31

8.9K 616 38
                                    

Aku Milikmu, Om!
#AMO
Bagian 31

Aku menggeliat saat kurasakan elusan di punggung tanganku. Dengan menahan rasa sakit yang tiba-tiba mendera kepalaku, aku membuka mata. Perlahan kejadian terakhir yang menimpaku berputar di otakku.

"Aw!" ringisku sambil memegang kepalaku yang terasa sakit.

"Kenapa, Sayang? Sakit?" 

Aku segera memalingkan wajah saat kulihat wajah khawatir itu. Ia berdiri, mencoba meraih tanganku tapi segera kutepis.

"Maafkan aku," ujar Mas Raka. Ya, orang itu Mas Raka.

Aku ingat betul bagaimana ia hanya mempercayai foto-foto itu, sedangkan penjelasanku sama sekali tak dihiraukan. Memang kemarin aku tak marah, justru aku takut ketika ia yang marah. Tapi entahlah, tiba-tiba rasa kecewa di hatiku benar-benar mendominasi.

"Aku panggilin dokter, ya?" tawarnya saat aku masih saja meringis kesakitan.

Tiba-tiba mama datang dan menghampiriku. Wajahnya terlihat begitu khawatir.

"Sayang, kamu gimana keadaannya? Kamu mau apa? Apa ini masih sakit?" tanya mama bertubi-tubi sambil memegang tanganku yang memegangi kepala.

Aku hanya mengangguk samar. Kepalaku memang benar-benar sakit. Aku teringat, bagaimana Tante Ina melempar gelas itu, ah.

"Ma," panggilku pelan.

Mama pun menoleh dan mengelus pipiku dengan sayang. "Iya, Sayang? Mau apa?"

"Aku pengen berdua aja sama mama," kataku lagi. Sangan pelan. Tapi aku yakin Mas Raka mendengarnya. Terbukti ia menoleh dengan mengerutkan dahinya.

Kulihat Mama dan Mas Raka saling pandang. Sebelum akhirnya Mama mengangguk dan tersenyum ke arahku.

"Raka, kamu keluar dulu, ya? Biar Aruna sama Mama di sini."
Ah, sungguh aku beruntung memiliki mertua seperti Mama. Entah bagaimana lagi aku harus bersyukur.

"Tapi, Ma ...."

"Sudahlah. Menurut saja. Istrimu baru saja siuman. Apa kamu tidak kasihan?"

Tak terbantahkan. Ucapan Mama berhasil membuat Mas Raka melangkah keluar dari kamarku. Sekilas kulihat raut wajahnya yang .... Ah, sudahlah.

"Ma, boleh Runa tanya sesuatu? Sebenarnya ada apa?" Pertanyaan itu benar-benar terngiang di kepalaku. Jadi, aku tak mau membuang waktu untuk tidak segera bertanya.

"Nanti aja, ya, Sayang. Kalau kamu sudah sembuh. Mama nggak mau kamu makin pusing." Mama mengelus puncak kepalaku yang tak tertutup perban.

Aku menghela napas panjang. Aku ingin mengelak. Tapi pasti akan percuma.

Tiba-tiba aku teringat putraku. Dimana dia? Mas Raka dan Mama sama sekali tak menggendongnya.

"Ma, Reza mana?" tanyaku akhirnya.

"Reza? Reza sama Tantenya. Tadi Dini nawarin buat ngerawat Reza sementara waktu saat Mama dan Raka jagain kamu. Lagian nggak baik anak bayi diajak ke rumah sakit," jelas Mama.

Lagi-lagi aku menghela napas panjang. Aku merindukan Reza.

"Aruna rindu Reza, Ma."

"Iya. Makanya kamu cepet sembuh, biar cepet pulang dan ketemu Reza. Dia pasti juga merindukan bundanya."

Keheningan menyelimuti kami. Aku diam karena memikirkan banyak hal. Sedangkan Mama terlihat sibuk dengan ponselnya.

"Sayang, kamu belum makan. Makan, ya? Biar disuapin Raka. Mama mau pergi dulu ada urusan." Mama berdiri dan mengambil tasnya yang ada di nakas.

Aku Milikmu, Om!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang