Part 35
Pukul lima sore kurang sepuluh menit, Alfian bergegas keluar kamar setelah bersiap berbenah. Ketika keadaan benar-benar tidak bisa dikendalikan lagi, manusia hanya bisa memohon dan meminta. Dan itulah yang terjadi saat ini. Memohon agar situasi membaik melahirkan sebuah rasa lega yang menyelibungi hati dari rasa takut.
Baru saja selesai menuruni anak tangga, kakinya terpaksa berhenti mengayunkan langkah. Ia melempar tatapan membunuh ke arah laki-laki yang kini berdiri tegap di hadapannya. Siapa lagi kalau bukan Alvino.
"Lo mau ke rumah sakit lagi?" tanya Alvino.
Alfian hanya menjawab pertanyaan itu dengan tatapan dingin, lalu melanjutkan niatnya pergi dari tempat itu.
"Tunggu Al!" Alvino menahan lengan Alfian agar tetap berada di tempat itu, sayangnya Alfian menepis kasar dan melanjutkan langkahnya.
"Gue minta maaf Al." Setelah kalimat itu lolos dari mulut Alvino, gerakan Alfian terhenti seketika, bahunya naiak turun menahan emosi agar tidak menghajar Alvino saat ini juga.
"Gue gak butuh maaf lo, gue cuma butuh Milla bangun sekarang. Dan lo, gak akan bisa bikin Milla bangun dengan kata maaf lo itu," ucap Alfian masih membelakangi lawan bicaranya. Ia melenggang pergi tanpa memedulikan apa yang akan Alvino katakan lagi.
Mobil Alfian berhenti di parkiran rumah sakit. Semenjak kematian papanya, ia sangat membenci yang namanya rumah sakit. Alfian ingat ketika papanya kecelakaan dan sempat dirawat di rumah sakit.
Alfian benci ketika harus melihat sosok yang sangat ia sayangi berbaring lemah di tempat itu, hingga akhirnya benar-benar pergi meninggalkannya untuk selamanya.
Dan sekarang kejadian itu terulang lagi. Terjadi pada gadis yang sangat disayanginya. Bedanya sekarang gadis itu masih menghembuskan nafasnya, pertanda masih ada kehidupan yang akan datang.
Begitu sampai di lorong rumah sakit, Alfian terpaksa menghentikan langkahnya, merogoh saku jaketnya. Beberapa kali handphone-nya berdering menandakan notifikasi pesan masuk. Ia menyerngit setelah membaca beberapa pesan masuk, lalu mengunci layar ponselnya dan menyimpan kembali ke tempat semula.
"Kok di luar, emang siapa yang di dalam?" tanya Alfian begitu melihat mamanya dan Monika duduk di depan kamar inap Milla.
"Ada teman sekolah kalian datang mau jengukin Milla," jawab Nira, mamanya Alfian seadanya.
Tatapan Alfian beralih menatap Monika. "Siapa? Terus kenapa lo gak temanin Milla di dalam juga?"
Kadang Monika kesal dengan kelakuan kakak kelasnya itu, kalau bicara tidak ada manis-manisnya sama sekali.
"Anu kak, di dalam ada--"
Tidak sabar menunggu jawaban dari Monika, Alfian langsung menerobos masuk ke dalam ruangan itu. Meskipun hanya melihat punggung saja, ia bisa pastikan siapa orang itu.
"Ngapain lo di sini?" tanya Alfian penuh penekanan.
Yang ditanya kini menoleh, menatap Alfian dengan senyuman bahagia, bangkit dari duduknya dan memposisikan diri di hadapan Alfian.
"Ada yang salah? Gue cuma jengukin Milla," jawabnya tenang.
Rahang Alfian mengeras, ia melirik Milla sejenak dan kembali menatap lawan bicaranya.
"Jangan datang ke sini lagi, kalo lo masih mau hidup!" tegas Alfian.
Edward tertawa renyah, ia tahu kata-kata Alfian tersebut berisi ancaman baginya.
"Lo ngancam gue?" tanya Edward memastikan.
"Jangan pernah masuk lagi ke ruangan ini!"
Alfian berjalan menghampiri Milla, membiarkan Edward berdiri di depan pintu.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALFIAN [Completed]
Teen FictionFOLLOW DULU SEBELUM BACA📍 Menghindar jauh-jauh dari gadis itu merupakan suatu hal yang harus dilakukan. Namun semesta tidak berpihak padanya. Ketika gadis itu menganggap dirinya sebagai malaikat penyelamat. Semua berubah, membuatnya merutuki diriny...