(Bagi yang kurang jelas sama part ini, silahkan baca ulang part 1 untuk lebih mengerti... Kalau masih belum ngerti, telpon aja gw biar gw yang jelasin ._."
.
20 tahun yang lalu...
"Hiks, Moonbyul jangan tinggalkan kami" ucap Hwasa sambil memeluk erat Sinb kecil dalam gendongannya. Sinb yang saat itu masih berusia 3 tahun, tertidur pulas dalam gendongan ibunya saat ayahnya pergi meninggalkan mereka.
"Tidak bisa Hwasa, negara ini membutuhkanku sayang" Moonbyul yang sudah di ambang pintu kembali melangkah ke arah dua orang yang sangat ia cintai. Moonbyul mendekap hangat keduanya....
"Maaf beribu maaf, aku memang brengsek" lirih Moonbyul dalam batin.
Moonbyul mencintai Hwasa dan Sinb bahkan sangat. Tetapi ia harus merelakan mereka agar kehidupan mereka lebih baik. Apa yang bisa ia berikan jika hanya seorang prajurit biasa? Beban hidup yang ia tanggung tidaklah murah, apalagi Sinb akan segera menuju ke bangku pendidikan.
Tanpa sepengetahuan Hwasa, Moonbyul sudah bertunangan dengan anak dari seorang CEO perusahaan robot terbesar di Jepang beberapa bulan lalu. Solar, ahli waris tunggal. Orang berhati lembut dan penuh kasih sayang. Sayangnya ia tidak mengetahui kebusukkan Moonbyul yang sudah memiliki keluarga tetapi mengakunya belum. Moonbyul dan Solar sebenarnya menerima perjodohan yang dilontarkan ayah Solar karena tak mau memperparah kondisinya yang sedang sakit keras.
Beberapa bulan setelah bertunangan, tepatnya Hari ini, hari di mana Moonbyul meninggalkan keluarga kecilnya, ia harus pergi karena janji yang berani ia buat. Saat ayah Solar meninggal, saat itu juga Moonbyul harus kembali ke Jepang untuk menikahi wanita bernama Solar itu sesuai permintaan ayah Solar sebelum meninggal dunia. Mandat untuk menjaga putrinya serta seluruh aset perusahaan dan seluruh aset kekayaannya.
Moonbyul membohongi Hwasa dan mengatakan bahwa ia dipindahtugaskan ke Jepang dan berakhir dengan Moonbyul benar-benar meninggalkan Hwasa dan Sinb kecil. Hwasa benar-benar memberikan kepercayaan penuh kepada suaminya tercinta tanpa menaruh curiga sedikitpun.
Moonbyul memulai kehidupan barunya. Pertama pikiran terus terusik oleh rasa rindu kepada Hwasa dan Sinb kecil. Tapi lama kelamaan rasa rindu itu mulai terkikis. Moonbyul sama sekali tidak mencintai Solar, namun waktu telah membuktikan perannya. Lambat laun Moonbyul mulai menyerahkan hatinya kepada Solar.
Setiap bulannya Moonbyul mengirim begitu banyak uang kepada Hwasa dan Sinb untuk biaya sehari-hari. Hanya mengirim uang tanpa adanya komunikasi dan pertemuan. Sedih memang, tapi itulah kenyataannya. Hingga suatu saat, Moonbyul kembali.
Siang itu, Moonbyul memasuki pekarangan rumah sederhana yang saat ia rindukan. Di tangan kirinya ia menyeret sebuah koper berukuran sedang, dan tangan kanannya menggendong seorang balita berumur tiga tahun yang tertidur pulas di pundak kokoh sang ayah. Kiranya sudah 4 tahun Moonbyul tidak pulang ke Korea.
Moonbyul melangkah ragu ke ambang pintu yang sedikit terbuka. Tak mengetuk atau memanggil, Moonbyul langsung melangkah sunyi untuk memasuki Rumah yang masih saat ia kenali. Bahkan saat masuk, tata ruang dan segala bentukannya masih sama seperti waktu ia pergi. Dilihatnya seorang wanita yang masih sama cantiknya waktu ia meninggalkannya. Hwasa, ia sedang berada di dapur menyiapkan makan siang. Mungkin sebentar lagi Sinb kecil akan pulang dari sekolahnya. Moonbyul tersenyum pilu, aroma masakan yang sangat ia rindukan. Makanan yang membuatnya menghabiskan tiga piring penuh karena rasa nikmatnya. Melihat Hwasa sibuk dengan masakannya, Ingin sekali Moonbyul memberikan back hug kepada orang yang sangat ia rindukan itu seperti biasa saat Hwasa memasak. Ia membatalkan niatnya, ia benar-benar merasa tidak pantas akan hal itu.
