Part 29
Hampir satu jam Alfian menunggu dan ditemani oleh Julian. Alvino tidak kunjung datang. Alfian tidak bisa duduk diam seperti ini lagi. Ia harus segera bergerak. Matanya tertuju pada seorang laki-laki yang baru datang. Laki-laki itu tengah berbicara dengan perempuan yang berdiri di bagian receiptionist. Ia mengenal orang itu dan menghampirinya.
Alfian mendekat kearah laki-laki itu. "Kak Erik," sapanya.
Yang merasa dipanggil menoleh, dan memberi senyuman.
"Alfian." Sorak Erik sambil menepuk bahu Alfian.
Alfian mengenal Erik, dulu waktu Vino masih kuliah, laki-laki itu sering berkunjung ke rumahnya. Saat itu Alfian masih SMP.
"Kak Erik ngapain di sini?"
"Nyariin Vino, tapi kayaknya dia gak ada deh." Erik mendengus.
"Kebiasaan tuh anak habis manis, sepah dibuang," sambungnya.
"Maksud lo kak?" tanya Alfian curiga.
"Iya, kemaren dia hubungin gue buat minta bantuan, eeh sekarang dicariin gak ada."
Julian yang baru datang, melempar senyuman pada Erik. Erik tahu cowok itu adalah teman Alfian, karena ia memakai seragam yang sama dengan Alfian.
"Sekarang gue butuh bantuan lo kak, bantu gue cari kak Vino sekarang, gue harus nyelamatin seseorang sekarang. Gue gak mau kak Vino sampai salah langkah."
"Maksud lo?"
Alfian menceritakan semuanya pada Erik. Erik dengan cepat menangkap isi cerita Alfian. Ia diam dan mencoba berpikir sejenak. Bagaimana pun juga ia tidak mau Alvino dalam masalah besar.
"Gue rasa gue tahu di mana tempatnya, karena kemaren Vino sempat bahas soal tempat itu sama gue, karena gue juga yang bantu buat lengkapi bukti-bukti masalah Wijaya."
"Kita harus ke sana sekarang kak."
Erik mengangguk, lalu keluar dari tempat itu bersamaan dengan Alfian dan Julian. Mereka berangkat menggunakan satu mobil, yaitu mobil Erik.
"Vino pasti udah nyuruh orang buat jagain tempat itu," ujar Erik setelah berada di dalam mobil.
"Lo benar kak, tapi gue gak peduli, gue harus bisa bawa Milla keluar dari tempat itu dengan selamat!" kata Alfian, sesekali dia melirik jam yang melingkar di tangannya.
"Tenang aja Al, nanti gue pancing alihin perhatian mereka, dan lo masuk nyelamatin Milla." Julian kembali mengeluarkan idenya.
"Boleh juga, nanti gue bantu," timpal Erik.
Jalanan sempat macet membuat Alfian memukul dashboard, sejak tadi tujuannya selalu ada hambatan.
"Sabar Al, ntar mobil gue rusak loh," kata Erik sembari meletakkan kedua tangannya di stir.
"Kalo lo gak tenang, masalahnya akan tambah runyam Al," ucap Julian yang ikutan kesal.
Alfian melempar tatapan mengerikan pada Julian. "Apa lo bilang? Tenang? Milla itu dalam bahaya sekarang, dan nyuruh buat gue tenang, GUE GAK BISA!"
"Lo pikir lo doang yang khawatir sama Milla, hah? Gue juga!" kata Julian keras
"Woii, bisa diam gak sih kalian, gak usah berantem juga." Erik melerai dan kedua anak SMA itu bungkam.
*****
Tubuh Milla menggigil ketakutan, ia berhasil keluar dari tempat menakutkan itu. Tangannya terluka mengeluarkan darah segar karena pecahan kaca yang ia gunakan untuk melepas ikatan kali di lengannya. Rambutnya berantakan, wajahnya pucat dan air mata masih merajalela turun.
Orang-orang suruhan Vino berlari mengejar, kalau Vino tahu Milla melarikan diri, tentu mereka akan kena imbasnya. Kaki Milla sudah sangat lelah berlari dari orang-orang itu. Jalanan di sana juga sangat sepi. Ia tidak mau tertangkap kembali.
"Tolooong," teriak Milla dengan sisa tenaganya.
Tidak ada sahutan atau siapapun yang ia lihat di sana. Sementara di belakangnya, dua pria bertubuh besar itu sudah hampir dekat menangkapnya. Milla terus berlari tanpa mempedulikan kakinya yang mulai keram. Tanpa disadari, ia sampai di persimpangan jalan dan melihat mobil berlaju kencang akan menabraknya. Milla berteriak histeris, dan tubuhnya terpental akibat tabrakan itu. Dua orang suruhan Vino itu malah berbalik arah setelah melihat kejadian itu.
Nafas Alfian terasa tercekat di tenggorokannya. Oksigen terasa menghilang di sekitarnya saat melihat kejadian yang tidak pernah dia inginkan. Dia menyuruh Erik menghentikan karena menemukan sosok yang dirindukannya.
Sebelumnya ia bernafas lega, karena melihat seorang gadis mengenakan seragam sekolah yang sama dengannya berlari sekuat tenaga. Matanya memicing, saat menangkap dua pria berotot yang berusaha mengejar gadis itu.
Alfian keluar dari mobil dengan segera, dan berlari menghampiri Milla. Gadis itu tergeletak tidak sadarkan diri dengan kondisi penuh dilumuri darah. Erik dan Julian tidak kalah terkejut melihat apa yang mereka lihat saat ini.
Air mata keluar begitu saja, Alfian merengkuh tubuh Milla ke dalam dekapannya. Bahunya naik turun tak kuasa menerima apa yang terjadi. Seandainya dia bisa bergerak lebih cepat, ini pasti tidak akan terjadi. Alfian menangis dalam diam. Logisnya, jika seorang laki-laki meneteskan air mata karena seorang perempuan, itu berarti perempuan itu sangat berarti dalam hidupnya.
Bagi Alfian, ini adalah mimpi buruk dalam hidupnya. Dia tidak pernah mau menyakiti Milla sejauh ini. Bukan cara seperti ini yang ia inginkan. Ia mau Wijaya membayar semua kesalahannya. Bukan malah Milla.
Tiba di rumah sakit pun, Alfian masih dalam keadaan shock. Ia duduk di lantai, menumpukan lengannya di atas lutut. Milla harus selamat. Milla harus baik-baik saja. Kalau tidak, ia tidak akan pernah bisa memaafkan dirinya sendiri.
Tubunya terguncang hebat, ia terus berdoa dalam hati agar gadis itu baik-baik saja. Julian menghampiri Alfian dengan tenang.
"Milla pasti baik-baik aja kok Al, gue percaya dia gadis yang kuat," kata Julian, tangan kanannya diletakkan di bahu Alfian.
Afian mendengar perkataan Julian, tapi ia memilih diam, dia hanya menunduk dalam-dalam. Pintu kamar yang terdengar terbuka mampu membuat Alfian mengangkat kepalanya dan berdiri.
"Milla baik-baik aja kan Dok?" tanya Alfian cepat.
"Al." Erik memperingati, karena cowok itu seperti mendesak.
Dokter itu menghela nafas sebelum menjelaskan semuanya.
"Kami sudah melakukan yang terbaik untuk pasien. Tapi mohon maaf, keadaan pasien benar-benar sulit untuk segera pulih. Kepala pasien mengalami benturan yang cukup kuat. Sangat disayangkan kondisi pasien saat ini sangat mengkhawatirkan. Tubuh pasien juga tidak merenspon baik penangani yang telah kami berikan. Untuk saat ini pasien mengalami koma."
Alfian menggeleng kuat, napasnya terasa berhenti saat mendengar penjelasan itu. "Enggak! Dokter pasti salah, kan?"
"Sejauh ini, kita hanya bisa memantau kondisi pasien, kalau keadaan pasien tidak ada perubahan, saya dan pihak rumah sakit, tidak bisa memberi kesimpulan kapan pasien akan sadar, dan kecil kemungkinan pasien akan kembali sadar."
"Dok, dokter harus sembuhin Milla, Milla harus bangun dok!" tegas Alfian semaunya.
"Kami pihak rumah sakit akan melakukan semampu kami, jadi saya harap keluarga dan orang-orang terdekat membantu dengan do'a."
"Baik dok, terima kasih dok," ujar Julian, matanya sudah berkaca-kaca mendengar penjelasan dokter.
"Saya permisi dulu."
Sekarang apa yang harus dilakukan oleh Alfian. Seolah semua tidak berpihak padanya. Ia mengusap wajahnya kasar. Kakinya terasa menjeli, hingga tubuhnya terjatuh ke lantai.
--------------
Happy reading ❤❤❤
KAMU SEDANG MEMBACA
ALFIAN [Completed]
أدب المراهقينFOLLOW DULU SEBELUM BACA📍 Menghindar jauh-jauh dari gadis itu merupakan suatu hal yang harus dilakukan. Namun semesta tidak berpihak padanya. Ketika gadis itu menganggap dirinya sebagai malaikat penyelamat. Semua berubah, membuatnya merutuki diriny...