Selamat Membaca
*
*
Well, disinilah mereka berdua sekarang. Jen dan Rose duduk disalah satu bangku taman dikomplek perumahan, masih saling diam belum ada yang memulai pembicaraan. Terkadang manusia hanya perlu ditemani dalam diam seperti ini, yang penting ada sosok nyata bahwa mereka tidak sendiri.
Jen menarik nafas perlahan, mengatur detak jantung yang dari tadi tidak bisa dikendalikan. Jen gugup berdampingan dengan sahabatnya ini. Sejak dua minggu yang lalu setelah pertemuan dengan Gionino itu tidak ada perubahan. Rose masih Rose, Jen masih Jen.
"Gue gatau mau cerita dari mana" ucap Jen pelan. "Dari apa yang lo pengen cerita aja, gausah dipaksa" sahut Rose.
"Lo benci gue, ci?" Rose melirik sekilas, bibirnya tertarik ketas sedikit. "Kalau benci, gue mungkin gak akan ada disini bareng lo sekarang" balasnya.
"Bang Amber cerita apa aja?"
"Lo cerita aja, versi bang Amber lo gak perlu tau. Toh nyatanya gue tetap disini nemanin lo kan" balas Rose, Jen mengangguk setuju.
"Gue khilaf"
Rose tergelak pelan dan mengangguk mengerti, bukankah selalu begitu manusia akan mengatakan khilaf pada ujung cerita sedihnya? ck.
"Terus?" tanya Rose masih memandang kedepan, dia enggan melihat pria disampingnya.
"Gue udah berubah"
Rose mengangguk entah itu setuju atau tidak, bahkan dia merasa tidak mengenal Jen selama ini. "Bukan nya kita sahabat?" tanya Rose.
"Harusnya sahabat saling berbagi, bukan dipendam sendiri bertahun-tahun. Gue bukan sahabat yang baik ternyata" lanjutnya.
Tidak ada bantahan dari pihak sebelah, didalam hati Jen masih tidak tahu akan membalas ucapan itu dengan kalimat apa. Toh nyatanya mereka berdua tidak berjalan seperti sahabat seharusnya.
"Mungkin banyak hal yang belum gue tau tentang lo selama ini, gue fikir gue udah ngenal lo paling jauh kayak Seulgi. Tapi nyatanya enggak, gue gak tau apa-apa tentang hidup, luka, dosa, sedih, dan tangis lo kan?" ucap Rose tergelak kecil.
"Gue minta maaf"
"Hm? emang salah lo apa?" Rose mengalihkan pandangan pada Jen sekilas. "Lo kan gak punya salah ke gue, J. Harusnya minta maaf ke orang yang lo sakitin" lanjutnya.
"Gue sakitin lo juga kan ci?" batin Jen.
"Lo udah hubungin dia?" Jen menggeleng lemah, tertawa pelan. "Gue gak seberani itu langsung ngehubungin dia" balas Jen.
"Pantes masih jadi pecundang sampe sekarang, haha" gelak Rose terkesan hambar dan menyakiti, Jen terdiam; lagi.
"Kenapa bisa?"
Jen mengangkat bahu tanda tidak tahu dengan hidupnya waktu itu, hanya dorongan setan dan obsesi pada salah wanita yang dia sukai. Perihal itu mungkin Rose tidak perlu tahu fikirnya.
"Kalau lo gak mau cerita sih gapapa, kita kan cuma teman dari kecil bukan sahabat yang harus tahu kehidupan masing-masing. Kita jadi ada sekat karena gender ya, J? lo ke Seulgi bisa cerita lepas, lo ke gue? sulit kayaknya" ucap Rose, lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
JEN - ROSÉ
Fanfiction𓊈𒆜 COMPLETED | JAKARTA 𒆜𓊉 © insanedepressing, 2020. ⚔️ JEN!TOP