Moonbyul menaruh anak yang berada di dekapan ke atas sofa empuk dengan hati-hati agar tak mengusik tidurnya. Setelah itu ia kembali ke arah dapur lalu.....
"Hwa- Hwasa" ucap Moonbyul gugup memanggil seseorang yang pernah mengisi relung hatinya bahkan masih sampai sekarang.
"Aku tak pernah menyangka untuk punya dua cinta di dalam satu hati, salahku yang membuka lebar pintu hati" lirih Moonbyul dalam hati sambil menatap teduh Hwasa.
"Moonbyul??!!!" Teriak Hwasa bahagia dan segera menghamburkan air mata bahagia di dekapan sang suami.
"Hikss.... Kenapa kau lama sekali hikss... Ba-bahkan me.... Hiks ngabariku saja tidak hiks... Kukira kau sudah melupakanku dan Mbih hikss" lirih Hwasa seakan mencurahkan segala beban yang ia tanggung selama ini.
"Tidak akan Hwasa, aku mencintaimu" ucap Moonbyul mengeratkan pelukannya mendekap hangat sang istri.
Seorang anak baru saja bangun dari tidurnya. Berjalan lunglai sambil menggosok matanya sambil berjalan menuju kedua orang yang masih melebur rindu. Menyadari seseorang yang belum pernah ia lihat, Hwasa bertanya...
"Si-siapa anak itu?" Ucap Hwasa heran.
Moonbyul membeku, ia takut akan kebenaran tetapi ia juga resah akan kebohongan. Setelah sekian lama akhirnya Moonbyul membuka suara.
"Di-dia anakku" ucap Moonbyul gugup. Seketika Hwasa segera melepas pelukannya untuk menatap mata Moonbyul mencari kebenaran dalam sorot matanya
"Kau menggunakan alasan negara untuk meninggalkan kami hikss... Demi wanita lain??!!" Teriak Hwasa emosi tak mampu lagi membendung air matanya.
"Maafkan aku" lirih Moonbyul pelan menundukkan kepalanya.
"Jangan ganggu ayahku ajjumaa!" Teriak anak kecil yang tidak tahu apa-apa, ia hanya ingin melindungi ayahnya.
"Dan kau berani membawa anak dari jalangmu kemari??!!" Tanya Hwasa dengan suara yang semakin meninggi.
"Jalang??!! Jangan pernah bilang begitu" walaupun Moonbyul tau Hwasa dalam posisi yang tersakiti, tapi tak sepantasnya ia menyebut anak kecil yang tidak tahu apa-apa adalah anak jalang.
"Sekarang kau membelanya" sekarang Hwasa tak lagi menangis, menangis akan membuatnya terlihat semakin lemah di hadapan Moonbyul.
"Dia dan ibunya tak salah, akulah yang telah membohongi dan menyakiti kalian semua" ucap Moonbyul menyesal.
"Brakkk" Sinb menutup pintunya sedikit kuat memberhentikan perdebatan mereka berdua. Dari tadi Sinb sudah mendengarkan semuanya. Ia ingin menangis ia juga ingin bernaung di dekapan ayahnya.
Sinb merindukan ayahnya? Sangat, namun ia menahannya. Ia mengorbankan diri untuk menjadi tameng keluarga. Ia terlihat sangat kuat, namun di dalamnya ia bagaikan kayu rapuh yang berasa di dasar balok beton yang berkali lipat lebih berat darinya. Itulah Sinb, menanggung semua sendiri tanpa berani memperlihatkan luka batin.
Ia tumbuh tanpa kasih sayang seorang ayah selama empat tahun lamanya."S-sinb??" Ucap sang ayah lirih menatap sang anak yang tidak ia temui selama empat tahun lamanya.
Sinb hanya diam dan melangkah pergi meninggalkan sang ayah dan ibu yang masih membeku di ruang tamu. Raut wajah dingin dan datar sekilas menatap tajam sang ayah.
Terkadang membisu seribu kata lebih menyakitkan dari makian berjuta kalimat.
"kau!!! mana sopan santunmu??! Begitukah kau mendidiknya, aku ini ayahmu" melihat Hwasa kemudian menatap tajam Sinb. Perkataan Moonbyul berhasil membuat Sinb menghentikan langkahnya.
.
.
Bersambung...
Yalohhh banyak alur dan kata tapi ku tak punya waktu untuk menulis...
Apa gw Hiatus aja ya???
Tapi kasihan readers tersayang gw 😭😭😭
Jangan lupa untuk vote dan comment yaa 😘😘
KAMU SEDANG MEMBACA
(END) The Last Destiny NC Sinrin +Gfriend&Mamamoo
Romancepada umumnya banyak orang mengatakan bahwa "kau adalah takdirku" namun pada akhirnya itu hanyalah umpanan manis untuk sang kekasih. namun ini adalah pernyataan terakhir dari takdir, bukan dari perkataan tetapi dari perbuatan.