10

10.1K 475 0
                                    

Aku Milikmu, Om!
#AMO
Bagian 10

Aku mengerjapkan mataku perlahan, hingga benar-benar terbuka. Cahaya yang begitu sejenak menyilaukan, namun lama-kelamaan mataku mulai terbiasa.

Rumah sakit. Ya, aku berada di sini. Aku yakin setelah aku menyadari di tanganku ada selang infus.

Aku mencoba duduk dengan susah payah. Badanku terasa sangat lemas.

"Kamu udah bangun, Sayang?" tanya Tante Sofi tiba-tiba dari arah pintu serta Om Raka di belakangnya.

"Iya, Tante," jawabku sekenanya.

"Kamu istirahat dulu, ya. Sekalian ini tante mau pamit pulang, biar Raka yang temenin kamu."

"Terima kasih, Tante. Maafkan Aruna yang sudah merepotkan."

Tante Sofi mengelus punggung tanganku sembari tersenyum. Aku pun hanya mengangguk, lalu mencium punggung tangan kanannya.

Setelah kepergian Tante Sofi, Om Raka mendekatiku dan duduk di kursi yang berada di samping brankar rumah sakit ini.

"Om, kenapa aku ada di sini? Aku mau pulang aja," rengekku pada Om Raka.

"Kau sedang sakit, bocil. Kau terkena tifus tahu!"

Tifus? Ah, pantas saja beberapa hari terakhir memang aku sedang kurang enak badan.

"Kalau aku kelamaan di sini bisa tabunganku benar-benar habis, Om," ujarku pelan sembari menunduk.

Bukan apa-apa, aku hanya teringat nasib tabunganku yang sudah sangat menipis. Kecelakaan kemarin itu benar-benar menguras tabunganku, dan saat ini pun aku baru genap seminggu bekerja. Dan kini sakit lagi?

"Diamlah, tak usah kau pikirkan masalah biaya. Biar aku yang tanggung semuanya. Yang terpenting kau cepat sembuh." Om Raka menatapku dalam. Entah apa arti tatapannya, aku tak tahu.

"Tapi, Om.... Aku tak mau benar-benar dianggap gadis yang hanya menginginkan harta, padahal aku juga bukan siapa-siapanya Om." Aku semakin menunduk dalam sembari terisak kecil.

"Kenapa kamu menangis, hem? Masih kepikiran perkataan ibu dari mantan kekasihmu itu, heh?" Om Raka bertanya dengan menekan kata 'mantan kekasihmu'. Apa maksudnya?

"Aruna, kamu tak usah pikirkan itu lagi. Itu hanya presepsinya saja. Toh, kamu tidak begitu kan? Biarkan saja, kalau kamu terus mikirin malah jadi beban kamu. Lebih baik kamu pikirkan hidupmu saja. Tak bisa dipungkiri, memang banyak sekali orang yang melihat kita hanya dengan sebelah mata. Tapi biarlah Allah yang membalas semuanya." Om Raka bertutur kata dengan sangat halus, namun wajahnya begitu serius.

"Makasih, Om. Aku sampai bingung mau membalas kebaikan Om dengan cara apa."

Om Raka menatapku serius, seraya berkata, "Jadilah is-"

Tiba sebuah ketukan pintu menghentikan perkataan Om Raka. Sepasang pengantin baru masuk--Nissa dan Mas Rangga.

Ah, tiba-tiba aku muak. Jujur aku sangat kecewa dengan mereka, terutama Mas Rangga. Saat aku dihina dan dicaci maki oleh ibu mereka, mereka sama sekali tak membelaku. Mereka hanya diam.

"Aruna!" Nissa berlari ke arahku lalu memelukku. Mau tak mau aku pun membalas memeluknya.

Aku melirik Om Raka. Ia sedikit menyingkir. Wajahnya terlihat merah seperti menahan amarah. Terlihat menakutkan, membuatku segera mengalihkan pandangan.

"Bagaimana keadaanmu, Run?" tanya Nissa terdengar khawatir.

Aku tersenyum samar. "Aku tidak apa-apa, Nis. Tenanglah."

Aku Milikmu, Om!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang