Diam adalah caraku menenangkan kegelisahanku.- enka.
◀◻◻◻▶
(Namakamu) masih belum menyangka kejadian siang. Iqbaal masih hidup. Tapi dengan kehidupan yang baru. Jujur. (Namakamu) syok, atas apa yang di lihat di pintu masuk Mall. Iqbaal menggendong anak perempuan cantik mirip sekali dengan Iqbaal. Dan Zidny, perempuan itu pernah menjadi bagian dari kisah kelam masa lalunya. Bagian yang paling (Namakamu) benci. Zidny mengatakan kalau dirinya adalah calon istri Iqbaal saja hatinya merasa tercabik. Bagaimana mungkin (Namakamu) merasa baik-baik saja jika sekarang Zidny benar-benar menjadi istri sah Iqbaal.
Pikirannya terus terbayang kejadian itu. Isak tangisnya semakin tak karuan. Di tutupi bantal wajah yang lembab itu. (Namakamu) merebahkan dirinya di Sofa Studio. Jangan tanya De Nhara yang katanya ingin menemaninya ke Studio. Cowok itu sudah izin pergi karena urusan mendadak.
"(Namakamu). Sampai kapan mau berlarut-larut dalam kesedihan. Udah hampir berapa tahun? Sudah sangat lama! Kamu juga udah punya kehidupan baru sekarang. Kalau kamu terus-terusa nangis. Kasihan mantan pacar kamu gak tenang di sana." Tutur Ibu Linda di sebelahnya. "Udah. Ikhlas Ya?"
"Kita atur jadwa ulang aja! Kayaknya dia butuh waktu. Next time. Pas dia udah kembali normal." Kata Septian kepada Linda dan kru lainnya.
Linda menarik nafas. "(Namakamu). Udah dong!"
Linda menggoyangkan tubuh (Namakamu). Apa yang harus Linda lakukan sekarang? Membiarkan perempuan itu terisak atau menjemput anaknya ke sekolah.
"Ada apa?" De Nhara datang. Membuat Linda terperanjak kaget. "(Namakamu). Kamu kenapa?"
Tadi katanya sibuk. Sekarang langsung datang ke studio. Kesibukan macam apa yang De Nhara lakukan. Tentu ucapan De Nhara membuat pacarnya terdiam. Mungkin di bawah bantal sana sedang kaget bagaimana mungkin bisa De Nhara datang.
"Kamu lagi marahan atau kamu marahin dia, Nhara? Tadi sempat diem beberapa menit sekarang kaya gini. Nangis dia. Ibu juga gak tahu harus gimana."
Aldi meletakkan kamera di meja. "Mungkin sakit?"
Linda mencoba menarik bantal. Memeriksa kening yang hangat. "Hangat."
"Perasaan waktu jalan di Mall baik-baik aja, Bu." Kata De Nhara.
"Nah kan! Bener. Lo itu biang masalahnya. Coba aja lo gak ngajak dia ke Mall mungkin kita akan jadi take hari ini! Bener-bener lo ya!" Bentak ringan Bella.
"Maksud lo?" Tanya De Nhara.
"Elah. Pura-pura gak ngerti lagi! Lo pasti minta (Namakamu) buat bayarin belanjaan lo, Kan? Pas nih kejadian dua bulan lalu. Waktu lo ngidam jam tangan termahal itu. Dia juga hampir demam tinggi mikirin tabungannya yang di pinjem sama lo! Emang keterlaluan banget lo jadi cowok. Pacaran sama orang terkenal, modal dikit kek!" Protes Bella.
"Stop! Dia yang minta."
Bella melipat kedua tangannya. "Kadang manusia itu punya otak tapi gak tau fungsinya apa! Semacam lo. Yang pura-pura bego."
Tangan De Nhara mengepal. "Jaga mulut lo!"
"Udah! Stop. Kalian berantem juga gak ada gunanya lagi."
"Sumpah ya! Apa gak ada MUA yang lebih baik dari dia. Minimal punya attitude-lah ke atasannya. Main kasar aja. Pecat aja Ibu!"
"Gue gak takut sama lo! Yang bayar gue itu (Namakamu) bukan lo yang modal janji manis doang!"
"Ibu Linda?! Bisa belain gue dikit gak! Gue bakal laporin lo sama pacar gue biar lo di pecat."
Bella mendelik. "Punya uang berapa? Pacaran modal duit ceweknya gak usah belagu!"
"Brengsek!" De Nhara kesal. Lalu pergi. Padahal baru saja dia sampai. Meninggalkan (Namakamu) yang mungkin sekarang sudah terlelap karena kecapekkan menangis.
"Kasar banget jadi cowok."
"Sudah-sudah!" Septian datang. Mengintip pembicaraan dari lantai atas. Tidak berani ikut campur. "Kembali bekerja Ya."
◀◻▶
"Ibu?" Lirih (Namakamu). "Iqbaal masih hidup."
Linda menelan ludahnya. Menatap kasihan kepada (Namakamu). Terlihat acak, sembab, dan berantakan. Bella juga merasakan hal yang sama. Bos-nya tak lagi seceria kemarin. Tapi kapan memangnya (Namakamu) pernah ceria full.
Linda menarik tubuh (Namakamu). Membawa dalam dekapannya. Mengusap rambut panjangnya seperti seorang ibu dan anak. "Lupain, Oke? Yang kamu lihat mungkin sekilas mirip. Jadinya halusinasi kamu makin tinggi. Jangan sampai stres, Sayang."
"Aku serius. Kemarin aku ketemu sama dia. Wanginya, bajunya, rambutnya, wajah, mata, dan semuanya yang pernah aku milikin dulu. Semua masih sama, Ibu. Gak ada yang kurang."
Linda tersenyum dan menggeleng. "Halusinasi kamu itu udah semakin berlebihan. Sekarang. Coba Ibu tanya, sesayang apa kamu sama De Nhara? Dan De Nhara segimananya memperjuangkan kamu? Hidup kamu udah sangat sempurna sekarang. Tapi, yang pasti Iqbaal juga pasti bahagia kalau kamu bahagia. Sedangkan kalau terus-terusan kamu nangis, galau, uring-uringan? Iqbaa juga merasakan hal yang loh."
(Namakamu) mengangguk pasrah.
"Tadi De Nhara sempat kesini jenguk kamu. Tapi, kayaknya kamu ketiduran. Untungnya dia gak buka bantal kamu. Jadi, dia gak tahu kalau kamu lagi nangis."
"Terus sekarang dia kemana?"
Linda mengangguk. "Sudah pergi lagi! Tadi sempat adu mulut sama Bella. Ya, mungkin Bella juga amat kesal. Ibu juga kesal pas tahu kamu yang belanjain semua kebutuhan dia. Ingat (Namakamu). Keperluan kamu itu banyak. Terlebih kamu akan nyari rumah buat tinggal dekat tempat magang. Kalau uangnya habis di pakai untuk bayarin De Nhara, gimana?"
"Ibu. Ibu tahu sendiri kan kalo aku mulai gak mau ribet soal apapun. Gak mau debat dengan banyak orang. Serasa setengah hidupku udah lenyap. Sisanya sekarang aku lagi melanjutkan hidup. Selagi gak bikin aku ribet. Aku bakal lakuin."
"Pemborosan. Kenapa gak suruh Bunda yang atur keuangan kamu?"
◀◻◻◻▶
Vote, Komen.
Dari penulis amatir yang baru saja pulang kerja dan pusing.
(Namakamu) Firanda Serena
KAMU SEDANG MEMBACA
PEMERAN UTAMA✅ | Iqbaal Ramadhan
أدب الهواةSequel 'tentang,Iqbaal.' "Jika Iqbaal adalah sesuatu yang berharga bagi (Namakamu), maka Iqbaal adalah nafas yang akan selalu (Namakamu) butuhkan."