◀◻◻◻▶
Iqbaal merasa cemas. Saat (Namakamu) mulai menggigil. Bibir pucat dan lemas. Semua itu akibat keteledoran Iqbaal. Selesai ziarah. Tiba-tiba turun hujan. (Namakamu) sudah menghentikan langkah Iqbaal. Tapi Iqbaal berfikir tanpa berteduh dan sampai rumah segera mandi tidak akan membuatnya demam. "Aku ambilkan selimut."
(Namakamu) menggunakan selimut. Terlentang di Sofa dan Iqbaal di sebelahnya begitu cemas. "Kamu gak ada simpanan obat?"
"Gak ada. Atau kita perlu ke dokter aja?"
(Namakamu) menggeleng. "Aku mau yang hangat."
"Aku akan bikin teh hangat. Siapa tahu lebih hangat dan mendingan! Kalau tidak. Kita harus segera ke dokter." Iqbaal melangkah ke dapur.
(Namakamu) berdeham. "Aku hanya kedinginan. Bukan sakit Iqbaal."
"Minum dulu." Iqbaal meletakkan teh. "Itu salah satu tandanya. Kamu terlalu lama kehujanan dan itu kesalahanku."
(Namakamu) meniup gelas lalu meminum tehnya perlahan. "Gak apa."
Tok Tok.
Iqbaal menatap (Namakamu). Lalu menjatuhkan pandangan ke arah pintu. Siapa yang bertamu sore-sore. Jika Aldi. Di rasa tidak. Aldi sempat mengirim beberapa pesan kalo hari ini dia sangat sibuk jadi tidak akan bisa mampir atau mengedit video di rumah (Namakamu).
Tok Tok'
"Aku yang bukain." Iqbaal melangkah. Membuka pintu. Entahlah. Nafasnya baru saja terhirup Iqbaal sudah mendapat pukulan dari tamu itu.
"EH!! Ngapain lo di rumah teman gue!" Sambil mendaratkan beberapa pukulan. "Lo gak lagi coba melakukan percobaan pemerkosaan, kan? Atau pembunuhan atau lo maling?!"
Ebuset.
(Namakamu) berdiri. Matanya melotot melihat Steffi memukul Iqbaal. Membuka selimut. "Steffi stop! Gue gak apa?!"
Steffi memeluk (Namakamu). Iqbaal masih meringgis. Di bawanya (Namakamu) duduk di Sofa. "Syukurlah lo gak apa. Gue pikir dia lagi coba jahat ke lo."
"Iqbaal satu rumah sama gue. Ternyata rumah ini punya keluarga Iqbaal. Ada dua kamar tidur jadi kita gak tidur bareng!! Satu lagi. Iqbaal juga tinggal di sini karena kampus yang baru lebih dekat. Kalau tinggal dari Asrama atau rumah orang tuanya akan banyak menyita waktu. Begitu juga gue! Lagian udah diizinin kok."
Steffi mengangguk paham.
"Aku buatin minum dulu." Kata Iqbaal pergi.
"Kenapa lo bisa tahu tempat tinggal gue? Dan tujan lo datang tanpa teman yang lain?"
Steffi merasa bodoh. "Gue cari di internet. Ternyata ada cuma pakai nomor telepon aja! Gue mau cerita sama lo tentang keluarga gue."
(Namakamu) mengangguk. "Cerita lah."
"Jadi orang tua gue resmi cerai hari ini! Tapi waktu nelpon Ayah gue lagi mukul Ibu gue. Yang bikin gue sedih lagi. Adik gue masih kecil. Gue kasihan." Steffi menceritakan semua kejadian. Mulai dari awal hingga akhir. Menangis sesegukan dalam pelukan (Namakamu). Cewek itu melupakan tubuh yang dinginnya. Membiarkan Steffi mencurahkan semua isi hatinya. Pasti Steffi ingin sekali pergi ke Indonesia dan menyelamatkan keluarga kecilnya. Termasuk adik kecilnya itu.
Iqbaal menyodorkan tissue di atas meja. Cowok itu tak bergeming melihat penampakan itu. Keduanya saling berpelukan di tambah Steffi yang masih terisak.
"Janji? Lo gak akan nangis lagi?" Tanya (Namakamu) setelah keadaan tenang. "Setelah ini. Lo hubungi Ibu lo. Tanya keadaan. Mungkin lo saranin mereka untuk tinggal di rumah Nenek lo dulu."
Steffi mengusap pipi. Lalu mengangguk. "Makasih. Gue gak akan bisa lega sebelum cerita sama lo."
"Saran gue. Lo cuti beberapa hari deh dari kuliah dulu. Coba lo cek keadaan keluarga lo di Indo."
Steffi mengangguk. "Gue akan coba besok nyari izin. Oh Ya. Maaf, kalau mengganggu waktu lo."
(Namakamu) terkekeh. "Santai. Oh Iya. Dia Iqbaal Stef. Waktu Festival Melbourne dia lawan main aku di panggung. Mungkin lo udah tahu tapi belum sempat kenalan. Dia juga teman SMA gue." (Namakamu) menoleh. "Iqbaal? Ini Steffi teman kampus sekaligus teman satu kamar di Asrama."
Iqbaal dan Steffi mengangguk.
"Di minum."
"Makasih." Steffi kembali meraih gelas dan meminumnya. Sesekali melirik Iqbaal yang pandangannya tertuju ke arah luar. Alisnya tertaut seperti tidak asing lagi baginya. "Wait! Muka Iqbaal kaya gak asing deh di mata gue. Kaya pernah lihat di mana gitu. Ya gak sih, (Namakamu)."
"Di Festival Melbourne, Kan?" Celetuknya.
"Bukan!" Steffi mengingat. "Di youtube. Lo pernah kan nunjukin video cover lo. Yang di upload sama teman lo. Kalo gak salah namanya Bastian."
Iqbaal bingung. "Kapan (Namakamu)? Aku gak tau."
"Waktu nyanyi di sekolah. Sebelum ujian nasional semua siswa ngadain acara. Lupa namanya acaranya. Intinya aku sama kamu di suruh nyanyi yang lagunya Jazz- Teman Bahagia. Bastian iseng videoin dan masukkin youtube."
"Ohh. Aku ingat."
"Kalian berdua itu cocok loh. Kenapa coba kalian gak jadian aja? Di bandingkan sama De Nhara. Gue lebih dukung lo sama Iqbaal deh." Steffy mungkin belum tahu kisah mereka dua semenyakitkan apa.
Tok tok tok tok tok pintu di ketuk tanpa jeda. Iqbaal kembali menoleh ke arah pintu. Kembali berulang. Hingga akhirnya Iqbaal bangkit ke arah pintu.
"SURPRISEE!!" Teriak orang dari luar.
(Namakamu) dan Steffi terkejut.
"Ngapain lo kesini?" tanya Iqbaal geram.
◀◻◻◻▶
Hai sorry gak sesuai ekspektasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
PEMERAN UTAMA✅ | Iqbaal Ramadhan
Fiksi PenggemarSequel 'tentang,Iqbaal.' "Jika Iqbaal adalah sesuatu yang berharga bagi (Namakamu), maka Iqbaal adalah nafas yang akan selalu (Namakamu) butuhkan."