DS 10

84 6 2
                                    

BACA!BACA! ;-)

Gak suka banget sama yang namanya 'Silent Readers'. Tekan 🌟, dan komentarnya kan gak dipungut biaya. Hufttt suka sedih :-(. Yang benar-benar suka sama cerita ini boleh absen gak?

Silahkan menikmati B-)
--------------------------------------------------

"WOY kutil badak, siniin hp gue"

"Yaelah cap kuda, lagi pdkt nih sama cewek" ujar Gerald saat men-scroll handphone Tio yang berisi chat dari seseorang.

"Ayoehh buka-bukaan dong" ucap Glen dengan tampang mesumnya, diantara mereka bertujuh termasuk

Tio mengambil handphonenya
"Serah gue Bambang".

"Arhkkkk" teriak Cakra tanpa sadar, ia mengacak rambutnya seolah olah sedang frustasi.

Tio dan Gerald saling pandang, sedangkan Kris menatap heran temannya itu.

"Kenapa Lo?" Tanya Kris.

Cakra menghela nafasnya, ingatannya tentang Vania kembali terbayang. Gadis itu seolah-olah hanya pergi sebentar dan akan kembali, keyakinan Cakra terlalu besar tentang Vania, cinta pertamanya.

"Vania lagi?" Tebak Gerald, temannya yang satu ini sangat sulit melupakan gadis yang bernama Vania itu.

"Lo harus bisa move on Cak" tegur Kris, dia tidak suka Cakra yang sedang mengenang gadis itu. Raganya ada tapi jiwanya? Mungkin akan dibawa oleh kenangan.

"Gimana kalau Lo coba pdkt-an sama Stevy, mungkin it....."

"Gak" tegas Cakra dengan raut wajah dinginnya.

"Yaudah giliran ada yang mati-matian ngejar Lo, Lo nolak. Mau move on yah perlu hati yang baru Cak" saran Tio yang merujuk ke Stevy, gadis bodoh yang mengharapkan hati Cakra yang mati.

"Gue nggak setuju. Stevy gak baik buat Cakra, diantara anak brandalz cuma Cakra yang otaknya hampir sama dengan Einstein, yakali Lo mau jodohin dia dengan cewek bar-bar goblok itu" tukas Kris, logikanya memang benar tapi bagaimana dengan perasaan Stevy? Perasaan ingin memiliki?

Cakra diam. Soal Stevy bodo amat baginya, bukannya membenci Stevy, tetapi sedikit pun kepedulian atau rasa ingin tahu terhadap gadis itu tidak ada sama sekali.

Ponsel Gerald berdering, dan terlihat raut wajah yang semangat saat mengangkat telpon dari seseorang. Cakra,Tio dan Kris berusaha mencerna yang sedang dibicarakan oleh Gerald dan si penelpon.

"Ehhh guys gue dapat telpon dari pelatih, besok latihan full. Senin depan ada pertandingan, kudu siap-siap bawa piala lagi nih"

"Kok pelatih gak kasih tau gue?" Tanya Cakra, selaku Ketua tim basket.

"Yaelah hp Lo aja gak Lo cek" jawab Gerald.

Cakra menghidupkan Handphonenya, sungguh notif yang memenuhi tampilan layarnya sangat banyak. Instagram, Line, dan Twitter terutama.

Ternyata benar, dia sudah melewatkan pesan dari pelatihnya.

'sekuat itukah efek kehilangan Lo Van, sampai-sampai gue nggak sadar kalau gue hidup'

"Yaelah Hp lagi-lagi ditatapin Mulu, ntar di dumelin Lo sama pelatih baru tau rasa" celetuk Tio dengan tatapan tak percaya-nya.

***

Dari jauh terlihat Ainun dan Intan sedang menonton Tv, kedua wanita itu layaknya seperti sahabat.  Itulah keluarga Cakra, keluarga hangat yang diidam-idamkan oleh Gerald, Kris dan Tio. Tak heran mereka betah berlama-lama di rumah Cakra, sudah seperti rumah sendiri.

Diary StevyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang