Part 27
Dari semalam, pikiran Alfian tidak karuan. Bayangan Milla menari-nari di hati dan pikirannya. Semenjak melihat gadis itu menangis di rooftop kemaren dan mendengar perkataannya, Alfian tidak bisa tidur nyenyak semalam.
Pagi ini, ia berharap bisa bertemu Milla dan menjelaskan semuanya. Langkah kakinya berhenti di depan kelas Milla. Seorang siswa keluar dari kelas itu, yang pasti Alfian tidak tahu namanya siapa. Alfian memang tidak mau tahu nama-nama adik kelasnya.
"Lo liat Milla gak?" Alfian mencegat jalan seorang cewek dengan rambut dikucir.
"Kayaknya belum datang deh kak," jawabnya sembari melirik ke dalam kelas.
Alfian mengangguk paham, ia memutuskan berdiri di depan kelas itu sampai bel masuk berbunyi. Ia menyandarkan tubuhnya ke tembok, sesekali melirik arah pintu masuk siswa-siswi yang berlalu-lalang. Sudah hampir lima belas menit Alfian berdiri, belum juga ada tanda-tanda kedatangan Milla.
"Lo ngapain berdiri di sini Al?" tanya Dafa yang baru datang bersama Monika.
"Pagi-pagi udah ngapel aja," canda Dafa dengan kekehan. Cowok itu datang bersama Monika. Yang memang, sejak pacaran mereka selalu berangkat bersama.
"Mau cari Milla ya kak?" tanya Monika dan Alfian hanya membalas dengan sedikit mengangguk.
Monika melirik ke dalam kelas, ia tidak melihat Milla di sana ataupun tas Milla yang terletak di atas meja.
"Kayaknya Milla belum datang deh Kak, Kak Alfian balik ke kelas aja, nanti kalau orangnya udah datang, aku kasih tau."
"Betul tuh kata Monika, udah kayak patung pancoran aja lo berdiri di sini, yuk ke kelas."
Monika tertawa kecil, sementara Alfian mendengus kesal.
"Beneran ya, ntar kasih tau gue!"
"Oke kak."
Monika masuk ke kelas. Dan Alfian beranjak pergi ke dalam kelasnya bersama Dafa. Bel masuk sudah berbunyi nyaring, tapi belum ada kabar tentang Milla. Wajah Alfian tampak gelisah, ia tidak bisa duduk tenang di tempatnya.
"Al, kata Monika, Milla hari gak masuk," kata Dafa memberitahu.
Perasaan Alfian semakin tidak enak. "Kenapa?"
"Gak ada kabar katanya."
Julian dan Bima yang mendengar obrolan itu hanya saling pandang.
"Kenapa gak lo hubungin aja." Julian mengeluarkan sarannya. Ya, Julian memang suka mengemukakan pendapat dan sarannya kepada orang-orang.
"Udah, tapi gak aktif."
Sudah berpuluh-puluh kali Alfian menghubungi ponsel Milla, tapi tetap tidak aktif. Telepon rumah Milla pun juga tidak diangkat.
"Lo khawatir sama dia?" tanya Bima, ia tidak pernah melihat wajah Alfian se-khawatir ini.
"Yaiyalah, pake nanya lagi, kalo gue gak khawatir, gue gak bakalan cariin dia dan nungguin dia di depan kelasnya pagi-pagi," kesal Alfian.
"Yaudah, samperin aja nanti ke rumahnya, gue juga khawatir sama dia, gue ikut lo nanti!" ujar Julian dengan santai.
Alfian bergumam menerima saran Julian.
Waktu terasa berputar lama menanti bel pulang sekolah. Ia sudah mengikuti pelajaran berjam-jam. Sekarang baru waktu istirahat. Ia melenggang ke kantin mengiringi teman-temannya yang berjalan di depan.
Merasa tangannya digenggaman oleh seseorang, ia menoleh melihat Eriska tersenyum padanya.
"Apa-apaan lo," kata Alfian sembari melepas tangannya dari perempuan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALFIAN [Completed]
Подростковая литератураFOLLOW DULU SEBELUM BACA📍 Menghindar jauh-jauh dari gadis itu merupakan suatu hal yang harus dilakukan. Namun semesta tidak berpihak padanya. Ketika gadis itu menganggap dirinya sebagai malaikat penyelamat. Semua berubah, membuatnya merutuki diriny...