Chapter 8

5.2K 825 9
                                    

Semenjak saat itu, perhatian Mona hampir seluruhnya tertuju pada Jeongin. Meski hanya sekedar mengamati dari kejauhan, memandang dari balik jendela besar, setidaknya ia dapat melihat dan mengetahui lelaki itu berada disekitarnya,

Sebenarnya ia tidak tahu persis mengenai perasaannya sendiri. Jantungnya berdegup kencang setiap kali mendapati pandangannya bertaut dengan pasang mata Jeongin, ia akan merasa tidak bersemangat ketika tidak melihat lelaki itu bahkan sedetik saja.

Hanya dengan seperti yang dialaminya, apakah bisa dinamakan jatuh cinta?

Mona berusaha mengelak, namun kenyataannya saat ini pun ia memandangi Jeongin dari balik jendela besar, tengah menarik busur panah dengan tatapan fokusnya.

Jeongin terlihat sangat tampan, meski melihatnya dari kejauhan,

"Kenapa dia keren sekali?" gumam Mona bertopang dagu, ia mengelus dadanya. Kembali merasakan debaran jantungnya tak beraturan. "Sepertinya jantungku tidak sehat akhir-akhir ini,"

Wajah Jeongin selalu saja terlihat serius, tatapannya selalu menyoroti tajam, dan berbicara seadanya. Mona menyadari ada yang kurang dari seorang Yang Jeongin, seharusnya lelaki itu tersenyum

Mona tidak pernah mendapati Jeongin tersenyum. Bisa-bisa lelaki itu mengalami penuaan dini hanya karena tidak pernah tersenyum, terhibur bahkan selalu menanggapi serius segala suatu hal.

"Somi, kenapa Jeongin tidak pernah tersenyum?" tanpa mengalihkan pandangan dari Jeongin, Mona mengarahkan pertanyaan pada Somi yang baru saja memasuki kamarnya dengan membawa secangkir teh,

Somi tersenyum tipis, meletakkan cangkir pada atas meja, "Yang Mulia pernah tersenyum di hari bahagianya,"

Kepalanya berputar cepat, Alisnya pterangkat. "Hari bahagia? Maksudmu pernikahan?"

Somi mengangguk, "Dan juga-- saat pangeran lahir,"

"Johnny? Saat aku-- melahirkan?" terdengar aneh, namun kenyataannya seperti itu, dan Somi kembali mengangguk sebagai jawaban.

Mona kembali bertopang dagu, memandangi wajah tampan tanpa senyuman itu,

Ia ingin melihat senyuman itu, untuk sekali-- dua kali-- berkali-kali. Bahkan selamanya.

Ia hanya ingin Jeongin selalu tersenyum,

"Bagaimana ini," Mona menangkup wajahnya, "Sepertinya aku terlanjur jatuh cinta padanya."

***


Langkahnya memasuki ruang belakang istana, tidak begitu jauh dari ruang dapur. Mona mengetuk pintu dengan perlahan, lalu membukanya tanpa menunggu sahutan pemilik ruangan,

Alis Somi terangkat, sedetik kemudian terkejut menyadari Mona mengunjungi ruang kamarnya. "Nyonya," wanita itu beranjak dari kursi kemudian membungkuk,

Mona menepuk pundak Somi, menyuruhnya kembali duduk.

"Kau sedang apa?" tanya Mona memperhatikan beberapa benang wol yang melilit pada tangan Somi,

"Merajut syal,"

Pasang mata Mona membulat berbinar. "Merajut syal? Boleh aku ikut juga?"

Somi tersenyum ramah, mengangguk sebagai jawaban, "Silahkan duduk, Nyonya," ujar wanita itu mempersilahkan,

Mona tersenyum riang, ia pernah membuat syal sekali saat kegiatan ekstrakulikuler sekolah. Namun tidak membuatnya lagi selama setahun, bisa dibilang kemampuannya sedikit hilang,

"Bisa kau ajarkan aku?"

Somi memberikan hakpen pada Mona dan mulai mengajarkan merajut. Hanya dengan sekali penjelasan, Mona dapat menangkap dan megerti. Selanjutnya mulai merajut,

KINGDOM [JEONGIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang