20

10.4K 560 33
                                    

Aku Milikmu, Om!
#AMO
Bagian 20

Tubuhku terasa sangat pegal. Ternyata perjalanan dari Jakarta ke Bali yang sebenarnya tak terlalu lama ini begitu melelahkan. Mungkin juga dikarenakan aku sudah sangat lama tak melakukan perjalanan jauh.

Seperti yang telah direncanakan, aku dan Mas Raka berlibur bersama dengan Nissa dan Mas Rangga. Tepat pukul 02.00 WITA kami sampai di Bali Airport. Kami pun menunggu jemputan mobil dari hotel agar kami dapat cepat beristirahat.

"Capek, Dek?" tanya Mas Raka saat kami menghampiri mobil jemputan.

"Dikit, Mas," jawabku pelan. Jika saja boleh, aku ingin berkata kalau aku sangat capek.

"Mau minum dulu?"

Aku menggeleng cepat. Aku haus, namun dalam pikiranku saat ini hanyalah kasur empuk yang akan menerimaku merebahkan diri.

"Ya udah. Nissa sama Rangga mau langsung ke hotel atau mau mampir dulu?" tanya Mas Raka dingin pada pasangan suami istri yang berada di belakang. Mereka berjalan beriringan dengan diam. Sejak tadi tak ada perbincangan dari keduanya.

"Langsung ke hotel, Mas," jawab Mas Rangga membuat Mas Raka mengangguk sekilas.

Tak butuh waktu begitu lama, mobil jemputan yang kami tumpangi sudah berhenti si hotel. Kami pun segera turun dan check in.

Aku mendesah lega saat tubuhku sudah ambruk di atas kasur. Rasanya nikmat sekali. Pun Mas Raka, kini ia sudah berbaring di sampingku.

"Capek, Mas," rengekku padanya. Kini ia memiringkan badannya menghadapku.

"Tadi katanya sedikit." Mas Raka tampak menaikkan alisnya sebelah.

"Tadi dikit. Sekarang udah banyak," jawabku dengan menyengir kuda. Tak lupa kedua jariku kuangkat membentuk huruf V.

"Ya udah. Kamu wudhu gih, langsung istirahat."

Aku mengangguk semangat lalu segera bangkit untuk mengambil air wudhu. Rasanya mataku sudah mulai berat. Aku ingin tidur.

***

Hari begitu cerah. Mentari sedang tak malu menampakkan sinarnya. Seperti memberi semangat. Namun hari ini aku dan Mas Raka memilih untuk tidak pergi ke manapun.

Aku duduk di kasur sembari memainkan ponselku. Tiba-tiba aku teringat sesuatu saat mendengar dering ponsel Mas Raka berbunyi. Pikiranku secara otomatis menuju kejadian beberapa waktu lalu, di mana Mas Raka mendapat sebuah pesan yang begitu romantis.

Aku sudah sangat berusaha untuk melupakan kejadian itu. Namun bayangan yang tidak-tidak terus terngiang. Saat setelah itu aku memilih bersikap biasa seolah tak terjadi apa-apa. Bahkan Mas Raka pun terlihat biasa saja.  Jadi, aku masih belum terlalu ingin menanyakannya. Nanti saja kalau kurasa waktu sudah tepat.

Aku meletakkan ponselku, hendak mengambil ponsel Mas Raka dan melihat siapa yang mengirimi pesan. Tapi suara pintu kamar mandi terbuka membuatku mengurungkan niat.

"Mas, ada pesan masuk kayaknya," kataku padanya.

Mas Raka duduk di sampingku dan segera membuka ponselnya. Aku tidak ingin tahu apa pesannya, tapi aku memperhatikan raut mukanya. Kulihat sejenak ia menegang, namun sedetik berikutnya ia sudah seperti biasa.

"Dari siapa, Mas?" tanyaku basa-basi.

"Teman, Dek. Kebetulan dia juga berlibur ke sini."

Aku manggut-manggut tanda mengerti. Kini aku menyenderkan kepalaku pada pundaknya sebelah kanan. Tapi ia malah memeluk lenganku sehingga kini aku menyender di dadanya. Dapat kudengar jelas detak jantungnya. Mungkinkah ia memiliki perasaan yang sama seperti saat aku berdekatan dengannya?

Aku Milikmu, Om!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang