Part 46
Nisan putih yang berada di tengah halaman luas dengan rerumputan hijau menjadi pusat perhatiannya. Rasanya masih tak percaya bahwa semua ini akan terjadi. Selama ini, harapannya tidak pernah banyak. Hanya, bahagia bersama orang-orang yang disayanginya.
Ia mengusap papan nisan itu. Nama yang terpampang di sana adalah sosok yang sangat dirindukannya. Air matanya menitik mengingat-ngingat kenangan masa lalunya.
"Ikhlasin! Biarin dia tenang di sana."
Suara itu menghentikan rekaman kenangan itu. Semua hanya singgah dan berlalu pada saatnya. Kehilangan bukan berarti untuk dilupakan, tetapi untuk dikenang kelak. Nyatanya akan ada yang tinggal dan pergi. Semua di bumi pasti akan merasakan yang namanya kehilangan.
Ia menoleh, mendapati orang yang kini berdiri di belakangnya. Tidak ada suara yang keluar dari mulutnya. Diam seribu bahasa dan kembali menatap nisan itu.
"Udah sore, mending balik!"
Ia masih tak bersuara, namun tubuhnya bergerak untuk berdiri berhadapan dengan orang itu. Lagi-lagi, semua di luar ekspektasinya.
Benda itu terhempas entah ke arah mana. Keduanya terlonjak kaget melihat siapa yang berdiri di hadapannya. Bima melotot kesal, karena rencananya tersendat. Alfian melirik Bima yang bangkit berdiri.
"Lo gila hah?" bentak Bima sembari mendorong tubuh cowok di hadapannya itu.
"Lo yang gila Bim, gue gak mau terlibat kasus pembunuhan ya! Gue emang gak suka sama dia, tapi gak buat menghilangkan nyawa orang. Gue masih waras." Edward mendekati Alfian, menarik tubuh cowok itu dengan kasar hingga Alfian berdiri dengan susah payah.
"Pergi lo!" kata Edward berisi bentakan.
"Ward, dia musuh kita! Lo mau bebasin dia gitu aja."
Bayangan itu terhenti begitu tangan seseorang menepuk lengannya. Ia kembali menguasai pikirannya.
"Mau sampe kapan bengong? Ayo balik!"
"Thanks."
"Kalimat itu gak akan ngubah penilaian gue buat lo!" Edward melangkah lebih dulu, meninggalkan Alfian yang masih mematung di tempatnya.
"Kenapa lo mau nolongin gue?"
Langkah Edward yang terhitung baru lima langkah berhenti setelah mendengar pertanyaan itu, lantas menoleh ke arah Alfian di belakangnya.
"Gue gak nolongin lo, gue cuma mau lindungin diri gue sendiri dari ancaman penjara. Otak gue masih waras. Kayaknya otak temen lo tuh yang patut dipertanyakan. Gue kerjasama sama dia buat ngasih lo pelajaran, bukan buat bunuh lo."
Edward merogoh sakunya mengeluarkan sesuatu, lalu melemparnya ke arah Alfian. Dengan satu tangkapan Alfian berhasil menerima benda itu di genggamannya.
"Kunci mobil lo. Temen gue udah bawa mobil lo dari tempat itu kemaren, sekarang mobil lo ada di depan. "
Edward berbalik kembali melanjutkan langkahnya, tapi kembali terhenti. "Satu lagi, soal perjanjian itu, lupain!"
Setelah Edward benar-benar pergi, Alfian mengambil ponselnya dari dalam saku. Ada beberapa panggilan dan chat masuk yang belum ia lihat. Panggilan dari Nira dan Alvino paling banyak. Mereka pasti sangat mengkhawatirkan dirinya.
Tanpa pikir panjang lagi, Alfian menyeret langkah pergi dari tempat itu. Ia sangat berterima kasih pada Edward yang telah mau mengantarkannya ke tempat ini. Selama perjalanan pulang, Alfian masih teringat dengan Bima. Kejadian di mana Bima yang berusaha menghabisinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALFIAN [Completed]
Teen FictionFOLLOW DULU SEBELUM BACA📍 Menghindar jauh-jauh dari gadis itu merupakan suatu hal yang harus dilakukan. Namun semesta tidak berpihak padanya. Ketika gadis itu menganggap dirinya sebagai malaikat penyelamat. Semua berubah, membuatnya merutuki diriny...