Part 37
Merasakan seseorang mengikutinya, namun ia menghiraukan untuk tetap melanjutkan langkahnya menuju kelas. Kening Alfian berlipat melihat lengannya ditahan, yang tidak ia ketahui siapa. Ia menaikan pandangannya saat melihat tangan yang memagut lengan kokohnya.
"Hai," sapa orang itu lembut dengan hangat.
Alfian menyapu pandangannya ke sekitarnya, melihat beberapa siswa yang berangsur ramai.
"Ada apa?" tanya Alfian dengan nada datar.
"Gimana keadaan Milla?" tanya Eriska dengan wajah bersalah.
"Masih sama," jawab Alfian seadanya.
"Lo sayang banget ya, sama dia?" tanya Eriska hati-hati.
Alfian bingung sekaligus kesal atas pertanyaan itu. Ia masih marah pada gadis itu karena sikapnya yang kurang baik pada Milla. Tapi, tidak benci, seperti dirinya yang saat ini membenci Alvino.
"Tanpa gue jawab, gue rasa lo udah tau jawabannya."
Alfian hendak melanjutkan langkahnya menaiki tangga, tiba-tiba matanya menangkap sosok gadis yang sudah lama tak dilihatnya. Gadis itu tersenyum manis, melangkah mendekatinya. Eriska menoleh mengikuti arah pandang Alfian.
"Apa kabar? Udah lama kita gak ketemu," sapa gadis cantik berkulit sawo matang itu ramah.
"Lo Eriska, kan? Gue boleh ngomong sama Alfian bentar gak?" lanjutnya menatap Eriska meminta persetujuan.
Alfian menatap gadis itu tanpa minat. Ia juga tak mengerti kenapa gadis itu berada di hadapannya saat ini. Lain halnya dengan Eriska menatap gadis itu dengan tatapan tidak bersahabat.
Tidak ingin berlama-lama di tempat itu, Alfian melenggang pergi tanpa menghiraukan kedua gadis itu. Bukan malah menaiki tangga untuk menuju kelasnya, ia malah berjalan melewati tangga hingga ia sampai di halaman samping sekolah.
Udara segar pagi hari cukup membuat pikirannya terasa sedikit tenang untuk saat ini. Melupakan bahwa dirinya sedang kalut akan ketakutan. Ketakutan akan bayang-bayang kehilangan yang terus menghantui. Apapun yang terjadi selanjutnya hanyalah garis yang telah disiapkan. Alfian mengambil posisi duduk di sebuah kursi besi bewarna hitam. Ia memejamkan matanya menetralisir pikirannya sejenak.
"Alfian."
Mendengar nama dipanggil, sontak membuatnya refleks menoleh ke sumber suara. Gadis itu kembali menghampirinya, duduk di sebelahnya di kursi besi itu. Alfian menatap gadis itu dengan seksama, tidak ada yang berubah dari raut wajahnya, masih seperti dulu.
"Lo kenapa gak mau bales chat gue sih, telpon gue juga gak diangkat. Perasaan dulu kita gak kayak gini Al, dulu kita dekat, saling kasih kabar. Tapi, kenapa lo kayak gini," kata gadis itu terdengar lirih.
"Itu dulu Bel, sekarang beda. Gue gak mau bikin lo terluka lagi, jadi tolong jauhin gue!" Alfian melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya, lalu mencoba untuk berdiri.
"Al." Bella menahan Alfian agar tetap berada bersamanya di sana.
"Apa lagi sih Bel?" tanya Alfian pasrah, ia masih terpaku duduk di tempat itu.
"Kalau lo kayak gini, sama aja lo nyakitin gue Al. Gue gak bakal minta macem-macem kok sama lo, gue cuma minta, lo bersikap kayak dulu lagi sama gue, sikap gimana layaknya seorang teman."
"Gue minta maaf, karena waktu lo sakit gue gak ada. Gue minta maaf karna gue gak bisa bales perasaan lo. Gue harap perasaan lo udah berubah ke gue."
KAMU SEDANG MEMBACA
ALFIAN [Completed]
Novela JuvenilFOLLOW DULU SEBELUM BACA📍 Menghindar jauh-jauh dari gadis itu merupakan suatu hal yang harus dilakukan. Namun semesta tidak berpihak padanya. Ketika gadis itu menganggap dirinya sebagai malaikat penyelamat. Semua berubah, membuatnya merutuki diriny...