14

10.7K 525 16
                                    

Aku Milikmu, Om!
#AMO
Bagian 14

Apakah semua pria yang baru menikah seperti Om Raka? Lihatlah, sedari tadi ia terus saja mengikutiku seperti takut kehilanganku. Bahkan ketika aku hanya ingin membantu mama pun terus saja diikuti. Aku nadi tidak enak dengan mama, karena Om Raka selalu menggangguku.

"Mas ...." rengekku saat Om Raka menggangguku yang sedang membuat jus. Ia meletakkan dagunya di atas pundakku. Membuatku tak leluasa bergerak.

Kulirik sekilas Om Raka tersenyum simpul. Ia menarik dagunya, lalu duduk di kursi yang berada di dapur ini.

"Cepatlah, Dek. Kita harus segera bersiap-siap untuk segera pindah."

Terdengar mengesalkan. Kenapa harus buru-buru sih? Dan ya, kini ia beralih memanggilku dengan sebutan 'dek'. Itu terjadi atas kesepakatan kita setelah tadi pagi aku membantu mama, ia terus saja memanggilku 'sayang'. Bukannya aku tak mau, aku hanya malu jika didengar mama.

"Kenapa buru-buru sih, Om?" Aku duduk di kursi yang berada di depan Om Raka. Dan meminum jus wortel yang baru saja aku buat.

"Kok 'om' lagi sih?" tanyanya tak percaya.

"Gak apa-apa, kan gak ada mama." Aku menyengir kuda menanggapi Om Raka yang tampak kesal.

"Ish, kamu mah. Ayo ah, cepetan kita siap-siap. Aku ajak mampir beli cilok deh," tawar Om Raka yang spontan membuatku berbinar. Cilok? Aku rindu makan cilok, sudah lama aku tak memakannya.

"Sama es krim sekalian, ya, Om?" pintaku manja sembari menaik-naikkan alis.

"Boleh, tapi panggil yang bener!"

Aku memanyunkan bibirku. Jadi, Om Raka sedang mengerjaiku?

"Mau es krim, Mas," pintaku akhirnya.

"Jangan mas," balasnya cepat.

"Lalu apa?" tanyaku bingung.

"Pake sayang."

"Sayang, aku mau es krim boleh, ya?" Aku mengedip-ngedipkan mata sambil tersenyum terpaksa. Sebenarnya aku masih sangat malu bila harus memanggilnya 'mas' bahkan 'sayang'. Tapi, karena aku tak mau sesuatu yang lebih memalukan terjadi, aku lebih baik mengalah.

Om Raka kini tengah tersenyum menunjukkan kalau ia menang. Untung suami, kalau nggak pasti udah aku maki-maki.

Aku kembali meminum sisa jus yang kubuat tadi. Hanya dalam sekali teguk, gelas sudah menjadi kosong.

"Ayo," ucapku pada Om Raka setelah mencuci gelas bekas jus dan meletakkannya di tempat asal.

"Ayo!"

Kini aku dan Om Raka berjalan beriringan hendak menuju kamar. Tapi, saat sampai di ruang tengah Om Raka tiba-tiba merangkulku dari samping. Aku sempat terkejut, tapi setelah sekian detik aku menormalkan keterkejutanku. Bagaimanapun aku harus terbiasa dengan sikap Om Raka yang seperti ini. Ia kan suamiku.

"Eh, Mas Raka sama Mbak Runa romantis banget deh." Bi Minah tiba-tiba muncul dari ruang tamu.

"Eh?" Aku hendak menyingkirkan tangan Om Raka yang menempel di tubuhku. Tapi, ia malah mengeratkannya.

"Ish, Mas. Apa-apaan sih? Malu diliatin Bi Minah," kataku sembari mendelik ke arahnya. Om Raka hanya mengedikkan bahu acuh tanpa berniat melepaskan tangannya.

"Gak apa-apa, Mbak. Gak usah malu, Bi Minah juga pernah muda kok," ujar Bi Minah tersenyum jahil. Tapi justru membuatku malu.

"Tuh kan. Wajar kok kita mesra-mesraan. Kan udah sah, apa lagi pengantin baru. Ya kan, Bi?"

Aku Milikmu, Om!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang