24. Berita Buruk

38.5K 3K 101
                                    

💜Happy reading💜

***

Kania tahu Arya tidak menyukainya, tetapi pria tampan itu seolah-olah ingin bermain dengannya.

Kania jelas frustasi. Saat dia ingin melupakan, Arya datang membawa secercah harapan. Kania baper parah saat mengetahui Arya yang menjadi pelaku utama terhapusnya koleksi foto.

Kania senang, sedih, bingung, dan juga galau.

Belum lagi masalahnya dengan Agus. Untuk saat ini Kania tidak mau berdekatan dulu dengan cowok itu sebelum hatinya terpondasi kuat lagi.

“Kania, saya pulangnya nanti agak malam.” Arya menyisir rambutnya dengan tangan sebelum duduk di meja makan.

“Pulang malam, Pak?”  tanya Kania sangsi. Dia baru saja datang, lebih cepat dari biasanya. Untuk apa? Ia mendadak ingin bertemu Arya, hatinya meminta seperti itu.

“Intinya saya pulangnya telat, ada banyak yang harus saya selesain. Kalau Zayn udah tidur, kamu bisa pulang. Nggak usah nungguin saya.”

“Jadi … saya bisa langsung pulang, Pak?”

Arya mengangguk. “Iya.”

Sarapan pagi dimulai. Zayn masih tertidur. Akhir-akhir ini bayi itu memiliki kualitas tidur yang baik. Kania bersyukur karena Zayn tidak rewel dengannya. Dengan begitu ia masih bisa belajar, meski melalui ponsel.

“Hm….” Kania meraih segelas air, matanya berkedip dua kali secara cepat. Ia belum mendapat jawaban dari permasalahannya dengan Arya. “Pak….”

“Apa?” jawab Arya tanpa melirik.

“Saya masih kepikiran, Pak.”

Arya mengurungkan niat memasukkan roti ke dalam mulut. Dia menatap Kania datar. “Jangan bilang kamu mau ngomongin soal koleksi kamu.”

Kania nyengir. “Iya, Pak.”

“Kania … kamu lupain itu. Jangan dibahas lagi. Ngerti?”

“Tapi….”

Embusan napas terdengar berat. Sejujurnya Arya gengsi mengakui perbuatannya. Ia tak bisa memberi penjelasan terperinci dan masuk akal.

Tidak mungkin Arya mengatakan bahwa dia terusik, bukan? Kania pasti makin getol meluncurkan serangan mematikan. Dia akan kembali pada kebiasaannya untuk menggoda, dan Arya tidak suka itu.

“Kania, sebentar lagi saya mau rapat. Kamu jangan buat saya tertekan.”

“Bukannya gitu, Pak. Saya cuma mau tahu alasan kenapa Bapak hapus koleksi saya. Saya nggak ada niatan mau buat Bapak pusing.”

“Saya udah pusing dari tadi. Saya pusing sama semuanya. Kamu jangan aneh-aneh. Terima nasib aja.”

Kania menggerutu, merasa tidak adil. Andai Arya bukanlah sumber keuangannya, ia pasti sudah melakukan aksi demo. Baik karena merusak hal pribadi dan juga karena aura mempesona yang bertebaran dimana-mana.

Kania tidak tahan dengan kesempurnaan yang dimiliki Arya!

“Saya pergi dulu.” Arya mengambil tas jinjing berwarna hitam. Dia melangkah lebar.

Kania mengekor dari belakang, berhenti di depan pintu. Mobil sedan berwarna hitam sudah terparkir di depan, hari itu Arya ditemani Pak Gatot—supir pribadi.

“Pak.” Kania menghampiri, menatap sejenak lalu menepuk kecil di bagian bahu. Berkata, "Ada debu."

Arya berdeham.

The Papa Hunter [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang