Side story; Kamal

1.3K 229 9
                                    


Aku terduduk lemas di lantai kamarku saat baru saja mendapat kabar bahwa Papah sakit. Aku mendengar mamah menangis tersedu-sedu di seberang sana memintaku untuk segera pulang ke Jerman.

Kejadian itu terlintas lagi di memoriku, membuat kepalaku pusing. Aku mual. Sesak di dadaku terasa sangat berat. Aku menengadahkan kepalaku, menatap langit-langit kamar yang baru aku tempati selama sekitar 4 bulan ini.

Aku udah bahagia di sini, tanpa mendengar pertengkaran juga cek-cok antara papah dan mamah yang gak mau ngalah satu sama lain. Aku udah bahagia setidaknya aku gak mendengar kakakku menangis pilu karena pertengkaran mereka.

Kalau ditanya aku lebih bahagia tinggal sama Bang Sobri di sini meskipun hidup pas-pasan. Aku memang dilahirkan dari keluarga bangsawan Jerman, semua keinginan dan permintaanku terkabul dengan mudahnya. Tapi menurut kalian apakah aku bahagia dengan segala kemudahan itu?

Jawabannya engga!
Engga sama sekali!

Gara-gara keluargaku seorang konglomerat yang terhormat di Jerman orang-orang jadi menjauhiku, bahkan mereka sangat sungkan bergaul denganku. Itulah sebabnya aku gak punya teman di Jerman, ada beberapa dan itu hanya sebatas teman sekelas atau teman untuk membuat tugas kelompok. 

Ya, aku kesepian di sana. Setiap hari hanya berangkat dan pulang sekolah sendiri, ditemani pak sopir dengan mobil mewah milik papah.

Berbeda kalau aku di sini, aku berangkat dan pulang bareng Kak Choco, Putra, sama Kak Bayu. Kalaupun aku gak bawa sepeda, ada Bang Sobri dan Bang Arjun yang siap mengantar-jemput kapanpun. Rasanya nyaman banget!

Andai saja aku bisa milih, aku pengen jadi Bang Sobri aja. Meskipun Aunty Aya, ibunya Bang Sobri udah meninggal beberapa tahun lalu tapi seengganya Bang Sobri masih punya ayah yang siap menerima keluh-kesahnya setiap saat, walau jarang banget ketemu tapi mereka sering telponan.
Bang Sobri emang udah biasa tinggal kepisah dari orang tua sejak dia duduk di bangku SMP.

Berbeda dengan papah yang bahkan udah gak peduli lagi sama anaknya. Papah gak pernah sekalipun menghubungi Hyuka sejak tinggal di Indonesia. 

Rasanya Hyuka udah gak peduli lagi sama papah, berat banget buat memaafkan apalagi menerima papah kembali.

Kejadian saat papah menampar mamah, saat papah memukuliku, saat papah menjambak rambut Kak Lea dan saat papah pergi dari rumah beberapa bulan lalu.

Belum lagi malam itu, saat Hyuka gak sengaja memergoki papah pelukan mesra sama pacarnya.

Sungguh, Hyuka pengen hilang ingatan aja!

Aku pusing! Pandanganku terasa kabur, air mataku mengalir deras. Aku menenggelamkan wajahku di selimut tebal itu, menahan isakanku yang semakin menjadi agar Bang Sobri tidak bisa mendengarku.

Hyuka gamau Bang Sobri liat Hyuka nangis gini, Hyuka takut Bang Sobri bakalan ikut sedih dan merasa terbebani gara-gara Hyuka.

Aku merasa nafasku semakin berat. Oh Tuhan! Apa depresi Hyuka kambuh lagi?

Gak gak! Hyuka gak mau jadi kaya orang gila lagi!

Hyuka gamau bunuh diri! Hyuka masih pengen hidup!

Aku pun segera mengambil obat di laci meja belajarku.
Anti depresan.

Tanganku bergetar saat menelan beberapa butir obat itu. Kemudian aku meminum segelas air putih di atas meja.

Aku terduduk kembali di lantai kamar ini dengan nafas terengah. Jantungku yang semula berdegub kencang kini mulai stabil. Keringat basah di tubuhku mulai berkurang. 

Memandang kosong ke depan, ini lebih baik. Nafasku mulai stabil dan pusing di kepalaku sedikit berkurang.

Aku menekan tombol ON ponselku, terpampang foto gadis yang aku suka di sana.

Aku menekan tombol ON ponselku, terpampang foto gadis yang aku suka di sana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kak Choco. Aku tersenyum melihatnya.

Gadis yang akhir-akhir ini selalu mewarnai hari-hariku. Dialah yang berhasil membuatku melupakan kisah sedihku ini.

Hah entahlah ini bisa disebut sedih atau tidak?
Sebuah kisah yang memuakkan mungkin?

Kak Choco hadir di kehidupanku seperti Oase yang menyejukkan di tengah Gurun Namibia yang gersang nan luas. Ia seperti seseorang yang membangkitkan semangat hidupku kembali.

Rasanya aku ingin selalu bersamanya, setiap detik, menit, jam, di semua waktu.
Ingin selalu bersama pagi, siang, dan malam, setiap saat.

Bolehkah aku menikahi Kak Choco sekarang?

Ah, aku 'kan masih bocah!

Aku sudah sangat betah dan nyaman tinggal di sini dan sekarang mamah menyuruhku pulang ke Jerman, menjalani hidupku yang seperti dulu lagi?

Gak!

Hyuka pengen di sini aja, mah..

Atau sekalian mamah sama Kak Lea Hyuka bawa kesini?

Tapi itu mustahil!

Hyuka masih sekolah dan belum berpendapatan sendiri.

Aku mengacak-acak rambutku bingung, haruskah aku pulang ke Jerman dan meninggalkan gadis yang aku suka di sini?

Apa dia sanggup menungguku sampai kembali lagi nanti?

Ah bahkan aku tidak tau.
Apa aku bisa kembali lagi kesini?

Apa aku bisa kembali lagi kesini?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Bule Ganteng | Hueningkai ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang