Dret.... Dret..... Dret....
Ponsel bergetar milik Hanif. Namun, Ia hanya melirik sekilas lalu menyimpan kembali ke sakunya.
"Siapa?" tanya Ica.
"Orang asing," kata Hanif.
"Jangan-jangan ...." Ica mulai penasaran siapa yang menelepon Hanif, tapi dia matikan bukan mengangkatnya.
"Apa?" Jantung Hanif memompa secepat kilat. Takut kalau Ica tau siapa yang meneleponnya tadi.
"Tagihan listrik ya!" ucap Ica polos.
Sungguh, Ica membuat gemetar tubuh Hanif. Seakan Hanif dipaksa untuk senyum walau tubuhnya saat ini mati rasa.
Hanif harus menyembunyikan ini dari Ica. Bukan, bukan harus, tapi akan ada waktunya dia menyampaikan. Sebab, Hanif hanya takut Ica lebih kecewa atas apa tindakan keluarganya ini. Semua berantakan.
Di mata Ica, keluarga Hanif adalah keluarga yang sempurna. Lebih dari apapun. Kaya, harmonis, saling menyayangi, dan terlebih lagi ketika melihat Hanif bersama Omanya walaupun ada permasalahan, tapi mereka saling mengalah satu sama lain.
Semua pikiran Ica, salah. Iya, salah. Keluarga Ica bahkan lebih baik dari segalanya yang dimiliki Hanif. Tak ada yang sempurna. Semua hanya ilusi dan drama saja. Demi perusahaan dan citra mereka. Terkecuali, Oma.
"Sini," ajak Ica melihat-lihat kamarnya yang sederhana ini.
Desain sederhana. Semuanya tertata secara acak. Tak ada tema, tapi ini yang membuat betah Hanif untuk tetap di sini.
"Kamarnya nyaman." Melihat-lihat seluruh ruangan.
"Hah?"
"Kamar Adek buat Abang nyaman. Apalagi kalau kita bisa tidur bersama di sini." Menunjuk pada tempat tidur.
"Hah?"
Hanif tersenyum. Bukan, dia tertawa kecil. Bahagia bisa membuat Ica bahagia. Dia mungkin akan lebih bahagia lagi kalau Hanif memberikan seluruh gombalannya.
"Kamu tau tidak, kesederhanaan keluarga kamu membuat betah bagi siapapun yang datang," jelas Hanif.
"Hah?"
"Lama-lama Abang cium bibir kamu juga nih bilang hah mulu dari tadi," senyum Hanif.
"Apa sih? gak lucu!" Cemberut Ica.
Hanif melangkah ke depan satu demi satu. Sedangkan, Ica semakin tertekan akan kondisi saat ini. Hanif sedang ada di posisi gila cinta. Tergila-gila akan seluruh yang dimiliki Ica.
"Bang, mau ngapain?" tanya Ica gemetar.
"Adek teriak nih!" ucapnya.
Semakin maju langkah Hanif. Ica semakin gemetar tak karuan. Bukan takut, tapi dia merasa malu nantinya.
~•~•~
Hayo Hanif mau ngapain Ica😁
Maaf nih ya baru bisa update lagi karena otak baru jalan dan mood baru balik eaaaaa🤣
KAMU SEDANG MEMBACA
Bumi dan Bulan
Teen Fiction"Mulai hari ini, Adek jadi pacar Abang." Sebuah kalimat terlontar saja dari pria tampan. Menatap wanita pujaan yang disayang dan selalu dinanti kehadirannya. "Bang, maaf sebelumnya. Adek ini kan jauh dari kata sempurna sedangkan Abang itu lebih dar...