23. Ternyata...

2.2K 288 40
                                    

Aku tidak pandai menangis, jadi apa yang kau khawatirkan?

◀◻◻◻▶

Dia tidak akan pernah percaya lagi tentang apa yang akan De Nhara jelaskan tentang masalah hubungan mereka yang telah kandas, bagaimana mungkin (Namakamu) mau saja bertemu dengan cowok itu yang ingin bermaksud mencelakainya. Hampir saja (Namakamu) kehilangan nafas saat di bekuk oleh De Nhara.

Berlari menjadi tujuan akhir dan bersandar pada belakang pintu apartemennya, dia menangis sejadi-jadinya tidak akan peduli bahwa ternyata sekarang ada Iqbaal yang sedang terlelap di sofa. Dia ketakukan, apa yang De Nhara lakukan tadi membuat dirinya cemas.

"Hiks." (Namakamu) sudah menahan isakan tangis itu namun tetap saja keluar, takut jika nanti isakannya membuat Iqbaal terbangun akhirnya dia menutup mulutnya.

Semestinya dia harus menbangunkan Iqbaal dan menceritakan semua kejadian menyeramkan yang terjadi dengan dirinya, tapi dia terlalu takut bahkan untuk berdiri saja sudah tidak sanggup lagi.

"Hhh," dengkuran Iqbaal terdengar jelas. Cowok itu berpindah posisi menjadi mengesampingkan tubuhnya. Namun sepersekian detik matanya terbuka mengucek bolanya matanya agar penglihatannya tampak jelas.

Iqbaal menoleh jam dinding di atas bertempel pada tembok tepat di sebelah lukisan, sudah jam segini cewek itu belum juga menampakkan dirinya.

"Telpon gak ya, EH." Iqbaal mengucek lagi matanya saat melihat perempuan yang sedari dia khawatirkan tengah berjongkok dan memeluk kedua kakinya di bawah sana, sungguh miris.

"(Namakamu)," pekik Iqbaal mendekat. Sebenarnya tadi Iqbaal ingin marah jika cewek itu sudah datang. Namun, melihat keadaan cewek itu sangat menyedihkan akhirnya dia urungkan.

"Iqbaal," lirih cewek itu berkaca-kaca.

Dengan gerakan sigap, Iqbaal membawa (Namakamu) untuk segera duduk di sofa, waktu sudah berada di angka setengah satu malam. Iqbaal janji, dia sekarang akan sigap memasang kedua telinganya dan mendengarkan semua cerita cewek ini, kenapa dia bisa sampai seperti ini.

"Ceritain," tegas Iqbaal.

(Namakamu) menggeleng pelan, masih sesegukan dengan isakan-isakan yang keluar dari bibirnya.

"Aku tahu siapa yang udah buat kamu kayak gini!"

"Aku bodoh banget hiks, bisa percaya sama orang kayak dia hiks lagi, dia mau bunuh aku BAAL!" (Namakamu) percaya Iqbaal, jika sudah berada di dalam ruang lingkup Iqbaal, apa yang terjadi hari ini semuanya tidak akan pernah terulang lagi!

Namun, jika tadi (Namakamu) marah karena tidak ada Iqbaal, pasti dia akan marah. Tapi butuh banyak tenaga untuk bisa marah dengan Iqbaal.

"Why?"

(Namakamu) mengusap air matanya, membenarkan posisi duduknya agar bisa melihat Iqbaal. "Tadi cuma cerita, tapi dia hampir bunuh aku."

"Nhara?"

"Iya. Semuanya berubah karena aku nolak dia lagi! DIA BEKUK AKU BAAL!" bentak (Namakamu), emosi dalam dirinya sudah tidak terkontrol lagi!

"Kamu kemana tadi? kamu kemana? kenapa ninggalin aku sendirian di sini? kenapa kamu gak ada di saat bahaya datang ke aku, kamu pergi kemana BAAL!" sambungnya lagi.

PEMERAN UTAMA✅ | Iqbaal RamadhanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang