Part 21

369 49 3
                                    

Taeyong, Renjun, dan mark baru saja memarkirkan motornya di perkarangan rumah sakit. Setelah mendengar kabar kalau Rose dirawat, mereka bertiga memang sudah berencana sehabis pulang sekolah untuk langsung pergi menjenguk wanita itu.

Ketiga pria itu berjalan menyusuri koridor rumah sakit dengan perasaan bahagia, mereka berniat akan menghibur Rose yang pastinya sudah merasa suntuk berada di tempat ini.

Saat sedang asik melangkah, tiba tiba seorang pria tua berdiri di hadapan mereka. Taeyong yang awalnya terlihat bahagia, kini perlahan luntur saat melihat sosok Herman di hadapannya.

Bukan, bukannya Taeyong benci pada pria itu, tetapi Taeyong masih mengingat saat pria itu menampar dan mengusir Rose keluar dari rumahnya.

"Boleh saya minta waktu sebentar untuk berbicara dengan Taeyong?"ucap Herman formal.

Tatapan Renjun dan Mark beralih ke Taeyong, memberikan gerakan mata untuk menanyakan apakah pria itu bersedia menerima tawaran Herman.

Sempat terdiam beberapa detik sebelum Taeyong kembali sadar sepenuhnya, pria itu menganggukan kepala, menerima tawaran yang diberikan Herman.

Renjun dan Mark bernafas lega, mereka berdua pergi meninggalkan Taeyong dan Herman yang saling terdiam satu sama lain.

Herman berdehem pelan, pria itu mempersilahkan Taeyong untuk duduk di salah satu kursi kosong yang tersedia.

Setelah benar benar merasa nyaman dengan posisinya akhirnya Herman mulai angkat bicara.

"Maaf. Maaf atas prilaku om yang dulu pernah buat kamu marah,"Taeyong menggeleng pelan seakan membantah apa yang pria itu katakan.

"Om, itu udah dua tahun yang lalu. Lagian kalau Rose nerima om lagi berarti saya juga udah maafin om,"jelas Taeyong.

Herman mengangguk mengerti, seketika beban yang ia pikul selama dua tahun perlahan menghilang. Selama ini pria itu terus merasa bersalah pada Rose maupun Taeyong.

Herman pikir dengan sikapnya yang keterlaluan membuat Taeyong merasa benci padanya, tetapi ternyata pemikirannya itu jauh berbanding terbalik, Taeyong bukanlah orang pendendam, ia dengan senang hati membuka pintu maaf untuknya.

"Rose setiap malam selalu cerita ke saya kalau kamu itu orang baik. Dia bilang setiap kali Rose sedih kamu selalu hadir untuk menjadi sandarannya. Disaat Rose kesepian kamu dan kedua sahabat yang lain selalu siap menghibur dia..."

Herman tersenyum kecil, "Rose selalu cerita banyak tentang kamu dan sahabatnya.."

"Kadang om suka bingung liat sikap dia yang selalu senyam senyum sendiri waktu nulis dibuku diarynya. Om bisa bernafas lega kalau putri om bisa kembali bahagia seperti dulu."

Herman menyentuh punggung Taeyong pelan, kepala pria itu tertunduk, merasa malu menatap wajah tenang Taeyong.

"Om mau ngucapin banyak banyak terima kasih sama kamu. Om ngerasa penyebab semua kesedihannya terjadi karena om. Makasih karena kamu selalu ada disaat Rose kesepian, makasih."

Taeyong mengangguk, pria itu merasa tak terbenani untuk menjadi orang yang selalu ada di samping Rose, justru pria itu merasa sangat bahagia saat Rose membagi separuh kesedihan kepadanya.

"Ada sesuatu penting yang harus om omongin ke kamu, om harap kamu jangan benci Rose. Kamu harus janji sama om kalau kamu akan selalu ada di samping dia apapun masalahnya."

Taeyong mengerutkan dahinya, ternyata ada maksud dibalik semua ucapannya. Taeyong mendongakan kepala, siap mendengar apapun yang Herman ucapkan.

Herman mengulum tangannya, menumpukan dagunya pada punggung tangan. Pria itu sebenarnya berat untuk mengatakan ini, tetapi ia harus melakukannya.

EveryLasting | TaeyongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang