Part 41
Siang ini tidak terlalu panas, namun tetap terasa hangat oleh Alfian. Pulang lebih cepat dari biasanya dikarenakan guru rapat adalah hal yang cukup menyenangkan. Sepertinya tidak berlaku untuk Alfian kali ini. Seharusnya begitu pulang sekolah, ia langsung berangkat ke rumah sakit hari ini.
Namun di sinilah ia berada sekarang ini, berada semobil dengan Eriska menuju sebuah cafe dekat sekolah. Sepanjang perjalanan, gadis itu tidak henti bicara tentang tugas yang akan mereka kerjakan bersama. Sesekali ia hanya bergumam membalas ucapan Eriska, tanpa minat sedikit pun.
Melihat Milla selama sebulan terakhir ini di rumah sakit terbaring tanpa daya, membuat hatinya terasa teriris dan semakin sesak. Pengakuan yang ingin Alfian katakan pada gadis itu hanya satu. Satu-satunya kalimat yang inginkan ia katakan adalah perasaannya yang sebenarnya terhadap gadis itu. Mengingat semua yang telah terjadi, akankah gadis yang selalu tersenyum itu akan mau mendengarkannya.
"Al, kok lo gak berhenti sih? Tempatnya udah lewat tuh!"
Alfian menghentikan mobilnya saat mendengar suara Eriska yang agak meninggi. Lamunannya membuatnya tidak fokus, untung saja cowok itu tidak menabrak tiang ataupun pembatas jalan. Dan lebih parahnya tidak menabrak orang ataupun kendaraan lain. Tidak ada sahutan dari Alfian, ia langsung memutar arah, tidak terlalu jauh dari tempat yang mereka tuju. Hanya terlewat sekitar dua puluh lima meter.
Mobil Alfian terparkir di area parkir cafe. Tiba di meja yang mereka pilih, Alfian mengeluarkan beberapa buku cetak dan juga laptop-nya. Lain halnya dengan Eriska yang tidak melakukan apa-apa selain duduk manis di hadapan cowok itu.
"Kita pesen makan dulu ya Al, gue laper." Eriska memperhatikan satu persatu makanan dibuku menu yang hendak dipesan.
"Pesen aja! Gue gak laper!" Alfian mulai menyalakan laptopnya.
"Kita makan dulu Al, masa iya langsung ngerjain tugas."
"Kalau lo mau makan, makan aja kali, gue kan gak ngelarang!"
"Tapi kan Al--"
"Buruan deh, katanya lo laper, gak usah mikirin gue!"
"Ya udah lo pesen minum aja deh, kalo gak laper."
"Iya deh, pesenin gue minuman, terserah minuman apaan."
Eriska tersenyum, menjadi teman sekelas selama dua tahun cukup membuatnya mengerti bagaimana menghadapi sikap Alfian yang seperti ini. Tidak ada salahnya mencoba memperjuangkan rasa. Dan Eriska sangat percaya kalimat itu. Berkali-kali ditolak, tidak cukup membuatnya mundur.
Getaran ponsel Eriska mengganggu konsentrasi gadis itu yang sedang memperhatikan Alfian, garis wajahnya terlihat tidak bisa ditebak. Sekilas ia kembali melirik Alfian yang sibuk dengan kegiatannya, kemudian mengetik sesuatu di benda pipih itu.
"Lo gak bakalan bantuin gue nih?"
Alfian sudah menegakkan kepalanya menatap Eriska yang sibuk memainkan ponselnya. Gadis itu tersenyum lebar, menyimpan ponselnya ke dalam tas.
"Sibuk banget sama hape lo," sindir Alfian lalu kembali memalingkan pandangannya pada laptop.
"Sorry."
Begitu pelayan cafe itu datang membawa pesanan Eriska, gadis itu langsung menyibukkan diri menikmati makanannya. Cukup lama bergelut dengan makanannya, gadis itu berpindah duduk di samping Alfian, bahkan menggeser kursi agak mendekat dengan cowok itu. Aroma yang sangat memabukkan tercium oleh penciuman Eriska. Ia tidak salah menyukai cowok, Alfian terlihat sangat keren jika dilihat dengan jarak yang begitu dekat seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALFIAN [Completed]
Teen FictionFOLLOW DULU SEBELUM BACA📍 Menghindar jauh-jauh dari gadis itu merupakan suatu hal yang harus dilakukan. Namun semesta tidak berpihak padanya. Ketika gadis itu menganggap dirinya sebagai malaikat penyelamat. Semua berubah, membuatnya merutuki diriny...