Bab 10 - Aletta Marah.

3 1 0
                                    

Sifanny menenteng tas dengan wajah kusut. Lelah sekali rasanya setelah berlibur seharian penuh, tapi tadi itu menyenangkan juga sih.

Tanpa mandi, mencuci muka, ataupun mengganti pakaian. Sifanny langsung merebahkan tubuhnya diatas kasur. Tas yang Sifanny bawa tadi entah dia lempar kemana. Sifanny tak peduli, karena yang terpenting saat ini adalah, tidur.

"Capek banget gue, tapi untung aja ada kasur. Emang ya, kasur itu bisa bikin nyaman. Andai aja gue bisa pacarin kasur." Sifanny bergumam tak jelas sambil mulai memejamkan mata.

Tak lama kemudian, terdengar sebuah bunyi yang menandakan kapal akan segera berlayar.

"Eh, si Letta mana ya? Kok dia gak muncul -muncul sih?" ucap Sifanny begitu menyadari Aletta tidak ada disini. "Ah palingan juga dia lagi kesusahan bawa tas jadi jalannya lamban. Emang dasar Aletta manja." Sifanny menguap lebar lalu segera memejamkan matanya.

Dia tidak tau jika sebenarnya Aletta tertinggal dipulau itu.

Bersama Erlan.

***
Aletta terisak melihat kapal yang sudah menghilang dari pandangannya.

Bagaimana mungkin ini bisa terjadi? Semesta pasti sedang bercanda kan?

"Jangan nangis," ucap Erlan begitu tiba disamping Aletta. Ekspresinya terlihat biasa saja. Tidak ada ketakutan atau semacamnya.

"Jangan nangis gimana? Kita tuh ketinggalan kapal! Lo tau sendiri kan kalau malam hari disini bahaya karena itu disini nggak dibangun penginapan. Terus sekarang apa yang terjadi sama kita? Kita ketinggalan kapal dan terdampar dipulau ini. Berdua lagi. Terus nanti kalau kita lapar kita makan apa?!" Aletta memandang Erlan dengan pipi yang basah oleh air mata. "Gue... Gue takut," cicit Aletta ketakutan.

Melihat Aletta yang ketakutan sambil menangis, membuat siapaun merasa iba melihatnya.

"Jangan takut, gue ada disini. Lagian kan lo tau kalau kapal itu bakal datang kesini lagi," ucap Erlan berusaha menenangkan Aletta.

"Tapi, mereka kembali lagi kesini masih lusa. Dan itu masih lama." Aletta tak mampu membendung tangisnya hingga membuat Erlan secara refleks langsung memeluk Aletta dan berusaha menenangkan.

Yang dikatan Aletta memang benar, kapal akan sampai dipelabuhan seberang besok pagi dan baru bisa berlayar menuju pulau pada malam hari, kecuali jika ada yang sadar mereka menghilang, mungkin kapal itu bisa berbalik arah.

"Semua pasti ada jalan keluarnya. Tenang aja."

***
Matahari mulai terbenam. Angin sepoi-sepoi berhembus menenangkan. Membuat rambut Aletta terbang kesana-kemari dengan begitu indah.

Aletta menatap kesekelilingnya, tidak ada lampu disini. Jika malam tiba, tempat ini pasti akan sangat gelap. Apalagi katanya disini banyak binatang buas. Membuat bulu kuduk Aletta jadi meremang. Lagian kenapa juga sih tidak ada yang berinisiatif membuatkan lampu dipulau ini?

Aletta menghembuskan napas berat. Dia merogoh ponsel yang ada disaku roknya. Berharap ada keajaiban datang seperti membuat baterai ponsel Aletta full kembali.

Aletta sangat kesal, tepatnya kesal kepada dirinya sendiri. Kenapa juga tadi dia habiskan baterai ponselnya untuk hal tidak penting? Memang sih, rencananya saat sudah sampai dikapal nanti Aletta akan mengecas baterai ponselnya.

"Sifanny kemana ya? Kenapa dia nggak nyariin gue? Kenapa dia gak sadar kalau gue ketinggalan disini? Kenapa Sifanny jahat banget sama gue? Kenapa juga gue harus nyamperin si Erlan? Seharusnya tadi gue biarin aja dia, jadi gue nggak bakal ikut ketinggalan!" Aletta jadi mencak-mencak sendiri. Heran saja kenapa nasibnya bisa sesial ini. Padahal niatnya kesini adalah berlibur.

IMPOSSIBLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang