💜Happy reading💜
***
Arya pulang lebih cepat dari biasanya, sekitar pukul tiga. Tanpa banyak basa-basi ia mengajak Kania pergi, Zayn ikut juga.
Tentu ini melahirkan tanda tanya. Apa yang akan dilakukan si duda keren? Makin kesini perilakunya makin aneh. Tidak bisa ditebak.
“Kita mau kemana, Pak?” tanya Kania heran.
“Temani saya ambil baju.”
“Baju?”
“Di tukang jahit.”
Kania masih belum mengerti. Apa gunanya dia menemani Arya? Bukannya itu akan membuat si tampan merasa terganggu?
Kania diam selama perjalanan, Zayn di pangkuannya asyik memandangi jalanan dari depan. Arya melirik sekilas, cukup heran dengan apa yang terlihat. Kania bisa anteng?
Mobil berbelok ke kiri, mereka baru saja melewati penjual sate yang tempo lalu membantu Kania. Arya memutar lagi stir ke kiri, kemudian ke kanan. Rumah-rumah penduduk tersebar, seolah menyambut setiap kendaraan. Jalanan ini sangat ramai, berbanding terbalik dengan kediaman Arya.
“Kita mau kemana, Pak?” Kania mengamati, matanya baru saja menangkap Sekolah Luar Biasa.
*Sekolah Luar Biasa adalah sebuah lembaga pendidikan formal yang melayani pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus.
“Kan kamu udah dengar, saya mau ambil baju.”
“Jauh banget…,” lirih Kania.
“Emang agak jauh, tapi hasil jahitannya bagus.”
Zayn menggoyangkan tubuhnya, Kania membantunya untuk berdiri. Bayi gembil itu tampak senang diajak jalan-jalan. Sejak ia lahir, Arya tidak pernah membawanya kemana-mana. Ini yang pertama, bersama Kania.
Arya menepikan mobil. Terdapat sebuah rumah berwarna biru, dua lantai. Seorang anak laki-laki sedang bermain bola di teras rumah, menendang bolanya ke batang pohon mangga.
“Ini rumahnya.”
Anak tadi langsung berhenti dan masuk ke dalam rumah, memanggil seseorang. “Pah, ada Om Arya!”
Arya duduk di sofa bersama Kania, tidak perlu menunggu untuk dipersilakan, Arya kenal baik dengan pemilik rumah. Mereka berteman.
“Eh … ada Pak Arya.” Wanita berambut pendek tersenyum lebar. Matanya mengerling pada Kania. “Wah … Pak Arya nggak undang kalau udah nikah. Kok gitu, Pak?”
Kania tersenyum malu, sama sekali tidak berminat untuk meluruskan kesalahpahaman. Lagipula, Kania suka jika disalahpahami seperti itu.
“Papanya Aksa mana, Bu?” tanya Arya. Dia juga tidak terlalu memusingkan apa yang didengarnya tadi.
“Saya panggilin dulu, dia ada di kamar mandi.”
Mata Kania menatap sekeliling, bocah yang tadi bermain bola menghampiri. Tangannya menggenggam sebuah boneka. Kania memberi senyum tipis pada si bocah.
“Anak Tante lucu,” ujarnya.
“Makasih….” Kania menjawab malu-malu.
Arya hanya diam memperhatikan interaksi keduanya. Dia meraih toples yang berisi kue, makan.
“Nama kamu siapa?” Kania mencubit pipi anak laki-laki itu.
“Nama saya Aksa, Tante.”
“Oh … kamu Aksa?”
KAMU SEDANG MEMBACA
The Papa Hunter [✓]
RomancePeringkat 1 Romance (22-04-2021) Arya Hermawan adalah seorang duda beranak satu. Meskipun begitu, ketampanannya banyak memikat wanita. Dari semua kalangan, baik wanita yang setara dengannya dan wanita yang masih sangat muda. Tetapi ... Arya tidak pe...