Perempuan itu mengulurkan tas Prada berwarna maroon pada seseorang yang sedari tadi terus mengekorinya setelah turun dari mobil.
Mereka melewati ruang pemotretan, baru 20 cm melangkah. Perempuan itu menyeret stilettonya untuk kembali mundur. Lalu ia memasuki ruangan itu yang di sambut dengan ekspresi kaget dari para karyawan yang tengah bekerja disana. Sementara sang asisten hanya bisa tersenyum canggung melihat sebagian dari mereka bertanya kenapa sang Presiden Direktur bisa masuk ke tempat ini.
"Beri aku gunting" perintah perempuan itu.
"Eh, buat apa ibu Presdir?" tanya si penata gaya yang terlihat takut.
"Aku ingin menggunting rok yang model itu gunakan" jawab perempuan itu singkat, ia telah mengulurkan tangan kanannya ke udara. Tepat, saat itu juga asistennya sudah meletakkan gunting jumbo di atasnya.
"Tapi, baju itu di design oleh Madam Joo. Anda tahu kan berapa harganya?"
Perempuan itu menoleh ke pria yang sedari tadi berbicara dengannya, dengan tatapan laser ia mengangkat ujung gunting ke dagu salah satu karyawannya.
"Adria" panggil asistennya.
Jadi perempuan yang menyandang jabatan Presiden Direktur itu bernama Adria. Ia mengarahkan tangannya yang lain, memberi isyarat agar semua orang diam. Pria itu menatap Presdirnya horor, kedua kakinya gemetar.
"Harga dress itu tidak lebih penting daripada jumlah yang di hasilkan jika majalah kita sukses di pasaran. Lagipula sejak kapan kau bisa mengaturku?" Adria masih memainkan ujung gunting di wajah si penata gaya.
"Maafkan aku sajangnim"
"Adria" panggil asistennya lagi.
"Huh" Adria mengalihkan perhatiannya kepada seorang model yang tengah mematung di depan background putih.
Adria dengan cekatan mencari garis jahitan pada bagian one piece yang modelnya gunakan. Lalu menggunting di satu sisi, lalu di sisi yang lainnya. Kemudian ia membenarkan pose perempuan di hadapannya.
Adria menjentikkan jarinya, membuat sebuah suara dari gesekan antara telunjuk juga ibu jarinya. Bagian lightning segera mengatur lampu, Adria meminta model bernama Amelia itu merendahkan dagunya.
"Take her picture" seru Aria.
Mereka terdiam.
"Chris, kau harus memotretnya. Sekarang" bisik asisten Adria.
"Oh, iya. Baiklah" sang fotografer segera merendahkan bahunya untuk mencapai kamera dengan tripod standingnya.
Adria menyilangkan kedua tangannya di depan dada, melihat silaunya cahaya blitz yang terus menerus muncul saat Chris mengambil gambar.
"Aku tidak mau tahu, foto ini harus di pakai. Sampaikan itu pada mereka" Adria berhenti di samping asistennya sembari melontarkan beberapa patah kata.
"Ehm. Adria bilang kerja bagus. Foto ini harus ada di laman utama majalah bulan depan. Jangan lupa" asistennya tersenyum, sebelum tersandung. Ia melepaskan lilitan kabel properti di ujung high heelsnya lalu mengikuti Adria.
Sementara mereka yang ada di ruangan itu mengomeli sang penata gaya yang berani mendebat wanita yang jelas – jelas punya jabatan tertinggi di kantor. Beberapa dari mereka bilang jika pria itu beruntung karena Adria tidak memangkas rambutnya karena mood presdir mereka pagi itu sedang baik.
“Adria”
(Tidak ada sahutan)
“Adria Choi”
(Yang di panggil malah dengan santainya duduk setelah melepas coat panjang yang sedari tadi menutupi outfit kerjanya)
“Choi Soo Bin!” kali ini asistennya memanggil dengan oktaf tertinggi.
“Ya ampun Kaisa, aku dengar. Kau tidak perlu memanggilku dengan nama itu! Kau kenapa sih?” Adria menekan tombol turn on pada Ipadnya.
Perempuan itu berkacak pinggang di depan Adria yang sedari tadi menunduk, memeriksa email masuk.
“Sesenti saja tanganmu meleset. Fotografer itu bisa berakhir di rumah sakit, kau tahu tidak?” kata asistennya galak.
“Ya kan nyatanya tidak, aku bisa mengontrol kekuatanku dengan baik kok” balas Adria santai.
“Bersikaplah ramah sedikit. Memang seharusnya kau ini punya pacar agar sikapmu lebih lembut lagi” kali ini asistennya melunak, ia mengambil dua gelas dari laci nakas dan menarik flower tea yang di kemas menggunakan tabung reaksi yang berjajar rapi di wadah kayu.
Adria masih diam, mendengarkan.
“Kalau sikapmu ekstreem begitu, wakilmu yang baru tidak akan bertahan dalam waktu satu bulan” Kaisa mulai menyeduh teh dengan air panas.
“Ah iya, orang itu kapan datangnya?” tanya Adria mengalihkan pandangannya dari tablet.
“Orang itu punya nama dan namanya Lee Min Hyuk, dia tampan, muda, baik, prestasinya juga segudang. Aku sudah pernah mengirimimu cvnya lewat email. Entah kau membacanya atau tidak. Karena kau tidak pernah peduli dengan prestasi seseorang hingga kau menghadapinya sendiri. Jaga sikapmu, kali saja kalian dapat bekerja sama dengan baik dan berakhir dengan hubungan spesial. Akan sangat bagus jika kalian pacaran, sama – sama muda, berbakat, good looking. Semua orang akan iri” Kaisa menyodorkan teh itu pada Adria.
“Berhentilah mencomblangkanku Kaisa. Aku tidak se desperate itu” Adria tertawa begitu mendengarkan penjelasan asistennya.
“Ia akan datang hari ini. Setelah jam makan siang” kata Kaisa duduk di sofa yang berada di tengah ruangan. Ia juga tengah memeriksa jadwal Adria.
“Okay, apa dia tidak punya nama barat? Agak susah memanggilnya dengan nama korea. Lee Min Hyuk, mmm. Min akan lebih bagus, Hyuk, susah. Ah iya, tolong booking tiket ke Manchester untuk tanggal 20 Januari ya Kaisa” pinta Adria meneguk tehnya dengan perlahan.
“Manchester? Baiklah, kali ini siapa yang akan kau temui?” tanya Kaisa segera membuka aplikasi booking tiket online.
“Lyra lulus SMA tanggal 21 Januari dan aku sudah berjanji untuk menghadiri acara wisudanya. Aku juga berjanji akan mengantarnya ke Oxford untuk masuk kuliah. Anak itu cepat sekali besarnya” kata Adria terkekeh.
“Teman – temanmu itu sungguh beruntung. Kau menyekolahkan semua putra – putrinya sampai lulus. Itu bearti jika aku punya anak nanti, kau juga akan melakukan hal yang sama kan?” Kaisa menengok ke arah Direkturnya.
“Tentu saja, Lee Min Hee. Eonniku yang paling ku sayang” kata Adria beranjak dari tempat duduknya untuk memeluk leher asisten yang sudah di anggapnya sebagai kakak sendiri dari belakang.
“Btw, sudah berapa bulan?” bisik Adria di telinga Kaisa.
“Ya! Eotokkhae arraseo?” kata Kaisa tampak terkejut.
“Siapa ayahnya?” tanya Adria melompat untuk duduk di samping Kaisa
“Ayahnya dokter spesialis ortopedi”
“Tempat kau biasanya cek rutin mengenai tulangmu ya?” selidik Adria, Kaisa mengangguk.
“Anakku bertambah satu lagi, bagus” kata Adria mengusap perut asistennya.
“Bagaimana kau tahu? Perutku kan tidak besar?” tanya Kaisa lagi.
“Pantatmu melebar dan makanmu banyak sekali akhir – akhir ini. Kau juga sering mual ketika masuk ruang make up karena bau parfum. Kau juga tambah cantik, pasti keponakanku perempuan” balas Adria menyilangkan kedua kakinya.
Terdengar bunyi interkom dari ruangan HRD
“Sajangnim”
“Eoh, Jae Hwan - a”
“Kandidat untuk asisten secondarymu sudah datang”
“Baiklah, aku dan Kaisa akan segera kesana. Gumawo yooong”
“Aigoo kyeopta. Baiklah, bye”
KAMU SEDANG MEMBACA
Kintsugi
FanfictionAdria Taylor : "You just know my name. Not, my story. Even my future. So, shut the f*ck up!" Lee Min Hyuk : "Tuhan, tolong beri aku kesabaran ekstra menghadapi wanita jelmaan Dewi Hera ini. Rasanya ingin aku membuangnya ke Tartarus saja" Im Chang Ky...