5

55 9 0
                                    

Ca, kamu udah makan belum?

Sebuah pesan diterima oleh Ica. Senyumnya pun sumringah ketika melihat sosok yang memberi pesan itu. Iya, Hanif tepatnya.

Ica belum membalas. Dia masih memikirkan bagaimana bisa seorang Hanif menyukainya. Sosok yang dibilang barbar, memiliki kesarapan yang haqiqi, dan juga tidak cantik.

Eh iya, Bang. Udah. Tadi sekalian liat emak atraksi

Terkekeh Ica menulis pesan itu. Pasalnya sedari tadi dia bingung dengan keluarganya ini. Seperti ada hal gaib yang datang sehingga membuat semua orang yang ada di rumahnya menjadi pada miring otaknya.

Emak atraksi?

Jelas Hanif terlihat aneh melihat pesan Ica. Dan secara tidak resmi, Ica telah membuat Hanif semakin aneh.

Eh bukan apa kok, Bang. Wkwkwk

Terserah kamu aja deh, Dek.
Oh ya, nanti Abang jemput

Lah, bukannya Abang harus kerja?

Kan sebelum kerja bisa dong Abang anterin kamu ke kampus

Iya deh iya

Hanif kali ini benar-benar mencari masalah. Bagaimana tidak, bisa-bisa teman kampusnya bakal teriak-teriak ga jelas.

Dan dengan sangat terpaksa juga, Ica harus mengiyakan chatan Hanif karena because nanti bisa-bisa perang dunia ke tiga.

Ica sekarang menatap wajah biasanya ini. Melihat-lihat make-up apa yang harus ia pakai. Dan jatuhlah pada bedak dan lipstik saja.

Benar, Ica tak mengerti dengan semua make-up yang ada di meja riasnya ini. Dan ini semua dibelikan kakak, emak, dan tak ketinggalan Hanif. Mereka sepertinya ingin membunuh Ica dengan berbagai alat make-up ini.

Kaos dengan warna navy dan bergambarkan Doraemon ini menjadi andalan. Tak lupa jeans hitam menemaninya. Dengan sedikit balutan jilbab hitam dan tak lupa flat shoes.

Ica mengambil sejuta keperluannya. Laptop, buku, kacamata, dan satu yang tak akan lupa pulpen. Eh satu lagi charger handphone.

Terlihat jam dinding menunjukkan pukul 06.40 sedangkan kali ini kelasnya akan dimulai pukul 07.30 sungguh luar biasa Ica harus secepat ini.

'Ini pun demi bareng dengan Hanif,' batin Ica.

"Cacing..... cepet Lo turun," ucap wanita tua.

"Iye iye, sabar kali." Ica menuruni tangga dan segera memandangi sumber suara.

"Ape, Mak?" tanya Ica bagai dengan teman saja.

"Noh, Hanif udah di depan. Cepet sana berangkat!"

"Lah, Lo napa masih di sini aja, Cacing?" tanya Emak bingung.

"Duit mana?"

"Apaan?"

"Duit, Mak. Masa Ica kagak jajan di kampus."

"Nih." Emak sodorkan duit.

"Mak, yang bener kali kasihnya. Masa iya 10 rebu. Emak pikir anak SD kali yak."

"Lo tuh ya, harusnya kuliah sambil kerja. Jadi, ga usah minta jajan lagi sama emak. Terus juga jadi anak ...." Ica pergi setelah mengambil duit 50 rebu dari tangan Emaknya. Tak tahan akan semua celoteh yang benar-benar berfaedah sekali.

"Dasar ya tuh bocah!" Teriak Emak membuat Ica terkekeh dan dengan cepat menyuruh Hanif segera menjalankan mobilnya.

Diperjalanan hanya hening yang terasa. Mereka diam dan saling sibuk dengan cara mereka sendiri. Hanif yang sibuk menyetir, sedangkan Ica yang melihat jalanan.

Beberapa menit kemudian, mereka sampai di depan gerbang kampus Ica. Iya, Ica kuliah di salah satu universitas swasta. Bisa dibilang biasa aja, tapi di dalamnya terkumpul anak-anak pintar yang tersingkir dari universitas negeri. Salah satunya, Ica.

Hanif turun dari mobil dan segera membuka pintu untuk Ica. Romantis, satu kata yang diucapkan sahabat Ica. Tiada lain, tiada bukan, anak-anak di sana pada melihat sosok abstrak dengan sosok malaikat. Ya begitulah mereka.

"Icaaaaaa," panggil Kayla.

"Kayla, gue kangen banget sama Lo," ucap Ica memeluk Kayla.

Adegan ini benar-benar lebay. Mereka itu seperti tak bertemu berbulan-bulan. Padahal, baru sehari mereka tidak bertemu dan itu membuat Hanif hanya tersenyum.

"Ya sudah, Abang berangkat kerja dulu." Ica hanya mengangguk.

Hanif berjalan meninggalkan Ica dan Kayla. Namun, dia berbalik badan, mencium kening Ica lalu dengan pelan dia membisikkan, "Pulang nanti Abang ke rumah Adek."

Ica diam. Termenung atas kejadian yang tidak disangka. Parahnya lagi, Hanif justru dengan santai melakukannya.

"Eh si jelek beruntung banget yak."

"Bocil, Lo buat gue iri."

"Mau dicium juga."

Ya kurang lebih begitu teriakan cewek-cewek anjay. Mereka pikir enak dicium dadakan. Mana belum mahram lagi. Kan buat Ica makin terdesak. Nanti ujung-ujungnya banyak yang mendekat untuk minta nomer handphonenya. Ya, mereka pikir saja masa minta nomer handphone di pacarnya.

Ini yang membuat Ica males dianterin Hanif. Pasti Abang tercintanya ini membuat keusilan yang sialan.

"Romantis banget anjir. Gue jadi iri Ama Lo, Ca." Dan what? Sabahat Ica pun terpesona. Gila.

Tbc~~~~

Selamat hari Minggu
Dan buat yang jomblo
Kalian sebenarnya bukan jomblo
Hanya saja sedang sendiri 😂😂😂

Eh eh Ica malu gaes karena
Haniffffffff ish kau tuh yak romantis banget uhuk
Jadi pengen gue juga digituin 😂😂😂
Hahaha karena Hanif cium uhuk
Padahal mah kagak mahram tu berdua yak🥴

Jangan lupa vote and coment
Arigatou gozaimasu😽

Bumi dan BulanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang