Sinb sekarang telah berumur 19 tahun, sayangnya ia harus melepas cita-cita kecilkan menjadi seorang polisi. Ia ditolak kepolisian karena ia pengidap dislokasi bahu yang ia dapatkan saat kecelakaan masa kecilnya dan dislokasi bahu itu sewaktu-waktu dapat kambuh lagi. pihak kepolisian tak mungkin mau mengambil resiko yang cukup besar.
Setelah gagal dalan tes kepolisian, Sinb tak menyerah. Ia mulai berkuliah walau telat selama 1 tahun. Ia hidup sederhana bersama Hwasa, ibunya. Ibunya hanya menjual tteokbokki dan dakgangjeong di salah satu street food.
Sinb menyelesaikan sarjana1 teknik kimianya hanya dalam jangka waktu 1 tahun 8 bulan dan lulus dengan IPK 4 tentu saja beasiswa full. ketika ia pulang membawa kebanggaan, ia malah menemukan Hwasa tak sadarkan diri di rumah tamu rumahnya.
"Eommaa... Eommaa???" Panggil Sinb sambil menepuk pelan pipi Hwasa.
Tak mendapat respon, Sinb segera menaikkan Hwasa ke punggungnya dan segera berlari menuju luar rumah kemudian memanggil taksi untuk menuju ke rumah Sakit.
Sekarang Sinb penuh rasa khawatirnya sedang menunggu di samping beberapa dokter yang sedang memberikan pertolongan kepada Hwasa. Sudah beberapa kali dokter melakukan CPR namun belum mendapatkan tanda-tanda yang baik. Sinb memberanikan dirinya untuk mendekat dan menyentuh lembut tangan ibunya. Mukjizat Tuhan, beberapa detik kemudian detak jantung Hwasa kembali dan dengan perlahan Hwasa perlahan membuka matanya.
"Eomma??" Ucap Sinb dengan suara bergetar.
"Hwang Sinb, anakku... Jangan beritahu tentang ini kepada ayahmu. Ia sudah bahagia di sana bersama keluarga utuhnya" ucap Hwasa mengukir senyum tulus dengan bibir pucatnya.
"Hikss.... Bagaimana dengan kita eomma hikss" ucap Sinb dengan Isak yang tak bisa ia tahan lagi.
"Kau anak yang kuat .... aku percaya padamu Sinb-yaa kau..." Ucapan Hwasa terhenti saat tiba-tiba tubuhnya kejang-kejang tak terkendali.
"Eommaa.... Eommaaaa" teriak Sinb histeris.
"Titttttttttttttt" bunyi mesin monitor hemodinamik mengartikan bahwa Hwasa sudah pergi untuk selamanya.
Hari yang seharusnya menjadi hari yang membahagiakan malah direngut oleh sesaknya kehilangan.
Sebulan Sinb tenggelam dalam keterpurukan. Sejarah baru dalam hidupnya telah dilukis oleh kesengsaraan dan kesedihan. Bahkan ia tak sekalipun berharap seseorang datang untuk kembali memberinya harapan.
Ia melupakan keinginannya untuk melanjutkan S2nya ... Bahkan hatinya selalu kalut saat memandang berkas kelulusannya yang ia genggam erat ketika menemui ibunya yang tak sadarkan diri.
Ia mengurung diri, tak pernah lagi ingin tahu tentang dunia luar. Hatinya telah kedap oleh suaranya sendiri. Mengantarkan diri sendiri pada kekangan kesunyian.
Sampai suatu malam .....
"Tok..tokk...tokk" seseorang sedang menggedor pintu rumah Sinb. Walaupun Sinb mendengarnya tapi ia enggan untuk beranjak dari tempat tidurnya.
"Tokk...tokk...tokkk" sekali lagi orang itu menggedor pintu bahkan lebih kuat dari sebelumnya.
Malas dengan kebisingan, Sinb akhirnya melangkah menuju pintu dan membukanya sedikit.
"Sinb-ya..." Ucap orang tersebut yang ternyata adalah Moonbyul, ayahnya. Orang yang sangat ia benci dalam hidupnya memberikan jutaan luka pada hidupnya. Orang yang Tak pernah mengizinkan ia untuk mendapat kebahagiaan walau sesaat. Sinb sangat membencinya.
"Sinb-yaa.... Aku ingin berbicara sebentar dengan ibumu" ucap Moonbyul.
Tak ada kata terucap, Sinb kembali menutup pintu dengan wajah yang tak jauh beda datarnya dengan pintu.
KAMU SEDANG MEMBACA
(END) The Last Destiny NC Sinrin +Gfriend&Mamamoo
Romancepada umumnya banyak orang mengatakan bahwa "kau adalah takdirku" namun pada akhirnya itu hanyalah umpanan manis untuk sang kekasih. namun ini adalah pernyataan terakhir dari takdir, bukan dari perkataan tetapi dari perbuatan.