JR - nëntë

1.9K 290 43
                                    

Selamat Membaca

*

















































"Gio, nanti ditaman gak boleh main pasir ya. Kalau main pasir nanti baju nya kotor, terus noda nya gak bisa diilangin" kata Rose menggandeng tangan kecil Gionino membuka gerbang rumah.

"Iya aunty, tapi Gi boleh main sama teman-teman yang ada disana kan?"

"Boleh dong" Rose dan Gio baru saja membuka pintu rumah, dan berhadapan dengan Jen yang kebetulan lagi pemanasan depan pagar rumahnya juga.

Jen melirik anak yang digandeng Rose, lalu tersenyum walaupun anak kecil itu tidak membalas senyumnya. "Mau kemana nih pagi-pagi?" tanya Jen masih dengan posisi pemanasan.

"Kepo amat lo" Rose menutup pagar lalu menautkan tangannya kembali dengan tangan kecil Gionino.

"Dih, orang tanya baik-baik malah gitu jawabnya. Oci weei!" teriak Jen waktu perempuan berambut blonde itu sudah sedikit jauh dari pandangan nya. "Misuh-misuh gitu kok dia jadi lucu sih, pasti masih malu tuh karena kejadian mabuk gak jelas kemarin" gumam Jen.

"Kamu ngomong sama siapa?" tanya Yuri yang baru bergabung dengan si sulung. Padahal tadi bapak dua anak itu yang paling semangat untuk Jogging tapi sekarang ia baru bergabung.

"Tadi sama Oci, Yah. Tapi udah ngacir kemana gitu sama anak kecil" sahut Jen, Yuri cuma ber-oh saja.

-

Taman cukup jauh dari rumah Rose sebenarnya, tapi demi keponakan tercinta Rose pasti menuruti kemauan itu. Rose tahu kalau Gionino bukan anak kandung dari Amber dan Krystal, tahu juga siapa yang melahirkan anak kecil tampan ini. Tapi, Rose tidak tahu bagaimana dulu kisah sebelum adanya Gionino.

Menurut cewek blonde ini, sesulit apapun masa lalu orang tua Gio pasti ada alasan dibalik semua itu. Ada sebab dan akibat, itu seimbang dan Rose lebih memilih untuk tidak tahu banyak. Kata Rose; gak baik membuka luka lama yang udah mati-matian orang itu tutup, orang itu bahagia aja udah lebih dari cukup 'kan?

"Aunty kenal uncle bewok tadi?" tanya Gio ketika mereka sudah menjauh dari rumah.

"Oh teman aunty dari kecil, kenapa? dia galak ya kelihatannya?" Gio mengangguk, wajah Jen terlalu seram dengan brewokan itu menurutnya.

"Gi takut lihat uncle tadi aunty. Gantengan uncle Saqi sama Papa bel dari pada uncle tadi" kata mulut kecil Gionino.

"Tapi dia baik kok, nanti aunty kenalin sama Uncle Jen ya" sahut Rose, Gio membalas ucapan aunty nya dengan senyum.

"Ayo naik kesini, biar aunty dorong ayunan nya" Gio naik dibantu oleh Rose. Awalnya ayunan berjalan pelan tapi setelah itu semakin kencang. 

Gionino cekikikan rambutnya diterbang angin alhasil dahi lebarnya jadi dingin. "Aunty udah jangan didorong lagi, ckck" anak kecil itu masih ketawa, memperlihatkan gigi rapinya.

Dari jauh ada Jen yang memperhatikan mereka, ikut senyum karena keseruan Rose dan anak kecil itu. Mata kucing Jen merhatiin wajah anak itu lekat, dan dia akhirnya milih berhenti karena teringat sesuatu.

"Ngapain lo berhenti?" tanya Seulgi baru bergabung. Jen diam, matanya tetap tertuju ke Gionino diatas ayunan yang masih ketawa-ketawa karena dorongan Rose. Seulgi ikutin arah pandang Jen, sedikit kaget tapi berusaha untuk biasa saja. Jen seolah sedang berfikir keras, Seulgi tau tatapan itu.

"Udah kuy lanjut. Ngapain liat oci begitu banget" Seulgi nepuk pundak Jen cukup kenceng. Jen mendengus.

"Duluan aja" kata Jen. Seulgi berdecih, "Kalau cinta itu bilang bukan diam-diam kayak gini" ucap Seulgi. Pandangan Jen beralih ke sahabat disampingnya terus senyum lirih.

JEN - ROSÉTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang