8

9.3K 460 2
                                    

Aku Milikmu, Om!
#AMO

Bagian 8

Bimbang. Itulah yang kurasakan saat ini. Bagaimana tidak, aku diundang di acara pernikahan Nissa dengan Mas Rangga. Aku bingung akan hadir atau tidak. Satu sisi aku takut aku tak sanggup mengontrol keadaan hatiku. Tapi di sisi lain, ini pernikahan Nissa--sahabatku.

Nissa pun sebenarnya tak memaksaku hadir. Ia cukup tahu bagaimana hubunganku dengan Mas Rangga selama ini. Jadi, aku yakin ia paham bagaimana kondisi hatiku saat.

"Arghhh." Aku pusing. Kenapa hidupku begini sih?

"Kamu kenapa, Run?" tanya Mbak Arum terlihat tergopoh menghampiriku.

Kini aku sudah mulai bekerja. Kakiku sudah mulai sembuh. Aku pun sudah tak memerlukan tongkat lagi. Alhamdulillah.

"Hehehe. Gak apa-apa," jawabku sembari menyengir.

"Kamu ngagetin tahu. Aku kira kenapa-kenapa," kata Mbak Arum terlihat lega.

"Tadi lagi bayangin yang serem-serem, makanya tiba-tiba menjerit," dustaku. Tak mungkin kan aku mengatakan sejujurnya kalau aku sedang meratapi nasib.

"Dasar kamu ini," kata Mbak Arum dan hendak pergi.

"Eh, Run. Itu ada pembeli datang. Kamu layani, ya? Aku mau ke belakang bantu Mbak Una ngiket bunga." Mbak Arum benar-benar melangkah ke belakang setelah mengatakan itu.

Terlihat sebuah mobil parkir di depan toko bunga. Seperti tak asing tapi aku tak tahu. Hanya diam dan memperhatikan si empu mobil keluar.

Seorang wanita keluar dari kursi samping pengemudi. Seperti tak asing, tapi aku masih belum bisa melihat dengan jelas. Hingga orang itu benar-benar berjalan menarik paksa seseorang yang kukenal. Sangat kukenal.

Napasku tercekat. Detak jantungku berpacu begitu cepat. Dadaku naik turun. Orang itu.

Aku sedang di tempat kerja, aku harus profesional. Aku mencoba bersikap biasa. Perlahan aku mendekati orang itu. Masih sedikit pincang dan sesekali berpegangan sesuatu yang berada di sampingku.

"Sedang mencari bunga apa, Bu?" tanyaku pada ibu-ibu itu ramah tanpa menoleh seorang pria yang kini sedang memperhatikanku.

Mas Rangga. Ya, orang itu Mas Rangga.

"Eh kamu. Ternyata kamu kerja di sini?" tanya ibu itu angkuh.

Aku hanya tersenyum menanggapi. Tak peduli seberapa sakit hati ini.

"Aku mau cari buket mawar merah buat calon menantuku," kata ibu Mas Rangga dengan menekan kata 'calon menantuku'.

"Ibu...." Mas Rangga terlihat menghela napas.

"Sudah, kamu diam saja. Kamu pilihin bunga buat calon istrimu. Cepat!"

Aku tersenyum kikuk.

"Mari, Mas. Bunga mawar ada di sana," ujarku sembari menunjuk ke arah utara tempat bunga mawar berada.

Aku berjalan mendahului Mas Rangga. Membiarkannya mengikuti di belakang.

"Run, maafkan aku," ujar Mas Rangga tiba-tiba.

Aku memilih diam. Aku tak mau menanggapinya yang akan membuatku terluka. Aku hanya tak ingin menangis di depannya.

"Run, kumohon."

Aku menghentikan langkahku.

"Sudah, Mas. Sudah kumaafkan."

"Maaf, ini bukan keinginanku. Ibuku memaksaku dan aku tak bisa menolaknya," jelasnya.

Aku Milikmu, Om!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang