9. Kekacauan

43.9K 3.4K 96
                                    

💜Happy reading💜

Mau nanya, udah difollow belum?

***

Kania melirik arlojinya—menunjukkan pukul dua siang. Mata kuliah terakhir begitu memeras otak. Ia sama sekali tidak mengerti apa yang dikatakan dosennya. Mungkin jenis kelamin jadi faktor utama. Kania sedikit pilih-pilih. Lebih bersemangat jika laki-laki, terlebih lagi kalau sudah tampan. Kedua mata akan memunculkan bentuk cinta.

Kania menunggu angkutan di depan kampus. Citra dan Tiara sedang pergi untuk menguntit salah satu dosen muda di universitas lain. Kania kali ini tidak bisa ikut, walaupun harus bertengkar dengan hati dan otaknya.

"Kok nggak ada kendaraan, sih?" Kania menunggu tidak sabar. Tas punggungnya diletakkan di tanah, berwarna hitam, isinya sangat berat.

Rencananya, Kania akan mencari pekerjaan di pusat kota. Banyak kafe dan restoran di sepanjang jalan. Walau kemungkinannya kecil untuk diterima.

"Kania?"

Motor berhenti tepat di depan mata. Kania menyunggingkan senyum. Laki-laki itu adalah salah satu pujaan hati.

"Kamu belum pulang?" tanya Agus.

"Aku lagi nungguin angkot, Bang. Abang ngapain di sini?"

Agus turun dari motor, menyampirkan helm di kaca spion. Wajahnya sedikit mirip dengan Arthur. Perbedaan mencolok adalah alis dan hidung. Alis Agus lebih tebal dan hidungnya juga lebih mancung. Ia merupakan cowok langka karena berhasil memasuki celah hati—Kania lebih menyukai pria dewasa.

"Abang baru aja pulang dari kampus, maunya langsung ke restoran," jelas Agus.

"Hm ... aku mau nanya, Bang."

"Tanya aja."

"Di restoran Abang ada lowongan nggak?" Kania berkedip penuh harap.

Agus bergumam. "Seingat Abang, udah penuh, Dek. Malahan orangnya kelebihan. Emang kenapa?"

Bahu Kania merosot, mempoutkan bibir. "Nggak apa-apa, Bang. Cuma nanya aja."

"Kirain."

"Bang, aku boleh nebeng nggak? Capek nungguin angkot, nggak datang-datang."

"Ayo." Agus memasang kembali helmnya, kedua tangan memegang setir. Motor bergoyang kecil tatkala Kania menaikinya, dia terlalu bersemangat dapat tumpangan dari seorang gebetan.

Menyukai sepupu sendiri bukanlah masalah besar, kan?

Agus melaju dengan lincah, kebiasannya memang seperti itu. Tidak jauh berbeda dengan Kania. Keluarga besar mereka didominasi pembalap, tepatnya pembalap liar. Hanya Arthur saja yang tak mampu melaju cepat, sangat lambat dibandingkan dengan yang lain. Kecepatan maksimalnya hanya berkisar antara empat puluh ke atas.

"Bang, bisa anterin aku di kedai Putih Miracle?" tanya Kania kencang.

"Ngapain ke sana? Mau ketemuan, ya?" Agus tergelak geli.

"Ih! Nggak, Bang. Aku mau urus sesuatu di sana." Kania memerhatikan layar ponsel, membaca informasi. Putih Miracle merupakan kedai kopi yang paling banyak digemari, Kania ingin mencoba peruntungan di sana.

"Urus apaan?"

"Itu rahasia, Bang."

"Gitu?"

Kania tidak mendengar, ribut angin saat berkendara memicu pendengaran menurun.

"Kania!" Agus menoleh sebentar ke belakang.

"Hm?!"

"Sepatu yang Abang kasih masih muat, kan?"

The Papa Hunter [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang