23

10.5K 661 64
                                    

Aku Milikmu, Om!
#AMO
Bagian 23

Mas Raka membalikkan badanku. Ia menatapku begitu intens, tangannya memegang bagian bawah mataku.

"Habis nangis?"

Aku cepat-cepat menggeleng. Tanganku menyingkirkan tangannya yang masih memegang bagian bawah mataku. Aku menatapnya dalam.

"Apakah kamu punya wanita lain, Mas?" Akhirnya pertanyaan itu berhasil keluar dari mulutku. Aku sudah lama ingin menanyakannya.

"Apa maksudmu, Dek?" Mas Raka menangkup pipi sebelah kiriku. Tapi aku segera menepisnya. Ampuni aku, Ya Allah.

"Mas, jujurlah," pintaku dengan air mata yang sudah mulai terbendung.

Aku mengambil ponselku yang berada di saku gamis rumahanku. Membuka album foto, lalu menunjukkannya pada Mas Raka.

Seketika ia terlihat menegang. Matanya masih fokus pada sebuah foto di ponselku. Sebuah foto yang terlihat jelas dirinya bersama seorang wanita sedang duduk di sebuah meja restoran. Si wanita terlihat membelakangi kamera, jadi aku tak bisa melihat wajahnya.

Foto ini kudapat dari sebuah nomor yang tak kukenal melalui WhatsApp. Setelah mengirim foto tersebut, orang itu memblokir nomorku. Aku mendapatkan pesan ini saat aku berjalan-jalan bersama Nissa. Saat itu aku sempat menanyakan nomor tersebut padanya, tapi ia juga tak mengenali.

Mas Raka tiba-tiba mengambil ponsel dari tanganku, lalu ia letakkan di meja. Ia memelukku dan mengecup puncak kepalaku. Hal ini membuat hatiku semakin sakit.

"Maaf, Dek. Maafin aku," katanya masih dengan memelukku.

Apa maksud dari permintaan maafnya? Jadi, benarkah? Aku tak kuasa menahan tangisku kali ini. Aku terisak, di pelukan suamiku. Suami yang sangat kupuja-puja. Yang kuyakini benar-benar lelaki baik, tapi kenapa ia memiliki wanita lain?

"Sejak kapan, Mas?" tanyaku dengan sesenggukan.

"Maaf, Dek. Maafin aku. Maaf." Bukannya menjawab, Mas Raka lagi-lagi malah meminta maaf. Tangannya mengusap air mataku yang mengalir di pipi.

Aku menepis tangannya. Lalu segera melepas dekapannya.

"Tega kamu, Mas!" teriakku tak tertahan.

Aku meninggalkan Mas Raka sendirian di dapur. Rasanya melihat wajahnya saja membuat hatiku semakin sakit. Aku teringat di foto itu tercetak jelas senyumnya. Tapi senyum itu bukan untukku, melainkan untuk wanita lain.

Tak kuhiraukan panggilan-panggilan dari Mas Raka. Aku memilih bergegas menuju kamar. Aku benar-benar merasa ... Ah, sudahlah.

Aku terduduk di tempat tidurku dengan air mata yang masih saja mengalir tentunya. Dan aku sendirian. Hati kecilku tadi sempat berpikir kalau Mas Raka akan mengejarku, tapi ternyata salah.

Mas Raka sama sekali tak mengejarku, bahkan ia membiarkanku berlalu begitu saja. Hal ini tentu saja membuatku semakin terisak. Aku menenggelamkan wajahku di bantal. Hingga tak terasa mataku mulai berat, hingga aku terlelap.

***

"Dek, bangun. Udah maghrib." Aku menggeliat merasakan seseorang menepuk pelan pipiku. Merasa terganggu, aku segera membuka mata. Yang kulihat pertama adalah wajah itu, wajah yang sore tadi membuatku menangis hingga tertidur.

Tanpa menghiraukannya, aku segera bangun dan bergegas menuju kamar mandi. Aku berwudhu, lalu salat. Untuk kali ini rasanya aku ingin tak peduli dengan Mas Raka. Entah dia sudah salat atau belum, ia membiarkanku salat sendiri.

Aku menangis dalam do'a setelah salatku. Kenapa hidupku begini? Baru saja aku merasa bahagia memiliki keluarga baru. Tapi, kenapa sekarang begini?

Aku Milikmu, Om!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang