💜Happy reading💜
***
“Hari ini cuacanya cerah banget, kamu nggak mau ke luar?” Nisa bertanya setelah meletakkan nampan di meja.
Kania diam.
“Arthur bilang kalau kamu itu kerja, udah dua hari kamu di kamar terus. Nggak kangen sama kerjaannya?”
Kania menggeleng.
Pantang mundur. Nisa mencari kalimat lagi. Dia bergumam panjang.
Kania masih diselimuti kesedihan, dia enggan untuk berbicara. Hanya sesekali mulutnya dipakai, itupun sangat singkat. Kania yang bawel untuk sementara terpenjara, sisi rapuhnya tengah mendominan.
“Kania….” Nisa meraih nampan yang dibawanya tadi, mengambil sesendok nasi lalu diarahkan ke mulut Kania. “Makan dulu, nanti kamu sakit.”
“Nggak mau.”
“Kenapa nggak mau?”
“Nggak nafsu.”
Nisa memijit batang hidungnya. Selama dua hari ini banyak tekanan yang diterimanya. Ia juga memikirkan anaknya yang sedang sakit di Jakarta. Dia tidak bisa membawanya karena kondisinya tak memungkinkan.
“Sampai kapan kamu mau kayak gini? Sampai Arthur copotin satu persatu poster kesayangan kamu?”
Kania melirik sengit. “Jahat!”
“Makanya, kamu harus makan kalau nggak mau itu terjadi. Arthur bisa marah kalau kamu gini terus….”
Kania masih mempertahankan pendiriannya. Melihat makanan membuatnya enek. Nafsu makannya terkubur bersama dengan keceriaan.
“Ayo makan, nanti Mbak suapin.”
“Nggak mau….”
“Satu kali aja.”
“Nggak!” Suara Kania meninggi. Dia lantas menyelimuti dirinya sendiri. “Aku mau sendiri, Mbak. Aku nggak mau diganggu dulu.”
“Tapi….”
“Aku mau sendiri, Mbak!”
Nisa menyerah. Dia pun meninggalkan Kania. Di depan pintu dia berpapasan dengan Arthur, Nisa menggeleng sebagai bentuk perwakilan hatinya.
“Kania nggak mau makan, dia juga nggak mau diganggu.”
“Dia ngapain sekarang?” tanya Arthur.
“Kamu lihat aja sendiri.”
Arthur memasuki kamar pelan-pelan, dia duduk di tepi kasur. Kania mengintip sedikit, matanya berair.
“Kenapa nggak makan, sayang?”
“Nggak mau.”
“Kamu nggak boleh kayak gini terus, ayah bisa sedih.”
Menyinggung soal ayah, Kania tak kuasa menahan rasa sakit di hati. Air matanya menetes, tangisnya terdengar lirih.
Arthur menarik tangan Kania, memeluknya sebagai bentuk kasih sayang. Arthur tidak pernah tahu kalau adiknya bisa selemah ini.
“Aku rindu sama ayah, Bang….”
“Kita semua rindu ayah. Kita semua sedih ditinggal ayah. Tapi nggak baik berlarut-larut dalam kesedihan. Sedih boleh, tapi jangan sampai kelewatan. Emangnya, kamu nggak rindu sama Zayn? Udah dua hari kamu nggak ke rumah Arya.”
Kania mendongak. “Aku … aku….”
“Nanti Abang kabulin permintaan kamu. Apa aja. Kamu minta Pak Hilmy ke sini, nanti Abang hubungin dia. Kamu minta dibeliin poster cowok-cowok kece, Abang kabulin juga. Atau … kamu mau ketemu sama Mas Tedjo?”
KAMU SEDANG MEMBACA
The Papa Hunter [✓]
RomancePeringkat 1 Romance (22-04-2021) Arya Hermawan adalah seorang duda beranak satu. Meskipun begitu, ketampanannya banyak memikat wanita. Dari semua kalangan, baik wanita yang setara dengannya dan wanita yang masih sangat muda. Tetapi ... Arya tidak pe...