Part 20

404 45 2
                                    

Jakarta

Dear diary
Sudah lama kita tak jumpa diary.
Sudah lama kita tak berbincang panjang membahas ceritaku.
Bukan..
Aku bukan mencampakkanmu melainkan aku sibuk dengan tugas.
Diary kau sudah tahu bukan tentang penyakitku?
Aku ingin berbagi rasa sesak ini denganmu.
...
Kata dokter, aku cuman dikasih waktu dua minggu sama Tuhan.
Entahlah apa yang aku rasakan saat itu.
Sedih? Kecewa? Atau marah?.
Aku tak tahu harus bilang apa ke papah.
Aku takut beliau akan kecewa denganku, karena aku tak memberitahuinya lebih awal.
Diary...
Baru saja kemarin aku bahagia.
Aku senang kemarin Taeyong mengungkapkan perasaannya.
Tapi..
Tapi sekarang aku membuat hatinya sedih.
Inilah mengapa alasanku tak mau membalas perasaannya.
Aku takut.
Takut dia sakit saat aku sudah tak ada di dunia ini.
....
Andaikan waktu bisa diulang.
Pasti aku akan lebih memilih untuk mati tanpa meminta kebahagiaan.
Biarkan aku hidup menderita, asalkan orang orang didekatku bisa bahagia.
Aku menyesal bisa bertemu mereka.
Mungkin...saat nanti aku di atas sana aku hanya bisa melihat kesedihan.
Aku tak mau itu terjadi.
Harusnya aku tak minta akhir hidup bahagia, aku menyesal.

Jika waktu kembali, aku minta untuk dijauhkan dari orang yang kusayang.

Lilia Rose

Rose segera menutup buku hariannya saat melihat kedatangan Herman di sampingnya.

Herman sudah tahu semuanya, pria itu terkejut saat tahu putrinya mengidap kanker otak, dan masuk stadium akhir.

Herman mengambil kursi, lalu menyeretnya hingga berada di samping Rose.

"Sejak kapan?"Rose tertunduk. Ia sudah tak bisa menyembubyikan penyakitnya lagi.

"Sejak awal masuk SMA pah,"jawab Rose.

Herman mengusap wajahnya dengan kasar, ia saat ini merasa bersalah dengan putrinya. Herman memang bukanlah ayah yang baik, ia hanya memikirkan dirinya sendiri sampai sampai tak memikirkan putrinya.

Herman tertunduk ditiang kasur, air mata yang ia tahan kini keluar begitu saja.

"Maaf. Maafin papah, papah emang gak becus jadi ayah yang baik."

Rose langsung mendongakkan kepalanya, tangannya meraih wajah Herman dengan lembut. Jari jarinya menghapus air mata pria itu.

"Papah gak salah, ini semua sudah takdir Tuhan. Biarkan Rose menjalani ini semua,"Rose harus tegar, ia tak boleh kelihatan rapuh di depan papahnya.

Herman mengecup tangan anaknya berulang kali. Bagaimanapun semua ini juga kesalahannya, ia juga merasa ini sebuah karma yang Tuhan kasih untuknya.

Rose mengusap puncak kepala papahnya lembut, ia tersenyum meskipun kini matanya sudah berkaca kaca.

"Jika hari itu tiba. Rose mau papah bahagia, jangan sedih dan jangan merasa kehilangan. Rose mau lihat papah tersenyum, cuman itu keinginan Rose."

Bahu Herman terlihat naik turun, sebenarnya apa yang dipikirkan putrinya. Kenapa ia harus tersenyum disaat ia kehilangan orang tercintanya.

"Rose sayang papah. Rose juga sayang sahabat Rose. Renjun, Mark, dan Taeyong. Rose sayang mereka semua...."

"Meskipun ini berat, tetapi Rose harus menjalani. Rose yakin, pasti suatu saat nanti, kita semua bakal bertemu kembali dengan senyuman kebahagian, Rose yakin itu."

EveryLasting | TaeyongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang