Author Note: Sekali lagi Ai ingatkan. Kesehatan author belum baik total. Jika dipakai melakukan sesuatu yang agak berat, lenganku masih sering sakit. Rasanya ngilu dan nyeri. Tulangku terdengar 'Krek krek...' nggak nyaman gitu. Kadang juga terasa panas. Jadi, Ai nggak bisa janjiin update cerita-cerita Ai sesuai jadwal. Nggak janji Ai bisa disiplin dan patuh. Tapi, Ai usahain updatenya nggak terlalu lama.
Kedua, tempat Ai sering hujan. Tiap hari hujan. Kalau hujan, sinyal HP ama TV ngajak berantem. Rasanya ingin banting HP karena kesal. Kadang2 masih nyala, meski tingkatnya E. Lemot abis. Pinjam kata salah satu penulis kritik di internet, maaf 'Sinyal HP mirip pel**ur yang loyo habis diga**bang pelanggannya.' Seringnya ilang sama sekali. Nyebelin banget. Jadi semua yang ku ketik jarang kesimpan total. Kalau dipublish sering ada kesalahan teknis seperti ceritanya kepotong. Malah kadang salah cerita. Parahnya lagi, ceritanya nggak bisa dibuka. >_<
The Gubrak...
So Author ingatin lagi. Jangan bosan ngingetin author jika hasilnya nggak ada tulisan TBC atau End di akhir paragraf. Itu pasti ada kesalahan teknis.
Oke thanks.
Chekidot.
Chapter 18
"Siapa dia?" Tayuya mengulangi pertanyaannya.
Naruto tersenyum simpul. Ia menutup mulutnya malu, sebelum memuntahkan kata, "Malu."
Fu*k!
Para penonton mengumpat dalam hati. Mereka menggigil karena emosi. Malu apanya? Pret! Naru Honda mana kenal kata malu. Dari pertama kali tampil ia sudah berani mengumbar aibnya di depan publik. Tanpa malu berkoar-koar kemana-mana, jika ia mencintai 'Dia' dan ingin Dia jadi kekasihnya. Tanpa urat malu mengejarnya dimana-mana dan menghancurkan wanita mana pun yang terlihat dengan pria malang itu. Dan, sekarang ia bilang malu? 'Oy, kakak. Pipimu sungguh tebal. Tak tahu malu. Munafik murni 100%.' Hina mereka dalam hati.
"Kau bisa memberiku clue inisial namanya." Bujuk Tayuya.
"Ah, tidak. Biarlah rahasia tetap menjadi rahasia. Sebab..." Mata Naruto mengerling sok misterius.
"Sebab?" Beo Tayuya.
"Kata Papa, 'Wanita terlihat lebih cantik jika ia punya rahasia.' Dan, aku setuju dengan Papa. Rahasia membuatku terlihat cantik, dan ku harap itu bisa menarik perhatiannya." Kilah Naruto berbohong.
Jika ia menyinggung namanya, ia yakin Dia akan mengulitinya hidup-hidup karena marah. Dia kan tidak punya selera humor.
Tayuya tetap tersenyum, meskipun hatinya kecewa. "Sekarang kita lanjut putaran kedua." Tangannya memutar lagi botolnya.
Botol berputar-putar cepat lalu melambat dan akhirnya berhenti.
"Oke pilihan kedua, truth or dare?"
Tadi sudah milih truth dan ia diberi pertanyaan yang sulit. Sekarang ia pilih, "Dare."
"Oke. Dare. Tantangannya adalah...." Tayuya membuka amplop kedua. Sebuah kertas berwarna hitam mengkilat keluar dari dalam amplop. Ia membaca tulisan yang tertera. "Sebelumnya artis Naru Honda bilang sedang gandrung olahraga ekstrim. Sekarang kami tantang, berani tidak melakukan atraksi loncat dari atap hanya dengan seutas tali?"
"Atap?" Naruto mendongak ke atas? Otaknya menghitung ketinggiannya. 'Hanya segitu? Serius?' Pikirnya terkejut.
Oke ada miss persepsi di sini. Bagi masyarakat modern, ketinggian 3 meter itu sudah dianggap, 'Wah tinggi sekali!'. Khususnya untuk orang-orang awam yang punya phobia pada ketinggian. Tapi, bagi Naruto yang seorang shinobi veteran dan sudah malang melintang dalam bermacam-macam misi, itu dianggap mainan. Jangankan lompat setinggi 3 meter. Jalan ke puncak pohon setinggi 15 meter terus turun lagi, pernah. Memanjat di atas puncak tebing terjal setinggi 50 meter juga pernah. Bahkan terjun ke palung laut pun pernah ia jalani. So tantangan segitu sih... kecil. Sambil tutup mata juga ia hayo aja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ninja in Campus
FanfictionTerakhir yang Naruto ingat, jantungnya ditusuk dengan pedang oleh Madara. Ia pikir ia akan langsung menghadap Raja Yama. Namun, saat ia membuka mata, ia justru menggantung di udara dengan satu tangan terjerat pada seutas tali kabel listrik. Yang mem...