Selamat hari Minggu buat para jomblo yang masih menunggu
Nih gue mau beri pantun yak, tapi mangap kalau kagak nyambung huahahah
Tanggal 12 bulan Januari
Aku ikhlas jika kamu pergiPadahal mah, kenyataannya nangis 7 hari 7 malam huahahahaha
Sapa nih? Ngaku hayooooo
∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆∆
"Bang, tadi ...."
"Jangan dibahas, Dek!" Ica hanya mengangguk paham bahwa Hanif sedang dalam kondisi yang tidak baik-baik saja.
Bulan dan bintang kini menemani keheningan di antara mereka. Diam dan diam. Ica tak ingin membuat Hanif semakin sedih. Dan Hanif hanya bisa diam.
"Dek," panggil Hanif memegang lengan Ica.
"Hm."
"Maaf, tadi Abang dengan Oma hanya berdebat kecil saja. Nanti juga akan baik-baik lagi kok." Penjelasan Hanif itu sangat bohong buat dikatakan baik-baik saja.
"Iya."
"Kamu marah?" tanya Hanif dan Ica menggelengkan kepalanya.
"Kalau enggak marah, harusnya tersenyum dong," goda Hanif.
"Ish, iya iya aku marah sama Abang karena Abang udah buat Oma nangis tau." Ica pun langsung mengucapkan seluruh isi hati dia. "Harusnya enggak boleh gitu."
"Maaf, Dek. Lain kali Abang gak kayak gitu deh." Senyum Hanif mampu menyakinkan Ica.
"Ya udah. Ica masuk dulu, Bang."
Ica masuk ke dalam mengecek kondisi Oma yang pada dasarnya sedang tidak baik-baik saja. Namun, Oma mampu menyembunyikannya. Sama seperti Hanif, cucunya.
🍂🍂🍂
Pagi ini benar-benar segar cuacanya. Iya, Ica menginap di rumah Oma Hanif. Membuka jendela dan mencium aroma yang begitu wangi.
Ica pun segera memanjakan tubuhnya. Sesuai dugaan, airnya dingin bagai es batu. Ini membuat tubuh kecilnya menggigil.
"Ica, ayo keluar! Kita sarapan dulu," teriak Hanif.
"Iya, Bang bentar."
Hanif duduk di hadapan Oma. Hanya keheningan di pagi hari yang biasanya tak terjadi.
Semuanya berubah ketika membicarakan tentang Harun, orang yang dibenci Hanif saat ini.
"Hanif, Oma minta maaf." Kata-kata itu sangat tidak pantas dikeluarkan oleh wanita tua.
"Tidak, Oma. Seharusnya Hanif yang meminta maaf bukan Oma. Hanif akan usaha buat bertemu dengan dia."
"Jangan dipaksa jika kamu belum siap," kata Oma.
"Insya Allah."
"Pagi Abang, Oma," sapa Ica.
Harum semerbak ini yang membuat Hanif semakin cinta kepada Ica. Kesederhanaan yang dimiliki wajahnya membuat menarik hati Hanif.
"Eh udah wangi saja," puji Oma. Ica malu-malu atas perkataan Oma.
"Oma bisa saja."
"Dek, sarapan lalu kita pulang." Hanif tersenyum.
"Yah kok sebentar banget, Bang," jawab Ica. Hanif tak bisa menahan betapa gemasnya wajah Ica.
"Loh, lupa kamu, Dek. Besok Abang ada kerjaan tau."
Ica hanya tersenyum mengingat bahwa Hanif sudah bekerja.
"Lain kali, nanti kalian bisa main di sini lagi kok," ucap Oma.
Sarapan pun selesai. Saatnya Ica dan Hanif bersiap-siap untuk pulang.
Oma terlihat sangat sedih, tapi dia paham akan kesibukan cucunya itu.
"Lain kali mampir ke sini lagi ya," ucap Oma menatap kepergian Ica dan Hanif.
Mereka berdua hanya tersenyum. Hanif pun berjalan menuju kota.
"Bang, makasih ya udah mau kenalin Adek sama Oma abang," kata Ica riang.
"Tentu, Dek," melirik dan memegang tangan Ica. "Kamu itu kan mau jadi pasangan sehidup-semati Abang."
Blushh.... pipi merah Ica terlihat seketika. Hanif memang selalu membuat hati ini tak karuan. Ingin mati, tapi tak mampu. Di dekatnya terbang selalu.
"Hayo... yang lagi senang habis digombalin Abang Hanif mah gitu," goda Hanif.
"Apa sih, Bang." Malu, tepatnya. Ica ketauan dia sedang senang.
"Bang, hati-hati. Nanti kayak pas berangkat nabrak tong sampah."
"Siap, Tuan putri." Terkekeh Hanif dan Ica pun.
~Tbc~
Ehe maaf ceritanya gak nyambung
Yang penting kan aku sama kamu nyambung menjadi satu hahaha
Paan sih gaje

KAMU SEDANG MEMBACA
Bumi dan Bulan
أدب المراهقين"Mulai hari ini, Adek jadi pacar Abang." Sebuah kalimat terlontar saja dari pria tampan. Menatap wanita pujaan yang disayang dan selalu dinanti kehadirannya. "Bang, maaf sebelumnya. Adek ini kan jauh dari kata sempurna sedangkan Abang itu lebih dar...