16

10K 564 32
                                    

Aku Milikmu, Om!
#AMO
Bagian 16

"Aruna!" Aku terlonjak saat mendengar seseorang memanggil namaku dengan begitu kerasnya.

Tak hanya aku, Om Raka yang berjalan beriringan denganku pun ikut mencari sumber suara. Karena suasana saat ini begitu ramai, aku dan Om Raka sedikit kesulitan untuk mencarinya. Namun, pencarian kami berhasil saat orang itu menghampiri kami.

Malam ini malam Minggu, tentu saja pasar malam sangat ramai. Terdapat anak kecil, remaja, bahkan orang dewasa. Kata Om Raka, pasar malam ini memang baru dibuka dua hari yang lalu. Jadi, masih sangat ramai bahkan sampai berdesak-desakan.

"Malam mingguan, Run?" goda orang itu. Nissa. Kini ia bersama suaminya sudah berada tepat di depanku dan Om Rak.

"Iya, hehe." Aku menjawab dengan tersenyum kaku. Mau menjawab tidak, namun nyatanya aku sedang malam mingguan bukan?

"Wah, jadi keinget pas dulu kamu malam mingguan di pasar malam juga sama Mas Rangga. Aku yang jadi obat nyamuknya pula," ujar Nissa tiba-tiba entah disengaja atau tidak. Karena raut wajahnya sangat sulit kuartikan.

Kulirik Mas Rangga yang sempat tersentak mendengar penuturan Nissa. Mungkin ia juga berpikir kalau perkataan Nissa sangat kurang pantas. Apalagi ada Om Raka yang dari tadi hanya diam.

"Nis, kamu apa-apaan sih?" tegur Mas Rangga halus.

"Gak apa-apa kali, Mas. Santai aja. Kan kita lagi ngomongin pengalaman-pengalaman dulu," balas Nissa santai.

"Aku inget tau, Run, pas dulu Mas Rangga meminta tolong padamu agar kamu mau diajak ke pasar malam. Kan kamu dari dulu gak pernah mau diajak kencan." Nissa berujar dengan semakin santai.

Aku terdiam. Memang benar, selama berhubungan dengan Mas Rangga, dapat dihitung dengan jari berapa kali kita berkencan. Itu pun aku memaksa Nissa agar tetap ikut. Dan sebab itulah, Nissa dan Mas Rangga kenal cukup baik.

"Ya kan, Mas?" Nissa bertanya pada Mas Rangga dengan menyikut perutnya.

"Iya. Tapi gak usah diinget-inget kali, Nis. Itu kan dulu."

"Ih, Mas Rangga ih. Gak apa-apa kali. Lagi pula Mas juga seneng kan?" goda Nissa pada suaminya. Apa maksudnya? Aku semakin merasakan aura tidak enak. Apalagi tiba-tiba Om Raka meremas jariku yang sejak tadi digenggamnya.

"Sayang, kamu katanya pengen cilok?" potong Om Raka mengalihkan pembicaraan. Aku ingat, tadi aku sempat meminta cilok lagi. Dengan alasan cilok yang sore tadi kumakan sudah tidak hangat. Aku pun mendesah lega. Paling tidak, pembahasan ini tak akan semakin berlarut.

"Iya, Mas. Cari tukang cilok, yuk?" ajakku sembari menarik tangannya agar segera menghindar dari Nissa dan Mas Rangga.

"Cieeee udah sayang-sayangan. Baru aja dua hari nikah udah mesra banget. Beruntung kamu, Run punya suami Mas Raka."

"Nissa!" Tiba-tiba Mas Rangga menyentak. Aku sempat terkejut, begitu pun Nissa.

"Bercanda kali, Mas. Run, aku ikut cari cilok, ya? Tiba-tiba aku pengen cilok juga," kata Nissa tiba-tiba.

"Gak boleh!" sentak Om Raka tiba-tiba.

"Mas, biarin aja Nissa ikut, ya?" bujukku pada Om-ku dengan nada halus. Berharap ia menuruti permintaanmu.

Sebenarnya bila jujur, aku ingin menolaknya. Aku merasa tidak enak. Tiba-tiba aku merasa Nissa sedang menyindirku. Entah memang benar, atau hanya perasaanku saja.

"Terserah kamu saja," jawab Om Raka sekenanya. Aku paham kalau sebenarnya ia ingin menolak permintaanku. Tapi ah, sudahlah.

Akhirnya kubiarkan mereka mengikutiku dan Om Raka. Bahkan kita sudah seperti pasangan double date. Namun sebenarnya aku tak nyaman dalam situasi ini. Bersama sahabatku yang telah menjadi istri dari mantan kekasihku. Apalagi saat ini aku sedang bersama suamiku.

Aku Milikmu, Om!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang