14

1.7K 160 0
                                    

.

.

.

Dua minggu berlalu, sejak Taehyung menyatakan masalahnya. Saat ini Jungkook nampak duduk di ruangan Jimin, berkutat dengan data-data seputar dunia obat, penyakit dan nama-nama pasien. Jimin menugaskannya untuk membantunya menyelesaikan laporan rumah sakit. Sementara Jimin sendiri tengah memeriksa beberapa pasien termasuk ibu Taehyung.

Ngomong-ngomong soal Taehyung, meski dia sudah mengatakan dirinya masih bisa bertemu dengan Jungkook. Tapi Jungkook memilih untuk tidak menghubungi Taehyung lebih dulu hanya untuk bertemu saja. Alasannya simple, Jungkook cukup tahu aktivitas Taehyung diluar mengurus usahanya, ia juga harus mengurus keluarganya karena ia anak pertama. Karena itu Jungkook tidak menghiraukan hatinya yang hanya ingin bertemu saja dengan Taehyung.

Dua minggu tidak bertemu, dua minggu juga pola tidur dan makan Jungkook tidak teratur. Ia kepikiran Taehyung, apa kakaknya itu sudah makan dan istirahat? Meski bisa saja sesekali ke ruang rawat ajumma Park yang mungkin bisa saja mereka ketemu, tapi Jungkook menahan dirinya untuk tidak sering muncul di depan Taehyung agar mereka bisa sama-sama fokus pada urusan masing-masing.

Dua minggu ini Jungkook merasa semua baik-baik saja. Meski Taehyung sesekali mengiriminya pesan singkat sekedar saling mengingatkan makan. Tapi Jungkook tidak benar-benar mengindahkan pesan Taehyung. Buktinya sekarang ia merasa pusing dan sedikit mual. Beberapa kali ia menggeleng, mengembalikan fokus matanya yang berkunang menatap barisan huruf di kertas yang dipegangnya.

Jungkook beranjak, ia mengambil air minum. Mungkin ia dehidrasi karena terlalu lama duduk. Setelah meneguk segelas air mineral. Ia bersandar di sisi jendela yang terbuka, menampakkan pemandangan jalanan. Menyegarkan pikirannya sejenak, bukannya rileks, kepalanya malah semakin sakit.

Jungkook lantas duduk sambil memijat kepalanya. Ini pasti karena ia sering tidur larut dua Minggu ini. Jungkook cukup tahu resiko ini, setiap hari ia tidur pukul tiga dan bangun pukul enam lalu pergi seharian. Begitu terus dua Minggu ini, jelas saja tubuhnya protes.

Jungkook menggelengkan kepalanya lagi, matanya mulai semakin tidak fokus. Ia merasa bumi ini terbalik, ia memejamkan matanya. Sekelilingnya terasa berputar, ia mencoba meraih ponsel di sakunya. Dengan membuka hanya sebelah matanya, ia mencari nomor Jimin dan tersambung.

"Hyeong,"ponsel Jungkook terjatuh. Kepalanya terkulai di meja, Jungkook kehilangan kesadarannya.

Jimin di seberang sana ber'halo-halo' ria, bertanya apakah Jungkook sudah menyelesaikan laporannya, bertanya hal apa yang mau ia tanyakan. Tapi tak ada jawaban setelah suara keras yang didengarnya tadi. Jimin kawatir, ia mematikan ponselnya dan langsung menuju ruangannya.

Tanpa mengetuk, tentu saja, ini kan ruang pribadinya. Jimin membuka pintu, ia mengernyit saat melihat Jungkook tidur bersandar dimeja. Ia mendekati Jungkook, melihat posisi yang tak wajar, ia mengangkat Jungkook dan menyandarkannya di kursi kerjanya.

'astaga wajahnya pucat sekali. Apa aku terlalu memaksanya bekerja?,'batin Jimin.

"Jungkook, hei. Buka matamu."Jimin menepuk pipi Jungkook beberapa kali tapi tidak ada respon.

Jimin menekan dua tombol di telepon kantornya, dan meloudspeaker sambungannya.

"Ye, Park Seonsaengnim."

"Bawakan dua suster pria keruanganku sekarang."

"Ye. Algesseumnida."

Dua suster pria datang setelah Jimin menunggu beberapa menit, dan dengan cekatan mengangkat Jungkook ke ranjang yang ada di ruangan Jimin. Bukan Jimin mau sok kuasa dengan memerintah para suster, tapi masalahnya tubuh Jungkook lebih besar darinya, ia cukup tahu diri kalau ia tidak akan kuat mengangkat Jungkook sendirian.

Mirror ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang