21

9.5K 564 24
                                    

Aku Milikmu, Om!
#AMO
Bagian 21

Siapa yang tidak tahu Bali? Pulau seribu pura ini pasti sudah tak asing lagi akan keindahan alamnya. Juga adat dan budaya yang kental menambah nilai plus bagi pulau yang biasa disebut pulau dewata ini.

Daya tarik yang luar biasa itulah yang mampu menarik wisatawan lokal maupun asing. Termasuk aku dan Mas Raka. Begitu banyak tempat wisata, salah satunya adalah Pantai Kuta.

Sesuai wacana, kini aku dan Mas Raka memulai jalan-jalan dengan mengunjungi Pantai Kuta. Sengaja kita berangkat setelah ashar, agar dapat menyaksikan sunset di sana.

"Pelan-pelan, Dek," kata Mas Raka dengan tangan lebih mengeratkan genggamannya saat aku berjalan dengan cepat.

Tadi Mas Raka pulang menemui temannya tepat setengah jam sebelum ashar. Jadi, ia memang belum sempat istirahat. Tapi malah bergegas mengajakku jalan.

"Ini udah pelan-pelan, Mas," elakku tak mau kalah.

"Kalau jatuh gimana?"

"Kan ada kamu, Mas." Aku menyengir kuda menatapnya.

"Kok aku?"

"Kan aku sering mau jatuh tapi gak jadi kalau ada Mas."

Memang aku sering sekali hampir jatuh. Namun tangan kekar Mas Raka selalu bisa melindungiku. Bahkan malah aku jatuh dalam pelukannya.

"Heleh. Kamu ini ada-ada aja."

Aku menyengir kuda menampakkan gigi putihku. Mataku melirik genggaman tangannya. Masih begitu erat. Apakah ia benar-benar melindungiku? Ah, entahlah.

Kami menyusuri pantai, merasakan butiran-butiran pasir di kaki, dengan Mas Raka yang enggan melepaskan genggamannya. Bahkan kurasa semakin mengerat saja saat tak sengaja seorang pria menatapku.

Aku dan Mas Raka akhirnya memilih duduk di bawah sebuah pohon. Memperhatikan sekeliling sambil menikmati kelapa muda. Suasana cukup ramai, mungkin mereka juga menunggu sang surya menenggelamkan diri.

Tak jauh dari tempat kami duduk, kulihat sepasang manusia yang juga sedang menikmati keindahan Kuta ini. Bepegangan tangan. Sang wanita menggelayut manja. Sedangkan sang pria memegang pundak si wanita. Mesra sekali. Terlihat begitu romantis.

"Suka, Dek?" bisik Mas Raka tepat di telingaku saat aku mengedarkan pandangan ke sekeliling.

"Suka, Mas. Terima kasih," balasku tulus. Seumur hidup, memang baru kali ini aku menginjakkan kaki di Pulau Dewata. Pulau yang dulu pernah kuimpikan akan menjadi tujuan liburanku bersama Ayah, Bunda, dan adikku.

Mendadak pikiranku tertuju pada mereka. Apakah mereka bisa melihat kehidupanku? Yang dulunya begitu pahit karena kesendirian. Dan sekarang sudah menemukan pangeran seperti Mas Raka.

Dan aku membayangkan bagaimana bahagianya aku jika saat ini masih ada mereka di sisiku. Paling tidak, aku masih punya keluarga tempatku bersandar. Tempatku berbagi luka tentunya.

Tes. Air mataku menetes begitu saja. Tanpa aba-aba. Tapi tak sampai mengalir, hanya beberapa tetes. Aku tak mau membuat Mas Raka khawatir.

"Dek, kenapa?" tanya Mas Raka saat menyadari air mataku. Kini ia menatapku lekat.

"Gak apa-apa, Mas."

"Jujur sama aku, Dek. Katanya gak boleh ada rahasia di antara kita?" tanya Mas Raka lagi yang sepertinya belum puas dengan jawabanku.

Rahasia katanya? Bahkan ia yang sedang main rahasia bukan? Mendadak hatiku sedikit merasa sakit. Mengingat kejadian-kejadian hari ini yang membuatku memilih tidur setelah pergi bersama Nissa.

Aku Milikmu, Om!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang