20. Arya dan Koleksi

37.7K 3.1K 124
                                    

💜Happy reading💜

***

Kania dikagetkan dengan kemunculan Arya di kamar Zayn. Dia hampir menjerit kencang, mengira sosok itu adalah seorang malaikat. Kania beranggapan seperti itu karena tubuh Arya bersinar.

Ya, begitulah sikap berlebihan seorang pecandu duda. Tapi sungguh! Dia mencoba kembali ke jalan yang benar walau jalannya berliku.

Zayn sedang bermain dengan salah satu mainan, berbentuk stik yang ujungnya bundar. Ia sudah bisa menggenggam sesuatu. Meskipun wajahnya kadang jadi korban. Kekuatan tangannya belum sempurna.

"Ganti baju dulu ya, sayang...." Arya meletakkan baju ganti di samping kanan.

“Hm … biar saya aja, Pak."

Tadinya Kania berniat mengganti pakaian Zayn setelah membasuh wajah di kamar mandi. Namun tak menyangka Arya akan berada di sana.

Arya menggeleng. “Nggak apa-apa, saya lagi pengen main sama Zayn. Kamu istirahat aja dulu. Kamu pasti capek, kan? Pulang kuliah langsung jagain Zayn.”

Kania berjalan ke tempat tidur, meraih ponsel di meja. Jujur, otot-ototnya tegang. Memang benar perkataan Arya, dia butuh istirahat.

“Soal tadi, saya minta maaf.” Arya melirik ke belakang. “Saya nggak bermaksud apa-apa, saya cuma mau ringanin tugas kamu. Saya juga nggak akan potong gajimu kamu, kok.”

“Iya, Pak. Saya ngerti, Kanza itu asisten Bapak, orang yang paling Bapak percayai. Saya ini siapa?”

“Kania….” Arya berucap tak suka, dia merasa bersalah.

Kania menarik napas panjang, berang rasanya mengingat sesuatu yang menjengkelkan. Bukankah tadi Arya menyuruhnya istirahat? Mengapa harus mengungkit masalah?

“Kania….”

“Hm?”

“Kamu marah?”

“Nggak, Pak.”

“Terus kamu kenapa? Kok diam? Saya lagi bicara sama kamu.”

Untuk mengurangi terciptanya letusan emosi, Kania harus memandangi manusia-manusia berwajah dewa. Diantaranya ada Jagat Bumi Cakrawala, Hilmy Sadewa, Bayu Kusuma, termasuk Arya Hermawan.

Isi HP Kania dipenuhi cowok-cowok kece. Bahkan Kania jarang berselfie.

“Kania….” Arya meletakkan Zayn di samping cewek itu. “Kamu marah?”

“Kenapa saya harus marah, Pak? Saya itu nggak marah, beneran. Tapi kalau kesel, iya!”

“Kenapa?”

“Bapak masih nanya? Saya jelas kesel karena Bapak seenaknya mutusin sepihak gitu. Kita itu udah buat perjanjian, Pak. Saya yang akan jagain Zayn selama setahun, nggak perlu orang lain lagi. Saya mumpuni, Pak. Saya nggak mau Kanza jadi pengasuhnya Zayn juga….”

"Saya minta maaf, saya yang salah.”

“Saya harap nggak lihat dia lagi, Pak. Saya rada sensi di dekat dia.” Kania berucap pelan namun penuh tekanan. Ia pun menatap Zayn sebagai pereda emosi.

“Iya, saya hargain pendapat kamu. Tapi kamu jangan berubah sama saya. Nggak usah ngambek.”

Kania meletakkan HP-nya di kasur, masih menampilkan sebuah foto. Dia mengira layar HP sudah mati. Nyatanya terjadi kesalahan teknis. Niat hati menekan tombol off, tapi yang tertekan adalah tombol volume.

Arya melirik tanpa sengaja. Berusaha menampilkan wajah datar saat melihat fotonya sendiri. Ia beralih menatap Kania yang sedang mengajak Zayn berbicara.

The Papa Hunter [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang