2. Profesi Baru

54.7K 4.2K 83
                                    

💜Happy reading💜

Jangan lupa senyum

***

Kania menggerutu habis-habisan. Dia terlambat! Tentunya dosen dengan predikat paling buas itu tidak mengizinkannya masuk. Semua karena kecelakaan kecil tadi—peristiwa yang akan melekat di dalam otak.

Kania tidak habis pikir. Arya yang selama ini dipuja-puja ternyata memiliki sifat yang sentimental. Habislah sudah harapannya untuk bersanding dengan pria itu, dia sakit hati.

“Ih! Kenapa dia ganteng, sih?!” Kania menggerutu lagi. Walau otaknya menyuruh untuk membenci Arya, tetapi hatinya masih menyimpan setetes cinta. Bayangkan! Setetes cinta itu mendatangkan kegalauan paling merana. Bagaimana jika hatinya dipenuhi cinta?

“Kania!” Raju menghampiri, pandangan mata langsung tertuju pada wajah bete bernuansa kelam. “Kamu kenapa?”

“Lagi galau, Ju.”

Raju manggut-manggut, meraih ponselnya cepat lalu mencari foto-foto orang ganteng. Pilihannya jatuh pada seorang pria berkulit eksotis, berambut gondrong, dan berperut sixpack.

“Lihat!” Raju menodong Kania sembari tersenyum bangga. “Gimana? mood kamu langsung bahagia, kan? Dia koleksi favorit aku.”

Kania mendekatkan kepala, memindai saksama. Foto bak uang triliunan itu memberi energi tambahan, Kania tertarik akan ketampanannya. Pas sekali, sangat cocok untuk dijadikan bahan khayalan ketika tugas menumpuk.

“Kamu dapat dari mana? Kok dia ganteng?” tanya Kania. Sekarang dia sibuk menggeser layar untuk mencari foto yang sama.

“Itu dibagi sama Citra.”

“Citra? Kok dia nggak ngasih tahu? Curang banget jadi orang! Nggak bagi-bagi!”

Raju tertawa kecil, bernada seksi. Suara bariton yang ia miliki berbanding terbalik dengan wajah polosnya, bisa dibilang baby face. Kadang ia dituduh mahasiswa yang menyelinap ke kampus, kadang juga dipanggil 'Dek' oleh sekelompok anak SMA. Tidak sesuai juga dengan namanya, Raju Raja Langit. Banyak orang yang memanggilnya dengan panggilan yang berbeda-beda. Ada yang menyebut Raju, Raja, dan juga Langit. Tapi yang lebih populer adalah Raju.

Alasan utama mengoleksi foto seperti Kania adalah ... ia juga mau berusaha membentuk tubuhnya. Bukan karena memiliki ketertarikan seksual yang menyimpang.

Tidak!

Raju berdiri tegak tanpa belok kanan, belok kiri. Jangan beranggapan aneh hanya karena wajahnya manis.

“Mau pulang bareng aku?” Raju merampas ponselnya cepat. Dia tidak tahan melihat Kania yang sudah ileran.

“Emang kamu nggak ada mata kuliah?”

“Dosennya lagi bermasalah, katanya sakit perut, moga-moga aja sakit perutnya nggak parah, dia cantik soalnya. Terus … mata kuliah selanjutnya itu Bu Badai, aku lagi malas lihat mukanya yang garang, udah kayak orang yang mau lahiran.”

Kania tertawa mendengar ocehan Raju, temannya yang satu itu memang agak pilih-pilih, tidak terlalu memikirkan tentang nilai. Raju sejak dulu tidak ingin berkuliah, dia memiliki jiwa pebisnis. Orangtuanya saja yang selalu memaksa, makanya Raju setengah-setengah dalam belajar.

Akhirnya mereka berdua memutuskan untuk kembali ke rumah. Raju harus mengantar Kania sampai ke rumahnya, sekalian untuk berteduh sejenak dan beristirahat. Tempat tinggal mereka berbeda jalur, sedikit berjauhan.

“Gimana soal orangtua kamu? Mereka nggak mau balikan?” Raju memperlambat laju motor agar suara angin tidak meredam suara.

Kania menghela napas gusar. Tiga hari yang lalu orangtuanya memutuskan untuk bercerai. Dia sudah mencoba berbagai cara agar keduanya mau berdamai. Terlebih lagi ia memiliki dua orang adik kembar yang masih SD. Langit dan Awan masih membutuhkan perhatian seorang ibu. Kakak laki-lakinya juga masih sangat terpukul.

The Papa Hunter [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang