BAB 39 Fella is Back!

50 13 1
                                    

Jack menghela nafas "Aku lelah mendengarkan segala hal tentang 'Fellamu' itu, berhenti lah bertingkah seperti anak kecil."

"AKU TIDAK!!!" Dani melipat kedua tangan menyangkal.

Jack memutar mata, mencibir teman bandnya yang sedang murung "Iki tidik!!!" Beranjak dari sofa dan ikut keluar dari ruang make up artist.

"Kenapa hari ini mereka menyebalkan?!" Pekik Dani.

"Bukan mereka, kau, segera hubungi Fella jika kau merindukannya." Zach meletakkan gitar yang ia mainkan sebelumnya dan mengikuti langkah Jack mengambil minum diluar ruangan.

Dani menekan bibirnya, berpikir.

Ruangan ini semakin sunyi dan senyap, tak ada staff mereka ataupun tim stylish atau make up artist yang masuk.

Dan, "Klik!"

Seseorang mengangkat panggilan Daniel. "Hai, my little gurl."

"Shut the fuck up, Dan."

"Aku sangat merindukanmu, bagaimana denganmu?"

"Tentu saja tidak, aku senang disini dan berharap tak kembali."

"Tetapi jaketku merindukanmu, dan kau akan kemari besok bukan?"

"Tidak, aku akan disini sampai ajal menjemputku agar arwahku tenang tidak memiliki memori ingatan pernah bertemu seorang pria cabul dengan kepercayaan diri yang tinggi."

"Oh ayolah, aku tidak tau apa yang akan aku lakukan disini, aku tak punya teman."

Terdengar hembusan nafas lelah dari sana, Daniel terkekeh berhasil membuat gadis itu marah seperti biasa "Dan... berhentilah bertingkah seperti anak kecil." Daniel mengikuti ucapan Fella, berucap bersaman dengan waktu yang sama seakan Daniel tahu Fella akan berkata seperti tadi, Daniel tertawa "Aku sudah tahu kau akan mengatakan itu padaku."

"Maka lakukanlah jika kau sudah tau."

"Tidak."

"Kenapa?"

"Karena kau tidak ada disini."

Dan "Tuuuut." Panggilan terputus.

Daniel tertawa, menjauhkan ponsel dari telinganya. Menatap riwayat panggilannya dengan Fella. Yah, panggilan ini singkat dan berhasil membuat Daniel bersemangat melanjutkan tour ini.

                            🎵🎵🎵

Waktu tak terasa berlalu, Fella kembali dengan selamat dan berhasil menyelesaikan studi semester terakhirnya dengan lancar dan aman, juga damai tanpa adanya Tuan Seavey.

Suara kasar terdengar dari kejauhan, roda kecil terus beradu dengan kerikil kerikil di depan hotel. Suara desah nafas berat di pagi hari. Sungguh pagi yang buruk seakan ia seperti buruh yang tak diberi upah selama sepuluh bulan. "Pagi." Ia hanya mengangguk tersenyum kecil merespon sapaan security hotel di depan pintu. Ia belum memulainya, dan ini terasa berat, tetapi setelah menghabiskan waktu lama di negara asalnya, ia semakin menyadari jika pekerjaan inilah yang menyelamatkan hidupnya. Hidupnya yang datar dan tidak berwarna. Pekerjaan ini pula yang menyelamatkan studi akhirnya dan berhasil membawa pulang ijazah kelulusannya. Ia menarik nafas lagi, entah sudah berapa kali sejak ia menandatangani kontrak ini, ia tak henti hentinya mendesah lelah. Mungkin mendesah lelah sudah masuk kedalam kategori hobi barunya. Ia menarik nafas yakin. Ia akan mencoba lebih baik dan profesional lagi. Kau tahu, gaji ini sangat besar dan cocok untuk dibawa ke kasino kemudian mendapat hadiah taruhan yang lebih besar lagi. Jadi, ia harus lebih bersemangat. Okay, cukup bersikap profesional dan semua akan baik-baik saja. Setidaknya berhenti menyangkutpautkan masa lalu adalah cara yang tepat dan.... efisien(?). Ia tak tahu pasti, tapi melibatkan perasaan di hubungan pekerjaan sungguh hal yang buruk dan tak profesional.

Hi Seavey!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang