~Soul That You Save~
"Jangan terlalu dipikirkan. Itulah gunanya teman."
Teman yah?
Sudah lama sekali rasanya ada yang menggangap Jisoo sebagai seorang teman. Namun Taeyong mengatakannya secara lugas mau tak mau membuat wanita itu tersenyum tipis.
Lee Taeyong adalah salah satu dari sedikit orang yang mengetahui 'keanehan' yang terjadi padanya. Itu pun karena dia adalah teman baik Jinyoung. Psikiater yang menangani dan juga orang yang membantu Jisoo selama ini menghadapi dirinya sendiri.
"Taeyong-ssi, aku sama sekali tak berniat mengusirmu. Tapi pasti kau disini karena urusanmu sendiri." Jisoo berucap lirih. "Setelah keluar dari rumah sakit, aku akan segera ke Seoul. Aku juga akan menghubungi Jinyoung Oppa. Kau pasti ingin mengurus urusanmu sendiri."
Dengan kondisi Jisoo saat ini, ia sama sekali tak ingin dikasihani atau membuat orang lain repot karena dirinya. Jisoo tahu pria itu adalah seorang fotografer di Paris. Pasti kedatangannya di Berlin karena urusan-urusan tertentu. Jisoo tak ingin merepotkan siapapun.
Taeyong mendudukan dirinya di sofa samping Jisoo dalam jarak yang aman. Pria itu bersandar di sofa. Setidaknya Jisoo mulai mengobrol menggunakan beberapa kalimat dengannya. Taeyong ingat pertemuan pertama mereka, apapun yang pria itu bahas, Jisoo hanya menyahut seadanya tak lebih dari satu kalimat.
"Tidak juga." Pria itu terkekeh, namun terdengar lelah. "Aku punya banyak waktu. Aku mengambil cuti. Kau tahu aku menghindari ayahku, benar-benar payah."
Jisoo tidak tahu kalau pria itu ada masalah dengan ayahnya. Seingat Jisoo, Taeyong memang adalah putra dari pengusaha ternama di Korea.
"Ayahku itu sangat ingin aku meneruskan perusahaannya." Tanpa sadar Taeyong mencurahkan isi hatinya. "Padahal putranya ini bodoh dan payah dalam dunia bisnis itu. Tapi ayahku tetap bersikukuh. Sepertinya ayahku akan tetap mengejarku bahkan diusiaku yang kelima puluh tahun."
Jisoo tak tahu ayahnya seperti apa. Ia kehilangan memori masa kecil dan remajanya. Hal yang membuat kepribadian lain muncul dalam dirinya. Sekeras apapun Jisoo berusaha mengingat dan mencari tahu, hasilnya tetap nihil. Jisoo bersyukur setidaknya cerita Taeyong sedikit membuatnya membayangkan bagaimana hubungan seorang ayah dan anak yang terkadang tak akur namun juga saling peduli.
"Astaga! Apa yang kubicarakan. Maaf Jisoo-ssi, aku melantur."
Taeyong mendumel dalam hati. Bisa-bisanya dia justru curhat tentang masalah keluarganya yang sangat tidak penting kepada Jisoo yang baru saja mengalami berbagai kejadiaan yang tak mengenakan.
"Tidak masalah." Jisoo menggeleng. "Kurasa semua ayah memang seperti itu. Terkadang memaksakan kehendaknya pada anak-anaknya dengan harapan semua itu adalah yang terbaik untuk mereka. Semua orangtua hanya sangat menyayangi anak mereka."
"Kau benar." Taeyong terkekeh. "Ayahku hanya sangat mengkhwatirkanku hidup melarat gara-gara hanya menjadi "tukang foto" katanya."
Mereka berdua tertawa geli. Untuk sesaat terasa begitu normal layaknya percakapan antara dua teman lama yang baru saja bertemu. Jisoo sejujurnya sangat ingin bercakap normal seperti ini. Tanpa ketakutan dan kekhawatiran ketika kepribadiannya muncul. Jadi orang-orang tidak perlu mundur dan menggangapnya aneh dan bahkan berbahaya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SOUL THAT YOU SAVE
Fiksi Penggemar"Aku disini, Jisoo-ssi." Taeyong tanpa sadar telah merangkul Jisoo yang terisak penuh penderitaan. "Aku tak akan bisa mengambil rasa sakit dan kelelahannmu." Pria itu mengeratkan pelukannya begitu sang gadis menumpahkan tangis pilu itu di pundaknya...