Tolong beri kritik dan saran supaya saya bisa memperbaiki kesalahan pada cerita ini!✌✌
SELAMAT MEMBACA MANTEMAN!
****
Nindi berlari memyusuri pinggir pantai itu. Ia tak memakai alas kaki sedikit pun. Sehingga ia merasakan kakinya sakit dan melihatnya, ternyata keluar darah dari telapak kakinya.
Tapi ia tak peduli dan membiarkan darah itu keluar. Yang ada dalam pikirannya saat ini adalah Faiz. Ia harus secepatnya mencari pertolongan agar luka Faiz tidak bertambah parah.
Ia juga terus mendengarkan detak jantung Faiz yang masih normal. Hanya dengan cara itu ia bisa tahu bahwa Faiz masih ditempatnya meski tidak baik-baik saja.
Ia berlari mencari kakaknya dan juga sahabatnya. Hanya mereka yang terlintas dipikirannya. Padahal dia punya ponsel untuk menghubungi mereka. Tapi saat ini pikirannya sedang kalang kabut. Sehingga benda pipi itu ia abaikan.
Setelah beberapa puluh menit ia berlari mengelilingi pantai itu, akhirnya ia menemukan kakaknya yang sedang duduk berdua dengan Rena.
Ia berlari mendekat kearah dimana kakaknya dan Rena berada. "Bang, Ren! Hiks hiks, Faiz! Hiks hiks! Bang, Faiz!" Ucapnya yang disertai isakan. Ia sangat takut dan khawatir.
Dirka dan Rena langsung kebingungan dengan kedatangan Nindi yang tiba-tiba dan menangis. "Ha? Ada apa? Faiz kenapa? Kenapa kamu nangis?" Dirka yang masih bingung, langsung membrondongi adiknya itu dengan pertanyaan.
Nindi menyeka air matanya. "Itu Faiz hiks, Faiz, Bang! Hiks." Rena mengusap punggung Nindi. "Tenang dulu Nin, coba cerita pelan-pelan, oke?" Rena berusaha menenangkan sahabatnya yang terlihat kacau itu.
"Gimana gue bisa tenang Ren! di sana Faiz sedang terluka! Hiks hiks. Habis ditusuk ama orang berbaju hitam! Hiks hiks."
Dirka dan Rena langsung terkejut mendengarkan penuturan Nindi. "Ha? Apa!? Di mana?" Tanya Dirka.
"Dekat batu karang yang di sana Bang! Hiks, hiks, hiks." Nindi masih sesegukan.
Mendengar ucapan Nindi, Dirka langsung berlari ke tempat kejadian. Disusul oleh Nindi dam Rena dari belakang.
***
Setelah sampai di tempat itu, mereka tidak melihat Faiz yang katanya sedang terluka.
"Nin, kamu bohong ya? Mana Faiz? Kok gak ada?" Dirka heran, kata adiknya, Faiz ada di sana sedang terluka. Tapi, kenapa sekarang tidak ada?
Nindi tidak merespon pertanyaan Kakaknya. Ia baru sadar bahwa telinganya sudah tidak mendengarkan detak jantung Faiz. Ia meluruh ke pasir. Terduduk di sana dan menangis sejadi-jadinya. "Gue bodoh! Bodoh! Seharusnya gue gak ninggalin Faiz sendiri dengan keadaan terluka. Bodoh! Bodoh!" Ia memukul dadanya sendiri. Ia menyesal menuruti perkataan Faiz tadi. Sekarang Faiz hilang dan ia tak tahu di mana cowok itu.
Dirka yang melihat adiknya bertingkah seperti itu, langsung menghentikannya. "Hei, hei dek! Hentikan! Kamu menyakiti dirimu sendiri," Ucapnya. Tapi sepertinya Nindi tidak peduli. Ia tetap memberontak dalam pelukan Dirka. "Nin! Dengerin abang, Faiz pasti baik-baik saja, oke! Kamu gak perlu pukul dirimu sendiri kayak gini. Ini bukan sepenuhnya salah kamu!" Dirka berusaha menenangkan adiknya.
"Bang, Nindi kenapa?" Tanya Vivi yang baru datang bersama yang lain.
Melihat kejadian tadi, Rena berinisiatif untuk menghubungi sahabatnya yang lain agar ke tempat itu.
"Faiz hilang guys!" Hanya tiga kalimat itu, langsung membuat Vivi dan yang lain langsung terkejut dan shock.
"Ha? Hilang? Gimana ceritanya?" Tanya Gita.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love In Trauma (TAMAT)
Teen FictionSiapkan hatimu, buatlah tameng yang kokoh sebab cerita ini akan menjungkir balikkan hati serta menguras emosi pembacanya. Love In Trauma bercerita tentang Trauma dan Ketakutan pada masalalu, Pertikaian dan Kesalapahaman dalam Persahabatan, Kemampuan...