Hanya saja, semalam Irina tampak kedinginan. Saka hanya mengkhawatirkan tubuhnya. Gadis itu luar biasa ceroboh. Bisa-bisa tubuh Saka sudah sekarat ketika jiwa Saka bisa kembali ke tubuhnya nanti.

Saka menghela napas. Apakah benar-benar tak ada cara untuk jiwanya kembali ke tubuhnya?

Saka tak bisa berbohong. Ia lelah terjebak di tubuh pendek dan kecil Irina ini. Yang lebih membuat kesal dan frustrasi, tamu bulanan sialan ini!

Saka menatap pasrah sebungkus pembalut di tangannya. Tak pernah ia bayangkan sebelumnya, ia akan memegang benda ini. Saka bahkan punya merk pembalut favorit sekarang. Yah, setelah sepuluh tahun, ia seolah punya ikatan batin dengan pembalut.

Saka menghela napas pasrah.

***

TrappedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang